Monday, July 13, 2020

Di Saptapertala

Tidak misalnya berita yg tersebar luas pada negara Hastinapura dan sekitarnya, Kunthi dan anak-anaknya selamat dari kobaran api, berkat Kanana dan terowongan y...Ang dibuatnya. Mereka menyusuri lorong terowongan yg sempit & gelap, mengikuti cahaya putih kemilau. Semakin lama terowongan itu semakin lebar & jelas, sehingga cahaya putih yang semula nampak jelas, semakin lama semakin menjadi tidak jelas.

Ketika bepergian mereka sampai di alam terbuka yg terang benderang, mereka nir melihat lagi cahaya itu. Jika semula Kunthi & Pandhawa mengira bahwa cahaya putih itu adalah Kanana, nyatanya bukan. Bahkan Kanana sendiri melihat bahwa cahaya Putih itu adalah Batara Narada, Dewa yg bertubuh bulat pendek. Lalu siapa cahaya putih yg menuntun di pada kegelapan tadi?

Kunthi, Pandawa Lima & Kanana saling berpandangan. Mereka heran dengan apa yang baru saja mereka alami. Berawal berdasarkan insiden kebakaran di Bale Sigala-gala, lalu mereka dibukakan pintu terowongan sang Kanana, lalu Bima menggendong mereka & membawa masuk ke pintu terowongan. Di terowongan mereka mengikuti cahaya putih dan akhirnya selamat sampai di loka terbuka yang belum pernah mereka jumpai sebelumnya.

Tempat yg asing tersebut merupakan halaman pintu gerbang kerajaan. Kerajaan manakah ini. Pintu gerbangnya megah perkasa, dihiasi menggunakan gesekan bermotif hewan dan tumbuh-tanaman yg mempesona. Seperti kerajaan akbar lainnya, pintu gerbang tersebut dijaga oleh beberapa perajurit yang mengawasi orang yang keluar masuk kerajaan. Jika dirasa perlu para penjaga tadi berwenang memeriksa dan menggeledah tamu yang ingin masuk ke kerajaan. Kunti, Pandawa Lima dan Kanana disambut oleh ketua perajurit jaga menggunakan penuh hormat. Kemudian mereka dikawal beberapa perajurit buat masuk menuju kedaton, kecuali Kanana yang memilih tinggal beserta perajurit jaga.

Kunthi & Pandawa heran, para prajurit di kerajaan ini berkulit kasar saperti sisik, baunya amis seperti ular. Mereka membawa Kunti & anak-anaknya pada yang dikenalkan sebagai putra raja, bernama Nagatatmala. Orangnya gagah pakaiannya gemerlap beliau juga bersisik misalnya perajurit-perajurit yang lain. Nagatatmala memberi hormat & bertanya mengenai keselamatan mereka. Nagatatmala mempersilakan mereka beristirahat di loka yg telah disediakan, sebelum ketemu raja. Seorang gadis cantik dikenalkan oleh Nagatatmala, menjadi adiknya bernama Nagagini.

Kunthi & Pandawa tergoda melihat kecantikan Nagagini. Kulitnya halus bersinar tidak misalnya kakaknya dan para perajurit, yg berkulit kasar bersisik. Hamper tak berkedip, para Pandawa memandang Nagagini yg berperangai lembut & dagi. Nagagini memberi salam hormat pada Kunti & pada Puntadewa, Bimasena, Herjuna, Nakula & Sadewa. Tidak ada yg memahami bahwa saat Nagagini memberi salam hormat pada Bimasena, Nagagini bergetar gugup. Detak jantungnya berdegup keras. Bimasena adalah sosok yg pernah beliau jumpai dalam mimpinya. Bahkan pada pada mimpi tersebut Bimasena dan Nagagini telah saling memadu kasih.

?Oh Raden Bima?

Nagagini berkeluh pendek & segera meninggalkan ruangan loka Kunti & para Pandawa berada, takut bila gejolak hatinya terbaca. Gejolak hati yang tidak karuan ketika berjumpa menggunakan kekasih hatinya. Bagi Nagagini sulit membedakan antara mimpi & fenomena. Lantaran mimpinya belum lama ini sebagai kenyataan.

