Pages

Sunday, July 18, 2021

Sagotra Dan Rara Winihan

Dikisahkan bepergian Kunthi & Pandhawa sampailah di sebuah desa yang sangat fertile tanahnya. Tetapi terdapat keganjilan yg dirasakan. Banyaknya rumah kosong tanpa berpenghuni menimbulkan dugaan ada hal yg tidak be...Res pada desa tadi. Kunthi & anak-anaknya beristirhat di galat satu rumah akbar yang tidak terurus. Rumput liar pada laman depan dan samping tempat tinggal mulai tumbuh lebat. Herjuna mengelilingi rumah tersebut, siapa tahu ada orang yang mampu ditanya ihwal desa tersebut. Tetapi nir terdapat satu pun orang yang nampak disekitar tempat tinggal . Sadewa & Nakula merengek minta makan. Kunthi kebingungan. Disuruhnya Bimasena dan Harjuna mencari makan pada dusun sebelah yg berpenghuni.

Sepeninggal Bima & Harjuna dari tempat itu, Kunthi memasang telinganya. Alisnya berkerut, menandakan ada sesuatu yg didengarnya.

?Puntadewa ke sinilah, rupanya ada orang di dalam tempat tinggal ini. Coba dengarlah baik-baik. Tidak salahkah pendengaranku bahwa ada beberapa orang sedang berbicara?

Puntadewa mengangguk, menggiyakan indera pendengaran sang bunda Kunthi, bahwasanya di rumah yg tidak terurus ini masih ada penghuninya.

Siapakah mereka & apa yang mereka bicarakan? Kunthi dan Puntadewa memasang pendengaran di dinding bambu yang membujur ke belakang rumah.

Bima, telah jauh meninggalkan tempat di mana Kunthi, Puntadewa dan kembar berada, namun belum juga menjumpai seseorang yg bisa dimintai makan buat kembar adiknya

Sementara itu sudah beratus langkah Harjuna berjalan belum terdapat orang yg dijumpai. Harjuna semakin heran. Apabila ada perang yg mengakibatkan orang di desa ini mengungsi ke luar desa, nyatanya tidak ada tanda-tanda kerusakan akibat perang. Lalu apa yang mengakibatkan desa ini seperti tewas? Belum lagi Harjuna memikirkan hal lain, tiba-datang dia melihat seorang wanita muda yang sedang mencari air di sendang.

Harjuna sedikit lega, karena dalam akhirnya dia mendapatkan seorang di dusun yg sebelumnya dipercaya tak berpenghuni. Dengan perasaan nir sabar, Harjuna menunggu perempuan yg sedang merogoh air, & lalu mengikutinya berdasarkan belakang. Mengetahui bahwa langkahnya diikuti seorang pria yg belum dikenal, perempuan yang membawa kelenting dipinggangnya tadi meningkatkan kecepatan langkahnya. Bagi Harjuna hal tadi justru kebetulan, semakin cepat hingga di rumah akan semakin baik, lantaran dengan demikian, mudah-mudahan ada makanan pada rumahnya dan sebagian boleh diminta buat menolong saudara termuda kembarnya yang kelaparan.

Setengah berlari wanita yang berwajah manis tadi menuju pada sebuah tempat tinggal yg cukup besar , halamannya luas dan tertata rapi. Sesampainya pada depan tempat tinggal , dengan tergesa, wanita tersebut membuka pintu yang tidak dikunci, sehabis meletakkan kelenthing penuh air pada atas amben kayu, wanita tersebut segera memeluk lelaki usia 3 puluhan yang berdiri dibalik pintu.

Rumah akbar tersebut merupakan Rumah Ki Sagotra, Lurah Desa Sendangkandayakan atau lebih seringkali diklaim desa Kabayakan. Ki Lurah Sagotra masih terhitung pengantin baru, lantaran belum ada satu tahun dia menikah dengan wanita belia berparas manis yg bernama Endang Sumekti atau Rara Winihan. Tetapi sejak menjadi isteri Sagotra, Rara Winihan belum mau memadu asmara. Sagotra pantas prihatin dan bersedih atas perilaku isterinya. Tetapi karena cintanya yang begitu akbar pada Rara Winihan, Sagotra selalu bersabar dalam kesetiaan.

