Pages

Wednesday, February 10, 2021

Gandamana Sayembara (Drupadi Sayembara)

Hari menjelang sore, bunyi kenthongan yg berasal menurut pusat Kraton Pancalaradya atau Cempalaradya, menarik perhatian penduduk kotaraja. Seperti yang selalu ada di setiap banjar, dalam sudut halaman terdapat bale duwur buat menempatkan sebuah kentongan. Dengan kentongan tersebut setiap masyarakat mendapatkan liputan tentang kejadian krusial buat segera ditanggapi. Ada beberapa irama kentongan yg masing-masing irama menerangkan kejadian yang sedang berlangsung. Seperti irama khusus yg terdengar disore hari itu mengindikasikan bahwa terdapat seseorang gadis yg telah mengalami menstruasi atau datang bulang pertama. Artinya bahwa oleh gadis tersebut sudah menginjak usia dewasa, & siap buat dipinang seseorang laki-laki . Yang menarik perhatian bahwa suara kentongan tersebut berasal menurut kotaraja. Tentunya terdapat gadis bangsawan yg menginjak dewasa & siap dilamar. Lalu siapa gadis bangsawan tadi? Akhirnya teka-teki pun terjawab bahwa Putri raja Cempalaradya tersebut merupakan Dewi Durpadi, anak sulung Prabu Durpada.

Menyusul suara kenthongan yang mengindikasikan bahwa masa kedewasaan Dewi Durpadi telah datang, Prabu Durpada berencana menggelar sayembara buat memilih dan memilah menantu yang pantas bagi pendamping Dewi Durpadi. Bagi siapa saja yg memenangkan sayembara, berhak menyunting Dewi Durpadi. Sayembara yang diadakan merupakan mengangkat, menarik busur atau gendewa pusaka & melepaskannya anak panah pada titik target yang di sediakan. Sayembara terbuka bagi siapa saja & pada mana saja.

Beberapa bulan kemudian, informasi diadakannya sayembara di negara Pancalaradya sudah beredar jauh di negara-negara tetangga, bahkan hingga pada seberang pulau.

Sepekan menjelang sayembara, kota raja Pancalarayadya sudah ramai oleh pendatang-pendatang dari manca nagara yg ingin mengikuti sayembara. Kesibukan kota semakin tinggi lebih berdasarkan sepuluh kali lipat dinbanding dengan hari-hari sebelumnya.

Pada hari yg ditetapkan, para raja belia, ksatria, brahmana, para bangsawan dan masyarakat kebanyakan tamplek blek penuh berjejal di alun-alun kotaraja Pancalaradya. Diantara mereka yang hadir tampaklah para Kurawa, Bima & Arjuna, para raja seberang pulau termasuk beberapa raja berdasarkan Atasangin,

Gendewa pusaka atau busur pusaka Pancalaradya telah disiapkan pada anjung kehormatan. Ukuran gandewa pusaka itu lebih akbar dan lebih berat dibandingkan dengan gandewa dalam umumnya. Dari ujung ke ujung gandewa tadi tinretes emas murni, sebagai akibatnya saat ditimpa sinar mentari cahayanya gumebyar menyilaukan mata. Peserta sayembara yang dinyatakan lolos dan menang dalam sayembara merupakan peserta yang bisa melepaskan anak panahnya tepat di tengah titik yg telah ditentukan.

Suasana menjadi riuh gemuruh waktu Prabu Durpada & permaisuri mengapit dewi Durpadi naik ke atas anjung kehormatan, diikuti oleh Gandamana. Para raja dari seribu negara, benar-benar terpana melihat kecantikan Dewi Durpadi secara eksklusif. Lantaran selama ini banyak diantara mereka yg melihat dan bertemu Dewi Durpadi hanya melalui mimpi.