Nagagini menyadari bahwa dirinya dan Bima bukan adalah satu rumpun bangsa. Nagagini adalah keturunan tuhan berjenis ular Naga. Sedangkan Bima merupakan kesatria keturunan insan pada umumnya. Namun Bima bagi Nagagini merupakan keistimewaan. Ada getaran khusus yang belum didapatkannya pada manusia kebanyakan. Sejak perkenalannya menggunakan Bima, Nagagini tidak pernah melepaskan pikirannya atas Bima. Usaha buat menghapus bayangan Bima diangannya tidak pernah berhasil, bahkan semakin kentara tergambar.

Demikian halnya yang terjadi menggunakan Bima. Sejak pertemuannya menggunakan Nagagini, Bima gelisah luar biasa. Tidak ada yg tahu apa yang dirasakan Bima. Bahkan Bima sendiri tak habis mengerti mengapa tiba-datang saja terdapat perasaan aneh yang menggelayut pada angannya. Selama hayati belum pernah ia merasakan gejolak perasaan yg seperti ini. Bima tidak tertarik lagi menyampaikan tentang insiden Bale Sigala-gala, kejahatan Sengkuni dan tahta Hastinapura, kecuali pembicaraan tentang pertemuannya dengan Dewi Nagagini. Bima jua nir mempunyai impian buat makan saat dijamu & tidur saat larut malam, kecuali hasratnya buat selalu bertemu dan bersanding menggunakan Nagagini. Lain yang dirasakan Nagagini, Bima tidak mempedulikan bahwa dirinya & Nagani adalah tidak sinkron. Yang dirasakan Bima merupakan bahwa Nagagini sudah dagi seluruh logika budinya.

Sama-sama berangkat menurut kegerahan hati yg memuncak, mereka berdua dipertemukan di sebuah taman

?Raden Bima, belum tidurkah??

Pertanyaan Nagagini tidak membutuhkan jawaban, namun cukup mengejutkan Bima, yg nir menyangka bahwa Nagagini berada ditaman yg sama.

?Engkau jua belum tidur Nagagini??

Jika keduanya mau jujur niscaya jawabnya sama. Karena engkaulah yang mengakibatkan aku tidak bisa tidur malam ini.

?Raden Bima senangkah kamu tinggal pada sini??

?Sangat senang Nagagini?

?Sangat bahagia? Mengapa??

?Lantaran terdapat kau?

?Sungguhkah Raden? Lantaran saya??

?Sungguh Nagagini. Aku berkata menggunakan hati.?

?Engkau amat amanah Raden. Aku kagum kepadamu.?

?Sungguhkah Nagagini, kamu kagum padaku??

Sembari tersenyum Nagagini mengangguk. Dada Bima bergelora. Hatinya tumbuh seribu bunga.

?Nagagini ini negara mana??

?Apakah kakakku Nagatamala belum mengungkapkan kepadamu??

Bima menggelengkan kepala. Selanjutnya Ngagini memberitahukan bahwa ini adalah kahyangan Saptapertala, yg berpusat di dasar bumi lapisan ke tujuh. Rajanya adalah ayah Nagagini, bernama Sang Hyang Antaboga.

?Ibuku merupakan bidadari bernama Dewi Supreti. Kami sebenarnya adalah bangsa ular yg telah sebagai yang kuasa-dewi.?

Bima mencoba mengingat apa yg telah dilihatnya. Para perajurit dan orang-orang pada Saptapertala, termasuk Nagatatmala berbau amis, berkulit kasar misalnya sisik ular. Tetapi yg mengherankan adalah Nagagini. Kulitnya kuning halus bersinar.

?Apakah Sang Hyang Antaboga berujud Dewa? Atau Ular Naga??

?Berubah-ubah. Tetapi apabila ayahku murka , beliau berubah menjadi sebagai seekor naga ganas yang mengerikan. Apakah kamu takut Raden?

Tatapan mata Nagagini menyimpan kekawatiran yg amat dalam. Jika Bima takut, harapannya buat bersanding menggunakan Bima lebih usang, takan pernah kesampaian.