Maka benar-benar mengejutkan dan mengherankan waktu datang-datang saja, pergi berdasarkan mencari air, isterinya mendekap erat-erat & menyembunyikan wajahnya yang manis kedalam dada Ki Sagotra. Tidak bisa dibayangkan betapa bahagianya perasaan Ki Sagotra pada ketika itu. Karena selama ini, jangankan saling berpelukan, didekati saja isterinya selalu menghindar.

?Kakang tolonglah!, saya takut, saya dikejar-kejar seorang lelaki.?

Wanita muda berparas manis tadi menempelkan wajahnya pada dada laki-laki yang adalah suaminya. Jantungnya berdetak cepat karena ketakutan. Mendapat pengaduan berdasarkan isterinya, Ki Sagotra seakan-akan menampakkan kemarahan terhadap lelaki yang sudah berani mengganggu isterinya. Tetapi sesunguhnya dilubuk hatinya yang paling pada Ki Sagotra justru berterimakasih pada lelaki yg sudah mengganggunta. Pasalnya gara-gara lelaki tadi, isterinya mau memeluk dirinya buat meminta perlindungan.

Dhuh Gusti, beginilah rasanya dipeluk isterinya, dijadikan loka untuk mengadu dan dijadikan tumpuan proteksi sang isterinya. Isterinya yg selama ini tidak menghirauakan dirinya. Ki Sagotra memang ingin menemui lelaki yang telah berani membuntuti isterinya, namun nir buat memarahinya, melainkan justru ingin mengucapkan terimakasih. Karena secara nir pribadi lelaki tersebut sudah membantu menyadarkan isterinya untuk menempatkan suaminya menjadi mana seharusnya.

Ki Sagotra mengelus rambut Rara Winihan dengan penuh cinta, sembari menenangkan hatinya, buat kemudian keluar menuju ke laman tempat tinggal . Baru beberapa langkah meninggalkan pintu rumahnya, Ki Sagotra terkejut, lelaki yg mengganggu isterinya telah berdiri di laman. Wajahnya amat ganteng , walaupun menggunakan sandang sederhana, kulitnya bersih & bersinar. Seperti ada yang memerintahkan Ki Sagotra untuk menunduk hormat kepada lelaki tadi. Dengan perilaku bak seorang abdi pada tuannya. Ki Sagotra bertanya mengenai nama, dari muasal & keperluannya lelaki asing tersebut datang pada Desa Kabayakan.

?Namaku Harjuna, anak Prabu Pandudewanata yg angka tiga, saya tiba nir buat mengganggu rumah tangga kalian, tetapi saya ingin memohon belaskasihan buat mendapatkan 2 bungkus nasi bagi saudara termuda kembarku yang kelaparan .

?Adhuh Raden, maafkan saya Lurah Sagotra dan isteriku Rara Winihan ini atas segala tindakan yang nir pantas kami lakukan terhadap salah satu pewaris tahta Hastinapura.?

Ki Lurah Sagotra yg lalu diikuti sang Rara Winihan berjongkok dan menyembah Harjuna.

?Ki lurah Sagotra & Rara Winihan jangan hiperbola memperlakukan aku , saya nir membutuhkan perlakuan seperti itu, dua kemasan nasi bagiku sangat berarti buat menolong saudara kembarku yg menangis kelaparan. Apakah kalian tidak keberatan menaruh 2 bungkus nasi kini jua??

?Jangankan hanya dua kemasan nasi, segerobakpun akan kami haturkan sebagai pertanda bulu bekti kawula kepada raja.?

?Ki Sagotra, buat ad interim ini aku hanya membutuhkan dua bungkus nasi?

Ki Sagotra & Rara Winihan segera menghaturkan 2 kemasan nasi pada Harjuna. Sebelum meninggalkan Ki Lurah Sagotra dan Rara Winihan, Harjuna berpesan bahwa sikap bakti antara kawula kepada rajanya nir mengutamakan hasil bumi yg berupa kuliner, melainkan hatilah yang diutamakan. Demikian pula seseorang raja hendaknya juga berbakti pada kawula denga hatinya. Artinya dengan semua akal budinya buat menyejahterakan rakyatnya. Apabila hati yg diutamakan niscaya, kesejahteraan yang berupa makanan & hasil bmi bakal melimpah ruah.

?Jika demikian Raden, pada saatnya saya akan mengorbankan seluruh jiwa ragaku termasuk hatiku demi kejayaan junjungan kami, pewaris tahta Hastinapura yg sah.