Ditengarai menggunakan pemukulan gong beri sayembara pun pada mulai. Satu persatu para peserta sayembara naik ke anjung & mencoba mengangkat gandewa pusaka Pancalaradya. Beberapa peserta telah naik ke panggung kehormatan dan mencoba mengangkat gandewa pusaka. Namun hingga sampai peserta ke delapan belas baru terdapat empat orang yg kuat mengangkat gandewa pusaka. Tetapi tidak bertenaga menarik gendewa pusaka, apalagi untuk melepaskan anak panahnya,

Menjelang tengah hari belum ada orang yang dapat memenangkan sayembara. Satu persatu para raja dari seribu negara gagal memenangkan sayembara. Prabu Durpada & prameswari yg didampingi Gandamana berharap cemas dalam menanti orang yang bisa memenangkan sayembara. Sedangkan Dewi Durpadi yang duduk di antara Ibunda Ratu & Prabu Durpada menunjukkan raut muka yang hening, bahkan sekali waktu Durpadi menebar senyum saat terdapat peserta sayembara yg jatuh karena tidak kuat mengangkat gendewa pusaka.

Pada waktu keraguan untuk mendapatkan pemenang sayembara menghampiri Prabu Durpada, tiba-tiba diantara orang poly yang berjubel, melompatlah dengan ringannya seseorang muda bagus naik di atas anjung. Menilik dari pakaiannya bahwa pemuda tersebut menurut golongan sudra atau masyarakat biasa. Tetapi menggunakan menyakinkan seperti laiknya ksatria, beliau melangkah mendekati gendewa pusaka. Diamati sejenak gendewa yang berada didepannya buat lalu diangkatnya. Semua mata memandang ke arah pemuda indah yang dengan ringannya mengangkat tinggi-tinggi gendewa pusaka. Sejenak lalu tangan kakannya menarik tali gendewa perlahan-lahan. Maka yg terjadi gendewa ditangan kiri semakin melengkung dan melengkung menggunakan tajam. Anak panah telah diarahkan kesasaran. Ketegangan tampak dalam setiap raut muka yg menyaksikan. Diiringi menggunakan detak ribuan jantug yang berdegup semakin cepat.

Namun sebelum anak panah tersebut meluncur berdasarkan gendewa pusaka, Dewi Durpadi yang berada beberapa langkah pada depannya bereriak lantang ucapnya, ?Cukup! Saya tidak mau sayembara ini dimenangkan oleh seseorang sudra?

Pemuda mengagumkan itu terkejut, & menampakkan raut muka yg nir senang . Ia merasa diperlakukan tidak adil. Maka buat melampiaskan kejengkelannya anak panah yg telah siap meluncur tetap dilepaskan ke titik sasaran. Dan pemuda mengagumkan tadi menerangkan bahwa dia pantas memenangkan sayembara. Anak panah menancap sempurna di sempurna pada tengah target. Sorak membahana gemuruh menyambutnya. Namun apakah keberhasilannya membidikkan panah sempurna sasaran ini dinyatakan menjadi pepmenang atau tidak, ia tidak peduli. Yang terutama bagi dirinya bahwa beliau yg merupakan seseorang sudra telah menandakan kelebihannya dibandingkan menggunakan raja-raja seribu negara.

Sorak membahana ribuan manusia bergemuruh. Pohon-pohon beringin & pohon-pohon Angsana pada seputar alun-alun Cempalaradya tergetar karena itu. Beberapa daunnya berguguran, mengenai orang-orang yang berada di bawahnya. Bagaikan taburan bunga buat menghormat pemuda cantik yang telah berhasil melepaskan anak panahnya tepat ke titik sasaran.

?Tidak! Tidak! Aku nir mau orang ini memenangkan sayemabara!? Teriak Dewi Durpadi. Namun teriakan Dewi Durpadi karam oleh gelombang suara gegap gempita. Tidak ada yg mendengar dan yg memperhatikan tingkah laku Durpadi. Yang sebagai sentra perhatian adalah pemuda cantik yang menggunakan meyakinkan berhasil menarik busur pusaka dan melepaskan anak panahnya sempurna ke target.

Pemuda cantik tadi semakin jumawa menjadi sentra perhatian lautan manusia yg memenuhi alun-alun. Dengan damai pemuda itu meninggalkan anjung kehormatan. Ia tidak memperdulikan penolakan Dewi Durpadi. Baginya dapat memenangkan sayembara adalah pujian tersendiri.

