Pages

Sunday, July 19, 2020

Dari Rengasdengklok Hingga Pegangsaan Timur

Perang Dunia II yang berkecamuk sejak tahun 1939 telah menyebabkan kedua kelompok yakni Sekutu dan negara-negara fasis saling menyerang. Pada tanggal 6 Agustus 1945, bom atom pertama diledak kan di kota Hirosihma, sementara pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom diledakan di kota Nagasaki. Kehancuran Kota Hiroshima dan Nagasaki memukul perasaan bangsa Jepang. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu, inilah yang menandai berakhirnya Perang Dunia (PD) II.

Pada lepas 7 Agustus 1945, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yg tugasnya melanjutkan pekerjaan BPUPKI yg diketuai sang Ir. Sukarno menggunakan wakil Drs. Moh. Hatta.

Pada lepas 9 Agustus 1945 Jenderal Terauchi memanggil Sukarno, Moh. Hatta, & Rajiman Wedyodiningrat buat pulang ke Dalat, Saigon. Kemudian Terauchi menegaskan bahwa Jepang akan menyerahkan kemerdekaan pada bangsa Indonesia. Sukarno, Moh. Hatta, & Rajiman Wedyodiningrat pulang balik ke Jakarta pada tanggal 14 Agustus.

A. Perbedaan Pendapat dan Penculikan

Para pemuda mendesak para tokoh senior buat segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sutan Syahrir segera menemui Moh. Hatta & mendesak agar Sukarno dan Moh. Hatta segera memerdekakan Indonesia. Tetapi, ternyata Sukarno dan Moh. Hatta belum bersedia.

Hari Rabu lepas 15 Agustus 1945 sekitar pukul 22.00 WIB, para pemuda yg dipimpin Wikana, Sukarni, dan Darwis datang di tempat tinggal Sukarno. Wikana & Darwis memaksa Sukarno buat memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia paling lambat lepas 16 Agustus 1945. Tetapi Soekarno menolak.

Para mengadakan pertemuan pada Jl Cikini 71 Jakarta antara lain Sukarni, Yusuf Kunto, Chaerul Saleh, dan Shodanco Singgih. Mereka sepakat buat membawa Sukarno & Moh. Hatta ke luar kota supaya jauh dari dampak Jepang & bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Tanggal 16 Agustus rombongan Sukarno, Moh. Hatta, dan para pemuda menuju Rengasdengklok. Mereka diterima oleh Shodanco Subeno dan Affan. Mereka ditempatkan di tempat tinggal Kie Song yg simpati dalam perjuangan bangsa Indonesia.

Jakarta berada pada keadaan tegang karena lepas 16 Agustus 1945 seharusnya diadakan pertemuan PPKI, tetapi Sukarno dan Moh. Hatta tidak terdapat pada tempat. Ahmad Subarjo segera mencari ke 2 tokoh tadi. Akhirnya sesudah terjadi kesepakatan menggunakan Wikana, Ahmad Subarjo ditunjukkan & diantarkan ke Rengasdengklok oleh Yusuf Kunto.

Akhirnya Ahmad Subarjo menaruh agunan. Jika besok (tanggal 17 Agustus) paling lambat pukul 12.00, belum terdapat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, taruhannya nyawa Ahmad Subarjo. Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, & rombongan kembali ke Jakarta.

B. Perumusan Teks Proklamasi

Rombongan Sukarno segera kembali ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1. Di rumah Maeda, hadir para anggota PPKI, para pemimpin pemuda, para pemimpin konvoi, dan beberapa anggota Chuo Sangi In. Laksamana Maeda simpatik terhadap gerakan kemerdekaan Indonesia.

Sukarno dan Moh. Hatta diantarkan Laksamana Maeda menemui Gunseikan Mayor Jenderal Hoichi Yamamoto, akan namun Gunseikan menolak mendapat Sukarno-Hatta pada tengah malam. Dengan ditemani sang Maeda, Shigetada Nishijima dan Tomegoro Yoshizumi serta Miyoshi, mereka pulang menemui Somubuco Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, menggunakan maksud buat menjajaki sikapnya terhadap aplikasi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Berdasarkan keadaan status quo Jepang, Nishimura melarang Sukarno-Hatta buat mengadakan kedap PPKI dalam rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Sampailah Sukarno-Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi buat membicarakan soal kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang.