?Terimakasih Sagotra, aku mohon pamit.?

Ki Sagotra & Rara Winihan tidak pernah berkedhip memandangi Harjuna meninggalkan laman tempat tinggal . Ketika Harjuna nir kelihatan lagi, ke 2 pasang mata tadi saling bertatap. Ada getar menyentuh kalbu. Oh betapa menjejukkan pandangan matamu kakang. Istilah Winihan pada hati. Demikian jua Ki Lurah Sagotra pun merasa sesuatu yang istimewa. Mengapa nir dari dahulu bola matamu kau abaikan telanjang dihadapanku? Keduanya menatap semakin dekat. Dan lalu rara Winihan menempelkan badannya yg lunak & hangat ke dalam pelukan Ki Lurah Sagotra. Keduanya berpelukan sangat erat, takut buat berpisah. Mereka disadarkan, bahwa selama ini mereka sudah menyia-nyiakan cinta yang dianugerahkan.

?Kakang saya mencintaimu?

?Winihan?

Cukup hanya menyebut namanya saja, sehabis itu Sagotra tak kuasa meneruskan kata-ucapnya. Kebahagiaannya melebihi estetika kata-kata. Pelukan isterinya yang pasrah, membuat Lurah belia itu terharu. Terharu lantaran dirinya mulai dipercaya sang isterinya buat sebagai pelindung keluarga yang menentramkan.

Senja mulai merambat malam. Bulan separo lepas telah menggelantung di langit buat menemani bintang-bintang yg bertaburan menghias langit. Lampu-lampu minyak & lentera mulai dinyalakan. Baik di dalam tempat tinggal juga di sudut halaman, untuk menyisihkan pekatnya malam.

Di tempat tinggal induk bagian tengah sebelah kanan, terdapat kamar yang disebutnya menggunakan kamar pengantin. Tetapi sejak diset pertama kali yaitu pada waktu Sagotra & Winihan diresmikan menjadi suami isteri sampai sekarang kamar tersebut belum pernah dipakai. Tetapi walaupun begitu, kamar tadi selalu harum semerbak, rapi & bersih. Jika bunga yg ada mulai layu, akan segera diganti dengan yg baru. Setiap hari Sagotra memasuki kamar tersebut dengan tujuan buat sebuah asa. Harapan yg selalu dihidupi & diperbaharui setiap hari. Harapan sebuah kepastian, bahwa dalam saatnya nanti ia dan isterinya bisa mengfungsikan kamar pengantin tadi sebagai mana mestinya.

Malam itu, hari yang ke 369 semenjak pernikahannya, Sagotra & Winihan beriringan memasuki kamar pengantin. Ada indikasi-tanda bahwa harapan Sagotra akan segera terwujud. Harapan buat mengfungsikan kamar pengantin benar-benar sebagai kamar pengantin. Setelah keduanya memasuki kamar, sementara waktu kemudian bunyi pintu berderit lembut, & kamarpun tertutup rapi. Tidak ada lagi sarana yg bisa mendeskripsikan betapa nikmat dan mulianya malam itu. Malam pertama bagi pasangan Sagotra dan winihan.Pada kamar pengantin yg telah diset lebih berdasarkan setahun kemudian. Dan kidung malam pun menggema pada dasar sanubari kedua insan yg sedang memadu kasih.

Bagaikan anak kidang

haus akan telaga.

Entah berapa waktu bisa bertahan

jika tidak menerima

seteguk pelepas dahaga

beruntunglah ketika kekeringan

belum benar-benar kemarau

air mata masih menetes

& cinta pun masih tersisa

langit bermurah hati

mengguyur segar lingga & yoni

dewa & dewi kesuburan berdendang senang

membaca mantra asmara

dhuh Gusti ?

Nikmat-Mu adalah tak pernah mati

mengabadikan

nikmat kami

malam ini

malam pertama

?Rara Winihan, apa yang engkau inginkan?

?Anak laki-laki yang gagah dan sakti Kakang?

?Mengapa tidak menginginkan anak perempuan yg cantik?

?Siapakah nanti yg akan melindungi??

?Tentu saja aku ?

?Sungguh Kakang? Apabila yang mengancam Prabu Dwaka??

?E .. E? E?.