Dewi Durpadi yang sebelumnya sebagai satu-satunya pusat perhatian, kini tidak lagi. Satu-satunya sentra perhatian beralih kepada pemuda cantik. Sejak melihat pertamakali, Dewi Durpadi tidak bahagia kepada orang sudra tadi. Oleh karena ketika beliau naik anjung kehormatan mengangkat & menarik busur pusaka, Dewi Durpadi sudah berteriak menolaknya. Namun pemuda mengagumkan tersebut sengaja tidak mendengarkan teriakan Dewi Durpadi. Anak panah permanen diluncurkan berdasarkan jemarinya yang halus. Dan hasilnya anak panah menancap tepat ke target.

Suasana menjadi kacau. Orang-orang yang berada jauh menurut panggung kehormatan menduga bahwa sayembara sudah terselesaikan dan pada menangkan sang si pemuda mengagumkan. Namun bagi peserta sayembara yang berada di dekat anjung kehormatan mengetahui menggunakan jelas urut-urutan insiden. Bahwasannya Dewi Durpadi yang dijadikan hibah sayembara semenjak awal telah menolak pemuda cantik buat mengikuti sayembara. Tetapi pemuda rupawan itu nekat tetap menarik busurnya dan melepaskan anak panahnya ke target yang telah disediakan. Oleh karenanya bidikan panah yg tepat tentang sasaran tadi dipercaya tidak absah. Dalam situasi yg kacau tadi Arjuna menghadang pemuda mengagumkan yang merasa nir bersalah, pulang meninggalkan alun-alun Pancalaradya.

?Hei Ki Sanak berhentilah!? Cegat Arjuna. Pemuda mengagumkan tadi berhenti, menggunakan masih permanen memberitahuakn ketenangannya. Orang poly mengerumuninya. Arjuna mendekatinya dan berkata

?Engkau ini siapa? Telah berani menciptakan rancu sayembara yg digelar sang raja akbar Cempalaradya.?

?Aku tidak membuat rancu. Aku mengikuti sayembara & berhasil,? Sanggah pemuda bagus.

?Tetapi keberhasilanmu nir sah, karena kamu tidak diperbolehkan ikut sayembara tetapi nekat.?

?Kenapa nir boleh, itu nir adil?

?Karena Sang Dewi Durpadi menolak orang sudra?

? Aku tidak peduli apakah Dewi Durpadi mau menerimaku atau menolakku. Yang penting bagiku bahwa akulah satu-satunya orang pada alun-alun ini yg dapat memenangkan sayembara.

Arjuna tidak dapat menerima istilah-istilah pemuda indah yg mengatakan bahwa dirinya merupakan satu-satunya orang yg dapat memenangkan sayembara. Lantaran sebelumnya Arjuna sangat optimis bahwa dirinyalah yg bisa memenangkan sayembara memanah. Lantaran sejak wafatnya Ekalaya raja Paranggelung, satu-satunya orang yg bisa mengimbangi kemampuan Arjuna, nir ada lagi orang yg dapat mengimbangi kesaktiannya pada memanah. Apalagi Arjuna tahu bahwa busur pusaka negara Cempalaradya yg dibentuk dari adonan besi dan tembaga tidak sembarang busur. Selain bobotnya terdapat kelebihan lain jika dibandingkan dengan busur-busur pusaka lainnya. Getaran enerjinya membuat orang yg mendekat tergetar hatinya. Oleh karena itu Arjuna berharap bahwa sebelum dirinya naik ke panggung sayembara belum terdapat orang yang mampu menarik busur pusaka. Namun perhitungan Arjuna meleset. Ada seseorang pemuda bagus yang bisa memakai busur pusaka dengan paripurna.

?Ki Sanak jangan dikira hanya engkaulah yang secara kebetulan mampu menarik busur pusaka dan memanahnya dengan tepat? Istilah Arjuna menggunakan nada ejekan?