?Aku tidak takut Nagagini?

?Benarkah Raden??

?Aku pernah ditolong naga Aryaka penguasa Bengawan Gangga dan diberi minum Tirta Rasakundha. Setelah meminum Tirta Rasakundha, itu saya mencicipi daya yg luar biasa. Walaupun saya berada di dasar Bengawan Gangga. Rasanya berada pada atas daratan, napasnya lancar, badan serta pakaiannya nir basah.?

?Ah Bima, pengalaman luar biasa.?

Hampir saja Nagagini melompat kegirangan. Pengalaman Bima dengan naga Aryaka menyiratkan bahwa ta’aruf menggunakan Bima akan berlanjut lebih jauh.

Mata Nagagini berbinar-binar mendengar penuturan Bima. Pemuda di hadapannya yang pernah melintas di pada mimpi tadi benar-sahih istimewa. Di pada darahnya sudah mengalir Tirta Rasakundha, sebuah daya kekuatan yg hanya dimiliki sang bangsa Naga. Tirta Rasakundha ibarat benang merah yg menghubungkan insting mereka, maka pantas saja terdapat getaran khusus pada antara kedua hati yang saling menyenangkan, membahagiakan & menentramkan. Nagagini semakin percaya bahwasannya rendezvous ini sudah diatur sang Sang Hyang Widiwasa. Betapa indahnya hari itu. Saat mereka buat pertamakali saling bertemu, saling mengenal dan terutama saling mengembangkan cinta, cinta antara laki-laki dan perempuan yg baru pertama kali ini bersemi, bahkan bersemi dengan cepat.

?Raden Bima, kamu menyampaikan sangat bahagia tinggal pada Saptapertala ini, lantas apa rencanamu selanjutnya??

Bima kebingungan sebentar, kemudian dia menjawab:

?Aku nir mempunyai planning apa pun, lantaran bagiku tinggal di tempat ini dan berdampingan dengan kamu, adalah segalanya.?

?Ooh! Benarkah Raden Bima? Aku merasa tersanjung sang kata-katamu Raden. Alangkah bahagianya apabila kamu tinggal pada sini berada di sampingku & tidak akan pernah meninggalkanku.?

?Sesungguhnya aku pun merasakan hal yang sama, ingin selalu berada di sampingmu, Nagagini.?

?Benarkah Raden?! Oo alangkah bahagianya jika rendezvous ini terus berlanjut sampai waktu yang tidak terbatas.?

?Iya, aku setuju Nagagini, lalu bagaimana caranya??

?Nah, itulah yg tadi aku tanyakan pada Raden, apa planning Raden selanjutnya??

?Terserah engkau Nagagini, saya manut.?

?Manut bagaimana ta Raden? Tidak selayaknya dalam hal ini laki-laki mengekor wanita.?

Nagagini tersenyum geli atas keluguan & kejujuran Bima. Mereka berdua semakin akrab. Dunia sebagai milik mereka berdua termasuk taman Saptapertala yang asri. Sehingga tidak menyadari kehadiran Puntadewa dan Arjuna pada taman tersebut. Sejak tiba di taman Saptapertala beberapa waktu kemudian, Puntadewa dan Arjuna tidak enak buat menyapa Bima yang sedang berduaan menggunakan Dewi Nagagini. Puntadewa & Arjuna membisu-membisu mengagumi Nagagini yang memiliki kecantikan khusus yg belum pernah mereka lihat sebelumnya. Kecantikan Nagagini merupakan kecantikan yang memancar dari dalam keluar melalui matanya, senyumnya, mobilitas-geriknya & semua kulitnya. Sungguh luar biasa. Pantas saja Bima yg lugu-kaku terpana karena itu.

Rupanya Puntadewa dan Arjuna kalah betah dengan Nagagini dan Bima di taman Saptapertala berlama-usang. Mereka akhirnya terpaksa menyapa Bima yg memang sudah beberapa saat nir menyadari kedatangan kakak dan adiknya.

Baru setelah disapa Puntadewa, Bima tersadar bahwa mereka nir hanya berdua pada taman Saptapertala.

