Gambar Kartun Clekit Wahyu Kokkang | www.facebook.com/wahyu.kokkang |
Ironi yang ditunjukkan digambarkan dalam kartun Clekit Wahyu Kokkang (Jawa Pos, 29 April 2016) adalah tentang lembaga peradilan di negeri ini. Dalam kartun tersebut, lembaga peradilan disamakan dengan celengan babi, sementara ada petunjuk di depan celengan tersebut bertuliskan “Harap Bayar dengan Uang Pas”, mirip pemberitahuan di angkot dan SPBU, atau pintu tol.
Sedikit keluar dari pembasan makna kartun, terlebih dulu dijelaskan tentag asal-usul nama ‘celengan’ yang bersinonim dengan ‘tabungan/tempat menabung’. Celengan berasal dari kata celeng (huruf e dibaca seperti pada kata ‘enak’) bahasa Jawa yang berarti babi. Tempat menyimpan uang pada mulanya berbentuk gerabah dari tanah liat dengan ornamen kepala babi di atasnya. Karena bentuknya babi (celeng) maka disebut celengan. Mengapa dipilih bentuk babi? mungkin karena makannya banyak (rakus) dan gemuk, dengan harapan isi-(tabungan)nya banyak.
Kembali ke pembahasan kartun, mengapa celengan babi? Wahyu Kokkang ingin menunjukkan bahwa itu celengan yang gendut, dan memang celeng. Uang yang masuk ke dalam celengan itu tiada terkira banyaknya, gelap dan selalu saja diisi. Yang menjadi lebih ironi “Harap Bayar dengan Uang Pas”. Itu celengan apa loket karcis? Bisa jadi gabungan dari keduanya (celengan dan karcis). Dalam artian, makna yang terkandung di dalamnya mewakili karakter karcis dan tabungan.
Dianggap sebagai karcis untuk mendapatkan hak untuk menikmati sesuatu. Jika itu karcis tol, berarti membayar untuk bisa melewati jalan tol. Karena itu adalah karcis “Lembaga Peradilan” maka itu menjadi jalan untuk bisa menikmati ‘jalan mulus’ di peradilan untuk orang-orang yang terlibat hukum.
Sementara itu, penggunaan frase ‘Uang Pas’ di dalam kartun itu berbeda dengan ‘uang pas’ yang ada di karcis. Maksud yang ada di loket karcis, harap bayar uang pas, agar petugas loket tidak kesulitan menyediakan uang kembalian dan agar antrian tidak terlalu lama. Sementara di dalam kartun tersebut ‘Uang Pas’ yang dimaksud adalah, pas (sesuai) dengan tuntutan permintaan oknum penegak hukum, pas (sesuai) juga dengan berat ringannya perkara yang dihadapi. Kalau tidak ‘pas’ (sesuai) jangan harap bisa memenagankan perkara di pengadilan.
Entahlah, yang jelas. Melalui kartun, kita bisa menertawai keburukan-keburukan yang ada di negeri ini. Negeri kita sendiri. Yang artinya, kita juga menertawai diri kita sendiri. Setidaknya, kita menghadapinya dengan senyum meskipun itu merupakan senyum getir.
Terima kasih mas Wahyu Kokkang.
No comments:
Post a Comment