Pemuda bagus tersebut terbakar hatinya. Ia ingin memberitahuakn bahwa kemampuan memanahnya tidak secara kebetulan. Maka menggunakan amat cepat ditarikanya busur yang ada di genggamannya menunjuk ke langit.

Sebentar kemudian orang poly yang mengerumuni tercengang dibuatnya. Ada ratusan burung sriti jatuh tertembus panah.

Arjuna yang masih muda panas hatinya, busur yg ada pada genggamannya ditarik kuat-kuat buat lalu dilepaskan. Orang-orang dialun-alun semakain takjub menyaksikan kehebatan panah Arjuna. Ribuan anak panah keluar menurut busur Arjuna. Suaranya seperti kombang mengarah ke pohon angsana pada pinggir alun-alun. Sebentar lalu pohon itu gundul tinggal rantingnya. Sementara daunnya berguguran ke tanah.

Hari semakin siang, sinar mentari bertambah panas. Lautan manusia di alun-alun Cempalaradya berusaha buat bertahan dalam teriknya surya. Karena bagi mereka sayembara perang tanding ini lebih menarik dan lebih menegangkan dibangdingkan menggunakan sayembara memanah. Panggung sayembara pulang menjadi pusat perhatian. Gandamana berdiri kokoh di atas ke 2 kakinya yang kokoh juga. Satu persatu peserta sayembara perang tanding sudah dikalahkan. Sorak-sorai dan tepuk tangan tidak henti-hentinya menyambut kemenangan Gandamana.

Menyaksikan kesaktian Gandamana, peserta sayembara semakin tergetar hatinya. Banyak diantara mereka telah mengurungkan niatnya buat mengikuti sayembara. Mereka memutuskan buat menjadi penonton saja. Oleh karena itu beberapa waktu dinantikan tidak jua ada peserta baru yg mencoba naik ke atas anjung menggunakan muka tengadah & dada membusung.

Udara yang panas menjadi semakin panas. Orang-orang mulai berteriak tidak sabar menanti calon versus Gandamana yang baru. Dalam situasi yg demikian, terlintas pada pikiran Gandamana, adakah seseorang yg sanggup memenangkan sayembara dengan mengalahkan diriku? Apabila tidak ada merupakan bahwa diantara samudera manusia itu tidak terdapat orang yg pantas sebagai pendamping Durpadi. Tetapi jika pun ada sesorang yg sanggup mengalahkan aku , tentunya aku berharap supaya Durpadi mau mengakui kemenangannya dan bersedia menjadi isterinya. Lantaran bila Durpadi menolaknya, seperti yg sudah dilakukan pada pemuda bagus dari kalangan sudra, saya nir dapat berbuat apa-apa lagi, lantaran saya sudah dikalahkan bahkan sanggup pula saya telah gugur.

Namun bila pun saya benar-benar gugur pada sayembara ini, aku sudah siap. Aku nir akan menyesal. Lantaran itu adalah bahwa aku sudah mengorbankan diri buat Durpadi agar menerima calon pendamping yang pantas dan berkualitas. Dan jua demi kebesaran negara Pancalaradya atau Cempalaradya.

Apabila pun aku telah nir diberi ketika lagi untuk mengabdi, aku sadar bahwa diriku menjadi semakin renta & ringkih. Aku harus memahami diri buat generasi selanjutnya yang lebih muda dan yg lebih perkasa. Oleh karena itu saya bangga bila dikalahkan sang orang belia amanah & sakti.

Pada saat Gandamana menyusuri jalan pikirannya, tiba-datang melompatlah di atas anjung sosok tinggi perkasa yg memakai sandang Brahmana. Ia bernama Bima. Banyak orang mengetahui bahwa ia datang ke loka sayembara beserta brahmana ganteng yang telah memberitahuakn kesaktiannya dalam hal memanah. Maka saat saudara brahmana ganteng & sakti tadi naik ke atas panggung sayembara, serentak samudera manusia menyambutnya menggunakan teriakan dan tepuk tangan, bak suara selaksa mesin tenun yang dijalankan para perempuan pada padang terbuka.