?Adikku Bima, dan kamu Dewi Nagagini, maafkan kami sudah mengganggu kalian berdua. Kedatangan kami di taman ini buat menemui Bima dan mengajaknya bersama ibu Kunthi dan saudara termuda-dikku yang lain menghadap Sang Hyang Antaboga, penguasa kahyangan Saptapertala ini, malam ini juga.?

Bima mempunyai perasaan nir lezat kepada Puntadewa kakaknya. Lantaran sampai saat ini Puntadewa belum pernah menjalin hubungan akrab degan seseorang perempuan . Tetapi apa mau dikata, Bima menyadari bahwa dirinya adalah insan biasa, yang nir kuasa menolak atau pun menghindar menurut apa yang telah diatur sang Sang Hyang Tunggal. Termasuk pertemuannya menggunakan Nagagini bukanlah secara kebetulan, akan tetapi sudah diatur oleh-Nya.

Nagagini tersipu malu. Ia mempersilakan Bima mengikuti Raden Puntadewa dan Raden Arjuna meninggalkan taman Saptapertala. Taman yang menjadi saksi, bahwa pada loka ini 2 sejoli telah mengawalinya, merenda benang-benang cinta.

Kunthi, Puntadewa, Bimasena, Herjuna, Sadewa & Nakula diantar Nagatatmala menghadap Sang Hyang Antaboga yg bertahta di kahyangan Saptapertala. Sang Hyang Antaboga mengucapkan selamat tiba. Pada Kahyangan dasar Bumi l...Apis tujuh. Kunthi dan para Pandhawa secara bergantian mengucapkan terimakasih atas kebaikan Sang Hyang Antaboga, Nagatatmala & Nagagini dan kerabat Saptapertala yang sudah menolong dan memberi tempat yang glamor & nyaman. Sehingga mereka dapat merasa hening & aman, jauh berdasarkan bencana yg hampir saja merenggut jiwa mereka. Rasa stress berat yang mencekam masih dirasakan terutama sang Nakula & Sadewa, yg sampai kini masih sering menangis ketakutan.

Nagatatmala dan Nagagini ditugaskan oleh Hyang Antaboga buat menciptakan Kunthi dan anak-anaknya betah tinggal pada Saptapertala. Tempat yang disediakan & kuliner yang hidangkan diusahakan membuat mereka nyaman dan bahagia. Sehingga dengan demikian usaha untuk memulihan mentalnya dari syok yang diderita, terutama Sadewa & Nakula cepat berhasil. Tetapi yg lebih penting merupakan, bahwa jangan hingga insiden Bale Sigala-gala nantinya amenimbulkan dendam pada hati Kunthi & para Pandhawa.

Sang Hyang Antaboga mengetahui akan keadaan yang diderita Kunthi & Para Pandhawa baik secara lahir maupun batin. Oleh karena itu Kunthi beserta anak-anaknya disarankan buat ad interim waktu tinggal pada Kahyangan Saptapertala. Dengan tinggal beberapa lama pada Kahyangan Saptpertala, Hyang Antagoba berharap supaya Kunthi dan anak-anaknya sanggup melupakan insiden mecekam pada Bale Sigala-gala.

Ketika kebakaran Bale-Sigala-gala, bumi terasa panas. Sebagai Dewa penguasa bumi, Hyang Antaboga mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Dan menimpa mereka. Nagatatmala diutus untuk menyelamatkan para korban kebakaran. Maka berangkatlah Nagatatmala menyusuri bumi menunjuk ke loka kebakaran. Bersamaan dengan itu, pada Kahyangan Jonggring Saloka Batara Pengajar dan para Batara dan Batari merasakan hawa panas yg menyesakkan. Maka diutuslah Hyang Narada turun ke marcapada, menuju ke sumber hawa panas. Pada saat yang hampir bersamaan Batara Narada dan Nagatatmala bertemu di pintu terowongan, loka Kanana, Kunthi & para Pandhawa berusaha menyelamatkan diri. Di dalam suasana panik, gelap, sesak dan sempit, Batara Narada dan Nagatatmala menggunakan caranya masing-masing berusaha menolong & menyelamatakan Kunthi dan Pandhawa. Nagatatmala berubah sebgai garangan Putih bercahaya & Batara Narada menuntun membukakan jalan menuju Kahyangan Saptapertala, loka yg paling kondusif pada Bumi lapis ke tujuh. Secara mistik memahami-tahu mereka sudah berada pada depan pintu gerbang kerajaan yg latif megah.