Mendengar nama Prabu Dwaka atau lebih tak jarang diklaim Prabu Baka, Ki Lurah desa Sagotra tersebut mendadak kelu pengecap. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Badannya sebagai semakin dingin ketika angin pagi yg membawa embun mulai membasahi genteng & dinding rumah lurah desa Kabayakan. Sagotra menyesali, kenaapa dalam saat-waktu yg sangat membahagiakan ini datang-datang saja pembicaraan mereka meski sampai pada nama Prabu Baka? Tidak saja bagi Sagotra, nama Prabu Baka adalah nama yg mampu membuat poly orang ketakutan. Terutama bagi warga di semua wilyah negara Ekacakra, termasuk desa Kabayakan.

Prabu Dwaka atau Baka merupakan raja yg berkuasa di negara Manahilan atau Ekacakra. Ia bertulang akbar, berkekuatan seribu gajah & saktimandraguna. Namun sayang kedahsyatannya sang raja nir diperuntukan buat mengayomi kawula, tetapi justru untuk menancapkan sifat arogansi yg nir manusiawi demi untuk memuaskan nafsu pribadinya. Perlu diketahui bahwa Prabu Baka memiliki norma yg mengerikan & sekaligus menjijikkan. Yaitu, setiap bulan tua dia meminta disediakan satu orang manusia buat disantap. Kebiasaan itulah yang telah menebar rasa takut dan kengerian yg berlebihan bagi setiap rakyatnya. Namun lantaran dia raja yg berkuasa, kuat dan sakti, tidak terdapat yang berani menentangnya, termasuk jua Ki Lurah Sagotra.

Ketidak beranian Lurah Sagotra untuk melindungi warganya itulah yg menyebabkan Rara Winihan dan rakyat Desa Kabayakan kecewa. Padahal sebelum Sagotra dipilih menjadi Lurah, beliau dengan lantang berjanji akan melindungi dan membela warganya menurut aneka macam ancaman bahaya, baik berdasarkan dalam juga dari luar negara.

Tetapi selesainya dipilih dan diangkat sang penduduk sebagai lurah desa Kabayakan, Sagotra tidak menepati janji. Lurah Muda tersebut nir berani melindungi galat satu warganya yg diambil paksa oleh utusan Prabu Baka buat dijadikan korban. Yang lebih memukul warga kabayakan adalah bahwa pengambilan paksa tadi dilakukan pada waktu warga Desa Kabayakan sedang punya gawe, yaitu malam midodareni perkawinannya Lurah Muda Sagotra dengan Rara Winihan. Atas kejadian tersebut, rakyat Desa Kabayakan sangat kecewa menggunakan sikap Lurah Sagotra yg membiarkan keliru satu warganya ditangkap diikat & dimasukan ke dalam gerobag, buat lalu dibawa ke Ekacakra..

Sepeninggal utusan Prabu Baka, desa Kabayakan berkabung Rangkaian Upacara Perkawinan pada rumah Rara Winihan permanen berlangsung, tetapi nir ada suka cita di sana.. Rara Winihan yang mejadi pusat dan pelaku primer upacara perkawinan justru menunjukan paras yang gelap & sedih. Dibanding Sagotra, Rara Winihan lebih dapat mencicipi jeritan ketakutan warga Kabayakan. Ia sangat kecewa memiliki seorang Lurah yg nir bisa dijadikan pelinndung warganya. Apalagi Lurah tersebut sementara waktu lagi akan sebagai suaminya. Lalu bagaimana jika nantinya dirinya yang terancam? Apakah ia berani melindungi? Aku nir mau memiliki seorang suami penakut, nir berani melindungi isterinya & nir peduli dengan rakyatnya.

Oleh lantaran kekecewaan Rara Winihan atas diri Lurah Sagotra, dia berjanji pada hati, nir mau menjadi isteri Sagotra bila Sagotra tidak dapat membuktikan bahwa beliau merupakan pelindung bagi isterinya dan rakyatnya. Walaupun waktu itu, Rara Winihan permanen diresmikan menjadi Isteri Sagotra, lebih dari setahun beliau tidak mau melayani Sagotra menjadi suami. Beruntunglah dalam hari ke 369 sejak dia menikah dan semenjak peristiwa pada Kabayakan, pertolongan datang. Ada sebuah insiden yg mengakibatkan Sagotra berperan sebagai pelindung atas Rara Winihan yang ketakutan dibuntuti Harjuna. Dan buahnya adalah: Malam Pertama.

(Herjaka HS)

No comments:

Post a Comment