Sejenak kemudian sasana sebagai hening dan tegang, mengiring langkah Bima yang semakin dekat dengan Gandamana. Bima sudah sangat mengenal Gandamana bahkan kesaktian Gandamana. Karena Bima pernah berperang melawan Gandamana sewaktu pada utus Pandita Durna buat meringkus Gandamana & Durpada. Namun rupanya Gandamana nir ingat lagi akan sosok yg berada di depannya. Lantaran Bima sengaja menyamar menjadi seseorang Brahmana.

Karena hari menjelang sore, & mentari telah bergeser semakin jauh dari titik tertinggi, Gandamana & Bima memiliki impian yang sama yaitu buat menuntaskan sayembara ini secepatnya. Oleh karena itu segeralah keduanya berkiprah cepat dan kuat. Melihat gelagat lawannya yg percaya diri, Gandamana pribadi mengetrapkan aji Bandung Bandawasa dan Aji Wungkal Bener. Sedangkan Bima menggunakan aji Angkusprana. Decak kagum & ketegangan tersembul menurut wajah-paras mereka yang menyaksikan. Oleh lantaran keduanya mengetrapkan ilmu-ilmu tingkat tinggi, hampir semua orang yg menjejali alun-alun Pancalaradya nir mengetahui apa yg sedang terjadi. Keduanya berkelebat sangat cepat, sebagai akibatnya mata telanjang mereka nir sanggup membedakan dengan jelas antara Gandamana & Bima.

Pertempuran paling sengit selama sayembara terjadi. Beberapa saat berlangsung keadaan mulai berubah pelan. Aji Bandung Bandawasa yang mempunyai kekuatan sebanding dengan seribu gajah ternyata nir lagi sebagai utuh. Hal tadi diakibatkan sang energi Gandamana yg susut menggunakan amat cepat. Otot-ototnya mulai kendor. Ia nir bisa lagi mengetrapkan aji Bandung Bandawasa menggunakan paripurna. Demikian juga aji Wungkal Bener yang sebagai tidak efektif saat harus berhadapan menggunakan Bima. Karena jika dicermati dari sifatnya, aji wungkal bener merupakan aji yg berpihak pada bebener. Seseorang yg bisa mengetrapkan aji Wungkal Bener menggunakan sempurna merupakan orang sahih, dan meyakini kebenaran tersebut. Aji Wungkal Bener menjadi sangat efektif ketika versus Gandamana merupakan orang yg menentang kebenaran. Maka waktu berperang melawan Bima, seorang yang berpihak dalam kebenaran, aji Wungkal Bener ibarat ketemu batunya. Tidak dapat berbuat banyak.

Sebaliknya Bima, menggunakan ajian Angkusprana yg sanggup menghimpun kekuatan angin, justru bisa berkecimpung semakin ringan & kuat semakin perkasa. Gandamana mulai curiga atas lawannya. Siapakah sesungguhnya orang gagah perkasa yang menggunakan pakaian brahmana ini. Benarkah dia seorang Brahmana? Gandamana yang telah berumur, sedikit teringat akan sepak terjang lawan yg dihadapi. Dahulu Gandamana pernah dikalahkan Bima, tetapi waktu itu Gandamana nir dengan sungguh-benar-benar berperang melawan Bima. Dan juga waktu itu tenaganya masih relatif perkasa. Tetapi sekarang saya nir seperkasa dahulu lagi & versus yang saya hadapi lebih perkasa dibandingkan dengan BIma ketika itu. Tetapi terdapat kemiripan pada hal sepak terjangnya. Apakah Brahmana ini Bima yg semakin matang? Benarkah kamu cucuku Bima? Apabila sahih aku lega & bahagia. Lega karena gugur di tangan anak Prabu Pandu. Bahagia karena Durpadi menerima pendamping yg pantas & luhur.