Hingga sekarang Kunthi & anak-anaknya pula Kanana belum memahami secara pasti siapa yg telah menyelamatkan mereka & mengantarnya hingga ke kahyangan Sapta pertala, kecuali Kanana yg mengawalinya membuka terowongan buatannya atas perintah Yamawidura.

Hyang Antaboga merasa Kasihan pada Kunthi dan anakaanaknya. Semenjak meninggalnya Pandudewanata derita mereka silih berganti. Hal tadi dikarenakan Sengkuni, Gendari & Para Korawa selalu berusaha menyingkirkan para Pandhawa. ?Kunthi tanamkanlah di hati anak-anakmu perilaku welasasih. Welas asih pada siapa saja termasuk juga kepada orang yang memusuhi engkau . Lantaran hanya menggunakan perilaku welasasihlah orang gampang mengampuni dan tidak akan pernah tumbuh benih-benih dendam dihati.?

?Terimakasih Pukulun atas nasihatnya yg berharga. Aku akan melaksanakannya. Namun maaf Sang Hyang Antaboga, sebenarnya apa yang sesungguhnya terjadi dibalik insiden Bale Sigala-gala??

?Kunthi, sebenarnya engkau telah tahu, atau paling tidak kamu telah mencicipi kejanggalan-kejanggalan sebelum pesta berlangsung.?

?Hyang Pukulun, aku orang yang kurang pandai dan tumpul, sehingga nir merasakan kejanggalan-kejanggalan sebelumnya.?

Sang Hyang Antaboga nir mau berterus terang. Ia justru mengajak Kunthi dan para Pandhawa bersyukur, lantaran telah terhindar dari marabahaya.

?Namun maafkanlah Pukulun, bila boleh memahami siapakah yg menyelamatkan kami & menuntunnya hingga ke tempat ini??

Hyang Antaboga nir menjawab pertanyaan Kunthi, namun sekali lagi beliau mengajak Kunthi & anak-anaknya merayakan syukur atas keselamatan yg masih boleh diterima.

Sudah beberapa bulan Kunthi dan para Pandhawa dan juga Kanana tinggal pada Saptapertala. Hubungan antara Bimasena dan Naga Gini semakin intim, seakan-akan mereka nir mau berpisah. Dari hari ke hari cinta mereka semakin bersemi. Betapa latif & ajaibnya hidup yg penuh cinta. Terlebih lagi cinta yang semakin menjadi paripurna. Seperti rembulan waktu Purnamasidi, yang mampu membuat malam menjadi romantis indah mempesona. Bagaikan kidung malam yang syahdu menyusup kalbu, sampai membuat setiap manusia merasa betapa berharganya hayati ini

Kunthi adalah sosok ibu yang baik. Ia ikut bahagia melihat anaknya senang . Saat ini anak angka dua yang bernama Bimasena sedang mengalami kebahagiaan. Semenjak tinggal pada Kahyangan Saptapertala, Bimasena telah menjalin asmara menggunakan putri Sang Hyang Antaboga yang bernama Dewi Nagagini. Namun dibalik kebahagiaan tersebut ada kekhawatiran dibenak Kunthi. Pasalnya, Bimasena merupakan anak angka dua, jika pertalian Asmara menggunakan Dewi Nagagini nantinya berlanjut ke jenjang perkawinan, kemudian bagaimanakah menggunakan Puntadewa anak Kunthi yg nomor satu? Apakah ia rela dilangkahi oleh adiknya?

Di sudut taman bunga, Dewi Kunthi duduk sendirian. Hatinya terombang-ambing oleh 2 perasaan yang saling bergelayut. Disatu sisi perasaan senang yang tumbuh lantaran ikut merasakan kebahagiaan anak angka dua yg bernama Bimasena. Di sisi lain, perasaan murung lantaran Kunthi membayangkan alangkah sedihnya anak angka satu yang bernama Puntadewa karena belum menerima kesempatan buat mencicipi kebahagiaan menjalin asmara misalnya yg dialami Bimasena dan Dewi Nagagini.