Sukarno dan Hatta balik ke tempat tinggal Maeda buat merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Nishimura bersama Sukarni, Sudiro, & B.M. Diah menyaksikan Sukarno, Hatta, & Ahmad Subarjo membahas perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Sukarni mengusulkan supaya teks proklamasi relatif ditandatangani dua orang tokoh, yakni Sukarno & Moh. Hatta, atas nama bangsa Indonesia, kemudian diserahkan pada Sayuti Melik buat diketik.

Sukarni mengusulkan agar naskah tadi dibacakan di Lapangan Ikada, namun Sukarno nir putusan bulat, karena tempat itu merupakan tempat generik yang dapat memancing friksi antara rakyat menggunakan militer Jepang. Beliau sendiri mengusulkan agar Proklamasi dilakukan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No.56.

C. Pembacaan Proklamasi

Mereka telah putusan bulat buat memproklamasikan kemerdekaan di rumah Sukarno pada Jl. Pegangsaan Timur No. 56 dalam pukul 10 pagi. Hatta berpesan kepada B.M. Diah buat memperbanyak teks Proklamasi dan menyiarkannya ke seluruh dunia.

Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan Proklamasi, dr. Muwardi meminta Latief Hendraningrat beserta beberapa anak buahnya untuk berjaga-jaga di sekitar rumah Sukarno. Walikota Jakarta, Suwiryo memerintahkan kepada Wilopo untuk mempersiapkan mikrofon, Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud untuk menyiapkan tiang bendera. Bendera dijahit Ibu Fatmawati sendiri  yang dikenal dengan bendera pusaka.

 Perang Dunia II yang berkecamuk sejak tahun Dari Rengasdengklok Hingga Pegangsaan Timur

Hari Jumat Legi, sempurna pukul 10.00 WIB, Sukarno & Moh. Hatta keluar ke serambi depan, diikuti oleh Ibu Fatmawati. Sukarno dan Moh. Hatta membacakan teks proklamasi dan dilanjutkan pengibaran bendera Merah Putih yang dilakukan sang Latief Hendraningrat & S. Suhud. Bersamaan menggunakan naiknya bendera Merah Putih, para hadirin secara impulsif menyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa ada yg memimpin.

D. Kebahagiaan Rakyat atas Kemerdekaan Indonesia

Pada lepas 22 Agustus, Jepang akhirnya secara resmi mengumumkan penyerahannya pada Sekutu. Antara tanggal 3-11 September, para pemuda di Jakarta merogoh alih kekuasaan atas stasiun-stasiun kereta api, sistem listrik, & stasiun pemancar radio tanpa menerima perlawanan menurut pihak Jepang. Pada akhir bulan September, instalasi-instalasi krusial pada Yogyakarta, Surakarta, Malang, & Bandung pula sudah berada di tangan para pemuda Indonesia.

Tanggal tiga September 1945, para pemuda merogoh alih kereta api termasuk bengkel di Manggarai. Tanggal 5 September 1945, Gedung Radio Jakarta dapat dikuasai. Tanggal 11 September 1945, seluruh Jawatan Radio berhasil dikuasai sang Republik. Oleh karenanya, tanggal 11 September dijadikan hari lahir Radio Republik Indonesia (RRI).

Tanggal 19 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII telah mengirim dawai ucapan selamat pada Presiden Sukarno & Wakil Presiden Moh. Hatta atas berdirinya Negara Republik Indonesia & atas terpilihnya 2 tokoh tadi sebagai Presiden & Wakil Presiden.

Sri Sultan Hamengkubuwana IX & Sri Paku Alam VII dalam tanggal 5 September 1945 mengeluarkan amanat antara lain menjadi berikut.

  1. Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat bersifat kerajaan dan merupakan daerah istimewa dari Negara Indonesia.
  2. Sri Sultan sebagai kepala daerah dan memegang kekuasaan atas Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat.
  3. Hubungan antara Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara RI bersifat langsung. Sultan selaku Kepala Daerah Istimewa bertanggung jawab kepada Presiden.

Pada tanggal 19 September 1945, seorang bernama Ploegman dibantu mitra-kawannya mengibarkan bendera Merah Putih Biru di atas Hotel Yamato. Hal ini telah mendorong kemarahan para pemuda yg lalu menyerbu Hotel Yamato & menurunkan bendera Merah Putih Biru, lalu merobek bagian warna birunnya sebagai akibatnya sebagai bendera Merah Putih.

No comments:

Post a Comment