Gandamana menerima firasat bahwa inilah saatnya buat meninggalkan segala-galanya dan meletakkan tugas-tugasnya. Generasi baru telah siap menggantikan darmanya. Dan dia yg menggantikan bukan orang lain. Ia adalah cucunya sendiri, anak Prabu Pandudewanata junjungannya. Oleh krena dia rela gugur pada tangan Bima. Dan bahkan Gandamana akan mewariskan ilmu Wungkal Bener & Bandung Bandawasa pada Bima.

Sayembara perang tanding di Negara Cempalaradya masih berlangsung. Seorang brahmana yg mendapat kesempatan naik pada panggung sayembara dan berhadapan menggunakan Gandamana bukanlah orang asal-asalan. Ia mampu mengimbangi kesaktian Gandamana. Bahkan ilmu Wungkal Bener dan Aji Bandung Bandawasa yang sebagai andalan Gandamana tidak bisa membendung serangan lawannya. Oleh karena itu Gandamana mulai terdesak. Apalagi secara fisik umur Gandamana jauh berada di atas lawannya, sebagai akibatnya daya tahannya susut dengan lebih cepat.

Lautan manusia yang masih bertahan pada alun-alun menyaksikan bahwa Gandamana yang gagah perkasa dan sakti mandraguna semakin terdesak oleh lawannya. Perasaan para penonton dibawa ke pada suasana tegang yang semakin memuncak. Tinggal menunggu saatnya, Gandamana terkapar pada atas anjung sayembara yang dibuatnya sendiri.

Gandamana semakin yakin bahwa lawannya yang perkasa ini adalah Bima, anak Pandudewanata. Namun walau pun tahu bahwa yang menyamar menjadi barahmana itu adalah Bima, Gandamana tidak akan menghentikan perang tanding ini. Ia bertekad buat menyelesaikannya. Walau pada akhirnya beliau sendiri yg akan diselesaikan oleh Bima, Gandamana sudah siap.

Firasat yg dirasakan Gandamana semakin bertenaga bahwa inilah saatnya, sampai pada waktunya buat melepaskan tugas pengabdianya buat selamanya. Gandamana diingatkan waktu ketika kegetiran masalalu. Ia tidak pernah menemukan kebahagiaan dalam kedudukkan menjadi patih. Saat Gandamana sebagai patih Hastinapura, dia diperintahkan buat maju perang melawan negara Pringgandani. Di tengah medan perang Gandamana dijebak pada pada luweng sang Trigantalpati dan ditimbun tanah. Trigantalpati kemudian melaporkan pada Prabu Pandudewanata bahwa Gandamana ditawan musuh dan dibunuh. Prabu Pandudewanata kemudian mengangkat Trigantalpati menjadi Patih Hastinapura menggantikan Gandamana.

Gandamana teringat akan masa-masa pengabdianya di negara Hastinapura pada bawah pemerintahan Prabu Pandudewanata, aku sengaja dicelakai, dijerumuskan. Aku dikubur hidup-hayati. Semuanya menjadi gelap aku nir ingat apa-apa.

Syukurlah bahwasannya maut belum mau memelukku. Aku berhasil diselamatkan oleh Yamawidura. Kesehatanku berangsur-angsur menjadi baik. Tetapi aku belum mampu mengingat awal mula insiden yang menimpaku sebelum semuanya sebagai gelap.

Setelah saya pulih aku berniat balik ke Hastinapura buat mengemban tanggung jawabku sebagai patih yg beberapa saat aku tinggalkan. Yamawidura berpesan agar aku nir membalas kejahatan dengan kejahatan. Karena hal itu nir bakal menuntaskan perkara, tetapi justru sebaliknya akan mengakibatkan masalah baru yg tidak berkesudahan misalnya lingkaran setan. Aku pun setuju dengan apa yg diutarakan Yamawidura. Namun buat apa hal itu harus dipesankan kepadaku ketika saya akan pulang ke Hastinapura? Ada apa dibalik pesan itu? Aku memahami bahwa Yamawidura adalah adik prabu Pandu yg bijaksana. Ia mempunyai ketajaman batin yg bisa melihat masa depan dengan sempurna. Oleh karena itu aku ingin segera balik ke Hastinapura buat mengetahui kejadian apa yg bakal terjadi berkaitan menggunakan pesan Yamawidura.