Puntadewa yg melihat Ibunda Kunthi duduk sendirian lewat pukul 11 malam berniat buat menemaninya. Kedatangan Puntadewa dipercaya Kunthi sebagai pembenaran atas perasaannya yg sedang menggelayut di kalbunya. Apa yg dirasakan Puntadewa tentunya tidak jauh tidak sama menggunakan apa yg dirasakan Kunthi. Dengan persepsi yg demikian, Dewi Kunthi membuka pembicaraan.

?Anakku Punta, apa yg engkau rasakan malam ini??

?Aku merasa tenteram pada Saptapertala ini Ibu?

?Apakah adik-adikmu jua mencicipi seperti yang engkau rasakan??

?Iya Ibu?

?Termasuk pula adikmu Bima??

?Iya Ibu?

Kunthi menatap lembut anak sulungnya yang menggunakan polos menjawab setiap pertanyaan tanpa gejolak perasaan sesuai menggunakan yg diperkirakannya. Benarkah Puntadewa nir tersinggung atas sikap Bimasena yg lebih dahulu menjalin hubungan asmara dengan seorang wanita?

?Punta, maksud Ibu adalah, apakah engkau bahagia melihat Bimasena menjalin asmara menggunakan Dewi Nagagini??

?Tidak sekedar bahagia Ibu, namun aku benar-benar senang melihat adikku Bima senang menggunakan Dewi Nagagini. Alangkah sempurnanya kebahagiaan adikku Bima jika Ibu berkenan membicarakan hubungan antara mereka berdua kepada Sang Hyang Antaboga, dan meresmikan mereka sebagai suami isteri.?

Perkiraan Kunthi bertolak belakang menggunakan perasaan Puntadewa yg sesungguhnya. Kunthi terharu atas sikap Puntadewa. Walaupun sejak mini Kunthi tahu bahwa Puntadewa memiliki watak tabah & sikap mengalah terhadap siapapun, tidak mengenai soal asmara. Lantaran berdasarkan Kunthi, perkara asmara bagi anak belia merupakan perkara yang peka menimbulkan perseteruan.

?Punta, semula saya berniat buat melarang Bima bergaul lebih akrab dengan Nagagini, dengan pertimbangan bukankah kita pada sini telah ditolong, & diperlakukan seperti layaknya tamu terhormat? Apakah kita tega bersikap nir sopan pada tuan rumah dan putrinya? Tetapi niat itu aku urungkan, saya nir sampai hati memisahkan mereka berdua, karena hal tadi akan menyakitkan hati Bima & membuatnya ia bersedih. Oleh karenanya, demi kebahagiaan mereka berdua saya akan mengungkapkan kepada Sang Hyang Antaboga, sinkron yang kamu usulkan.?

Semua menyetujui usulan Puntadewa, terlebih Bimasena yg menyambutnya menggunakan sukacita. Maka hari pun dipilih buat menghadap Sang Hyang Antaboga menggunakan tujuan mengungkapkan interaksi antara Bimasena & Dewi Nagagni

Sang Hyang Antaboga didampingi oleh Nagatatmala menyambut kedatangan Kunthi & Puntadewa. Mereka berempat menyetujui hubungan Bimasena dan Dewi Nagagini diresmikan sebagai suami isteri.

?Kunthi, kebahagiaan anak-anak kita merupakan kebahagiaan kita menjadi orang tua. Hubungan antara Bimasena & Nagagini sudah sebagai kehendak ?Dewa? Kita wajib menaruh restu supaya mereka selalu senang dalam senang & sedih, sakit dan sehat jauh & dekat?

Hyang Antaboga tersenyum senang , mengawali kebahagiaan calon pengantin berdua yang nir usang lagi diresmikan

Ketika matahari mulai menerangkan sinarnya kemerah-merahan, terdengar suara gamelan mengalun dari di sentra kotaraja Saptapertala. Dari kejauhan bunyi gamelan tersebut terdengar menyatu dengan suara serangga-serangga malam yang saling bersaut-sautan. Perpaduan aneka bunyi tadi bagaikan sebuah komposisi musik para ilahi tatkala sedang melakukan pujaasmara.