Setibanya pada Hastinapura Gandamana lupa akan pesan Yamawidura. Pikirannya hanya tertuju pada jabatan patih yang ia tinggalkan. Ada kekawatiran dalam dirinya bahwa Prabu Pandudewanata kerepotan mengatur jalannya pemerintahan tanpa kehadiran dirinya. Tetapi ternyata kekawatiran Gandamana tinggalah kekawatiran yang nir buat siapa-siapa kecuali untuk dirinya sendiri. Hastinapura nir rancu, dan Prabu Pandudewanata tidak repot. Semuanya baik-baik saja. Jabatan patih yang ditinggal Gandamana telah diisi sang Trigantalpati. Gandamana naik pitam. Darahnya mengalir sangat cepat disekujur badannya. Pada ketika pasowann agung, Trigantalpati diseret keluar sang Gandamana lalu dihajarnya sampai wajah & badannya mengalami cacat seumur hidup. Tindakan Gandamana dicela oleh Prabu Pandudewanata, dianggap merendahkan prestise raja. Gandamana diusir dari bumi Hastinapura & kembali ke Pancalaradya. Di Pancalaradya Gandamana diangkat menjadi Patih oleh Prabu Durpada kakaknya. Peristiwa lama terulang kembali. Gandamana menghajar Kumbayana sampai menderita cacat seumur hidup.

Gandamana termenung dalam. Kedudukan Patih tidaklah menaruh kebahagiaan, tetapi justru kegetiran. Pengabdian yang nrimo tidaklah cukup, tetapi jperlu disertai menggunakan kewaspadaan terhadap lawan lawan politiknya. Gandamana nir memikirkan itu. Baginya jabatan patih adalah pertanda dan wahana untuk mengabdi negara & melayani masyarakat. Dan Gandamana sudah melakukannya menggunakan baik. Walau hasilnya adalah kegetiran.

Namun kali ini perang tanding melawan cucunya bukanlah sebuah kegetiran. Demikian pula jika wajib mangkat ditangan cucunya. Blesss. Bersamaan dengan selesainya permenungan Gandamana, Kuku Pancanaka ditangan Bima telah menembus dadanya.

Gandamana meninggalkan semuanya termasuk jabatan Patih.

Tidak adal lagi kegetiran, ia beristirahat pada tenang tak pernah mati

(gmbr: Herjaka HS)

Gandamana mengeluh lirih. Pusaka pancanaka yg berujud kuku dengan lembut sudah melesak di dadanya. Benarlah apa yang diduga sebelumnya bahwa seorang berpakaian brahmana yg menjadi lawannya adalah Bima, keliru seseorang trah Bayu yg mempunyai pusaka andalan pancanaka. Gandamana telah terluka, tetapi nir terdapat rasa sakit pada tubuhnya. Ia masih mencoba untuk berdiri gagah dan tegar, namun usahanya nir berhasil bahkan badannya yang tegap mulai menjadi lunglai. Pandangannya sebagai redup dan kabur. Ia merangkul Bima agar tidak jatuh terjerembab. Bima menyambutnya menggunakan keharuan. Ada poly kecenderungan diantara keduanya. Bima dan Gandamana adalah orang yg berwatak jujur, prasaja sederhana apa adanya & mempunyai ketulusan pada menjalankan tugas.

Oleh karena pengabdiannya yang lapang dada, Gandamana tidak merasa sakit pada hatinya jua di sakit pada tubuhnya ketika Kuku Bima melesak pada dadanya pada perang tanding sayembara. Ketulusan hati Gandamana itulah yg membuat cara memandang sebuah kematian pada ketika menjalankan tugas negara berbeda dengan cara padang pada biasanya. Bagi Gandamana tewas pada tugas pada medan laga adalah indah dan mulia. Indah karena dia sudah menyelesaiakan tugasnya menggunakan baik dan sempurna. Mulia lantaran ia gugur dalam saat menjalankan tugas. Kematian misalnya yg dialami Gandamana pula dirasa merupakan pembebasan menurut kegetiran yg selama ini menerpa hayati Gandamana, berkaitan dengan jabatan Patih.

Demikian pulalah Bima. Dengan ikhlas dia menjalani tugas yg diberikan sang eyang Begawan Abiyasa buat mengikuti sayembara pada Pancalaradya demi kakaknya Puntadewa. Jika sayembara dalam hal memanah yg ditugaskan buat maju adalah Arjuna. Sedangkan bila sayembara berupa perang tanding maka Bima lah yang ditugaskan buat mengikuti sayembara. Maka saat sayembara yg semula diadakan merupakan sayembara memanah dan kemudian diteruskan dengan sayembara perang tanding maka Bima lah yang bertugas naik ke panggung sayembara berhadapan melawan Gandamana eyangnya.

Sebagai seorang ksatria pada arena perang tanding menang merupakan adalah pilihan. Dan Bima berhasil memenangkannya, dengan melesakkan pancanaka pada dada Gandamana. Tidak ada sakit hati dan kebencian di sana. Yang terjadi merupakan ketulusan dalam menjalanan tugas. Walaupun pada akhirnya keduanya mendapatkan output yg tidak selaras, Gandamana dan Bima sudah merampungkan tugasnya menggunakan tuntas. Keduanya adalah pahlawan. Bima menjadi pahlawan dikarenakan telah memenangkan peperangan. Sedangkan Gandamana menjadi pahlawan lantaran ia gugur pada tugasnya pada medan perang.

Bima mendekap erat tubuh Gandamana yg mulai dingin & lemas. Dengan tenaga yang masih tersisa Gandamana mencoba menyambut hangat dekapan Bima. Bima meneteskan air mata. Dengan terbata-bata Bima berkata ?Maafkan aku Eyang, maafkan.? Gandamana mengangguk-angguk. Tangannya bergetar lemah membelai ketua Bima buat yang terakhir kali. Bibirnya mengulum senyum tipis pertanda kebanggaan atas sebuah eksklusif yg jujur, berani, teguh, tangguh dan tulus yang dimiliki oleh Bima cucunya.

Berada dalam pelukan Bima, Gandamana merasa hening dan tentram untuk mengakhiri pengabdiannya, bahkan buat mengakhiri hidupnya. Bima memperkokoh posisi kakinya agar kuat menyangga tubuh Gandamana yg semakin berat. Kesadaran Gandamana berangsur-angsur surut seiring menggunakan melemahnya detak jantung & melambatnya aliran darah. Namun dalam residu pencerahan yang paling akhir Gandamana berniat melepaskan 2 aji andalannya yaitu wungkal bener & bandung bandawasa dan mewariskannya pada Bima. Gandamana percaya bahwa Bima bisa menggunakan kedua ilmu sakti tersebut buat memayu-hayuning bawana.

Panggung sayembara damai. Demikian pula samudera insan yang berada pada alun-alun Pancalaradya. Semuanya diam. Bahkan angin pun berhenti bertiup buat sesaat. Semua memberi penghormatan terakhir kepada Gandamana oleh pahlawan Pancalaradya.

Bersamaan berhentinya nafas Gandamana, matanya menutup buat selamanya. Tidak terdapat tugas lagi yg diembannya. Ia beritirahat pada damai

Ana tangis

rayung-rayung

tangise wong wedi mangkat

gedhongana

kuncenana

wong meninggal mangsa wurunga.

Ada tangis

mengharukan

tangisnya orang yg takut mati

walaupun di masukan di gedung

dan dikunci

orang mati nir mungkin dibatalkan

Gandamana telah mati. Gugur pada medan laga. Namun semangat pengabdiannya, keberanian dan kejujuran dan ketulusan hatinya pula kesaktiannya telah diwarisi oleh Bima orang angka 2 dari Pandawa Lima, anak Prabu Panndudewanata.

Herjaka HS

Bimapun memenangkan sayembara, akan tetapi Drupadi tidak menikah menggunakan Bima, melainkan menggunakan Yudistira.

No comments:

Post a Comment