Malam itu bunda kota Kahyangan Saptapertala berhias menggunakan keindahan. Bak gadis dewasa yg sedang bersolek manja. Disetiap sudut kota dipasang umbul-umbul serta rontek, dan dipadu menggunakan penjor-penjor berhiaskan janur kuning. Hiasan-hiasan tadi ditancapkan ke pinggir jalan dengan sudut kemiringan enampuluh derajat, sehingga seakan menunduk memberi salam hormat pada siapa saja yang melewati jalan itu. Kawula Saptapertala yang hampir sebagian besar berkulit kasar seperti sisik, berduyun-duyun menuju pusat koata raja. Di dunia bawah tanah pada lapis ke tujuh yang disebut Kahyangan Saptapertala ini kehidupannya tidak jauh tidak selaras dengan kehidupan pada atas global atau di marcapada, yang membedakan merupakan orang-orang di Saptapertala berkulit kasar misalnya sisik.

Menjelang tabuh tujuh, alun-alun Kotaraja berubah menjadi lautan manusia mereka datang berdasarkan penjuru negeri, ingin menyaksikan insiden yang amat bersejarah, yaitu perkawinan antara bangsa manusia & keturunan dewa ular. Perkawinan antara Raden Bimasena dan Dewi Nagagini.

Sebelum ke 2 Calon Penganten dipertemukan pada upacara Panggih, pada pendapa induk yg terletak pada pinggir alun-alun, diadakan tarian sakral lingga-yoni yg melambangkan perkawinan agung antara Dewa Siwa dan Dewi Uma. Konon tarian tersebut diadakan, merupakan buat ritual penghormatan kepada ilahi Siwa. Tetapi saat ini tarian tadi dipentaskan buat menyambut dan menghormat calon pengantin berdua. Selain itu tarian Lingga-yoni jua merupakan doa pengharapan agar bumi Saptapertala mengalami kesuburan & kesejahteraan.

Setelah tari Lingga-yoni terselesaikan, mengumandanglah kidung malam yg berisi sebuah mantra buat mengingatkan agar semua makhluk, baik yg kelihatan juga yang nir kelihatan saling menempatkan diri pada tempatnya, sinkron menggunakan demensi mereka, sebagai akibatnya diantara mereka tidak saling mengganggu.

Singgah-singgah kala singgah

pan suminggah durga kala sumingkir

sing aama sing awulu

sing asuku sing asirah

sing atenggak kalawan sing abuntut

padha sira suminggah

muliha mring dari neki

Hening suasana, seluruh yg hadir diam. Mereka mencoba mengikuti dan menghayati tiap istilah yang ditembangkan dengan telinga dan hatinya sampai hingga menggunakan nada terakhir. Maka legalah batin mereka, sehabis tembang singgah-singgah usai. Mereka berkeyakinan bahwa upacara panggih pengantin akan lancar & baik adanya.

Seperti apa yg direncanakan & dilaksanakan, semuanya berjalan dengan baik Raden Bimasena & Dewi Nagagini sudah resmi dipersatukan sebagai suami istri. Hyang Antaboga amat gembira menyaksikan pasangan Raden Bimasena dan Dewi Nagagini. Bagi Dewa penguasa bumi ini, perkawinan antara Raden Bimasena & Dewi Nagagini tidaklah merupakan perkawinan dalam umumnya. Perkawinan mereka bagaikan symbol bersatunya antara bangsa insan & bangsa ular yg selama ini tidak saling bersahabat. Atau juga dapat dimaknai sebagai upaya buat membentuk pulang keharmonisan alam. Tetapi yg lebih krusial dan sangat disyukuri sang Dewi Kunthi & Sang Hyang Antaboga merupakan bahwa perkawinan tersebut telah mengalihkan perhatiannya Bimasena khususnya atas kejahatan Sengkuni & Korawa yg sudah mencelakai para Pandhawa.

Seandainya saja Bimasena tidak berjumpa dengan Dewi Nagagini, tentu saja panas hatinya akan semakin menjilat tidak terkendali dan membakar Sengkuni dan para Korawa. Namun syukurlah sebelum semuanya terjadi Dewi Nagagini sudah menyiram hatinya menggunakan kelembutan dan kesegaran. Sehingga malam itu Bimasena tak bisa lagi melepaskan pelukan Nagagini yang menentramkan.

Kebahagian Bimasena jua menjadi kebahagiaan Puntadewa & saudara termuda-adiknya. Tidak misalnya yang dikhawatirkan Kunthi, bahwa Puntadewa menjadi saudara sulung akan merasa di langkahi sang adiknya. Bimasena dan Dewi Nagagini menikmati masa bulan madu yg benar-benar membahagiakan. Namun ada saat berjumpa & terdapat waktu berpisah. Waktu buat menikmati sebuah kebahagiaan pada dunia mana pun tidaklah abadi, bahkan dapat dikatakan terbatas. Demikian halnya dengan pasangan temanten baru Bimasena & Nagagini

Mereka boleh puas menikmati ketika bercengkerama yg tidak genap satu tahun. Walaupun begitu, cinta diantara mereka sudah mengakibatkan benih pada rahim Dewi Nagagini. Berat rasanya buat meninggalkan isterinya yang sedang hamil. Tetapi apaboleh buat tugas sebagai kesatria dan pelindung Ibu dan saudara-saudara berada di atas kepentingan pribadinya. Bahkan sebagai salah satu pewaris tahta Hastinapura, Bimasena beserta Pandhawa berkewajiban berjuang untuk mengembalikan kekuasaan yg kini dikuasai oleh warga Korawa. Bagi masyarakat Pandhawa sesungguhnya bukan kekuasaan itu yg ingin dikuasai, melainkan menjadi bukti rasa baktinya pada warga Hastinapura yang mempercayakan tahta Hastinapura kepada putra-putra Pandudewanata. Suara masyarakat itulah yg sebagai tenaga usaha buat meraih kekuasaan.

Dengan alasan itulah Sang Hyang Antaboga menyarankan supaya Kunthi dan anak-anaknya, termasuk menantunya segera meninggalkan Kahyangan Saptapratala menuju Hastinapura, untuk menunaikan panggilannya sebagai pewaris tahta.

Pagi-pagi sahih, Kunthi, Puntadewa, Bimasena, Arjuna, Nakula dan Sadewa & jua Kanana seorang abdi menurut Panggomabakan pakar membuat terowongan meninggalkan Kahyangan Saptapertala. Perpisahan yang mengharukan antara Dewi Nagagini & Bimasena nir dapat dihindarkan. Namun diantara mereka terdapat janji buat saling bertemu pulang agar cinta mereka berdua semakin sempurnya adanya.

Mereka diantar sang Sang Hyang Antaboga dengan pethitnya atau ekornya. Dan tiba-datang saja mereka sudah berada dipermukaan bumi, yg dipanasi & diterangi oleh surya. Semakin lama bumi Saptapertala semakin jauh ditinggalkan. Kunthi & Para Pandhawa menuju jalan ke Hastinapura sedangkan Kanana menuju ke Panggombakan.

Dikisahkan perjalanan Kunthi & Pandhawa sampailah pada sebuah desa yang sangat fertile tanahnya. Namun ada keganjilan yg dirasakan. Banyaknya rumah kosong tanpa berpenghuni mengakibatkan dugaan terdapat hal yg tidak beres pada desa tersebut. Kunthi & anak-anaknya beristirhat pada galat satu tempat tinggal akbar yg tidak terurus. Rumput liar pada laman depan dan samping tempat tinggal mulai tumbuh lebat. Herjuna mengelilingi rumah tadi, siapa memahami terdapat orang yg mampu ditanya ihwal desa tadi. Tetapi nir terdapat satu pun orang yang nampak disekitar tempat tinggal . Sadewa dan Nakula merengek minta makan. Kunthi kebingungan. Disuruhnya Bimasena dan Harjuna mencari makan di dusun sebelah yang berpenghuni.

No comments:

Post a Comment

Home Furniture Store