Pages

Showing posts with label Lain-lain. Show all posts
Showing posts with label Lain-lain. Show all posts

Saturday, July 31, 2021

ANIMANDAYA

ANIMANDAYA BEGAWAN, terkadang dianggap Begawan Nimandaya atau Nimandawya, adalah pertapa Sakti yg mengutuk Batara Darma sebagai akibatnya dewa kejujuran, keadilan, & kebenaran itu wajib menjalani hayati menjadi insan biasa yang dilahirkan oleh wanita berdarah sudra.

Pada suatu waktu ketika:

Begawan Animandaya sedang bertapa diam, seorang pencuri masuk ke pertapaannya. Pencuri itu menyembunyikan barang curiannya di keliru satu sudut pertapaan, kemudian ia bersembunyi. Beberapa waktu kemudian datanglah para punggawa kerajaan yang mengejar pencuri itu. Mereka menanyakan kepada sang Pertapa, di manakah pencuri itu bersembunyi. Namun lantaran selama bertapa mbisu nir boleh berbicara, Begawan Animandaya tidak menjawab sepatah istilah pun. La permanen saja meneruskan tapanya.

Karena nir menerima jawaban, para prajurit kemudian masuk dan menggeledah pertapaan. Tidak usang lalu mereka menemukan barang curian itu. Lantaran adanya barang bukti itu Begawan Animandaya ditangkap & dibawa ke hadapan raja.

Sang Raja menanyakan soal barang curian yang ditemukan pada pertapaan itu pada Begawan Animandaya, tetapi pertapa itu permanen saja diam. Akibatnya, oleh Raja murka dan menjatuhkan sanksi yg amat berat kepada Begawan Animandaya. Tubuh pertapa itu ditusuk menggunakan tombak pada bagian anusnya, tembus sampai ke ubun-ubun. Namun lantaran kesaktian yang dimilikinya, Begawan Animandaya tidak meninggal. Ia permanen hayati dan sehat segar, walaupun sebatang tombak membuat tubuhnya seperti sate. Melihat kesaktian sang Pertapa yang luar biasa ini sang Raja menyesal dan minta maaf atas kecerobohannya menjatuhkan hukuman. Sang Pertapa memaafkannya.

Bertahun-tahun lalu Begawan Animandaya meninggal karena usia tua. Di kahyangan suksma sang Pertapa tiba menemui Batara Darma & menanyakan mengenai pengalamannya saat hidup di dunia. Mengapa saat masih hayati dulu ia wajib menerima nasib tidak baik & mengalami penyiksaan keji padahal selalu berbuat kebaikan. Batara Darma menjawab, memang seingat Animandaya ia selalu berbuat kebaikan & nir pernah berbuat keji. Tetapi Batara Darma mengingatkan, ketika masih mini Animandaya pernah menyiksa seekor belalang menggunakan menusuk tubuh binatang itu hayati-hayati dengan sebatang lidi. Menurut Dewa Keadilan, apa yang pernah dialami sang Begawan Animandaya semasa hidupnya telah sinkron dengan karmanya.

Jawaban Batara Darma ini nir memuaskan Begawan Animandaya. Setahu pertapa itu, anggaran kepercayaan apa pun tidak menyebutkan bahwa perbuatan anak-anak tidak dianggap menjadi suatu dosa, apa lagi bilamnna si Anak yang berbuat itu belum paham tentang soal galat dan sahih. Mendengar bantahan Animandaya itu, Batara Darma terdiam. Ia nir dapat menjawab.

Karena nir puas, Animandaya kemudian mengucapkan kutukannya, Batara Darma wajib menjalani hidup di global menjadi insan biasa, & dilahirkan sang seorang wanita berdarah sudra. Kutukan itu ternyata terbukti, Batara Darma terpaksa turun ke global & menitis dalam Yama Widura, putra Abiyasa dari Dayang Drati, seorang pelayan istana yang berdarah sudra.

Asal : http://blvckshadow.Blogspot.Com/2010/03/animandaya-begawan.Html

Sunday, July 25, 2021

Suryakaca

ARYA SURYAKACA adalah putra Gatotkaca. raja negara Pringgandani dengan permaisuri Dewi Suryawati, putra Bathara Surya dengan Dewi Ngruni. Ia mempunyai dua orang saudara seayah lain ibu, yaitu; Arya Jayasupena, putra Dewi Sumpani, dan Bambang Sasikirana, putra Dewi Pregiwa, putri Arjuna dengan Dewi Manuhara.

Seperti ayahnya, Suryakaca mempunyai watak seorang bagak, sopan santun, teguh, andal & senang melindungi yg lemah. Selain sakti, beliau jua mampu terbang ke dirgantara.

Seperti 2 orang saudaranya, Arya Jayasupena dan Bambang Sasikirana, Suryakaca juga nir ikut terjun kekancah pertempuran perang Bharatayuda. Setelah berakhirnya perang Bharatayuda dan Parikesit naik tahta negara Astina menggantikan kakeknya, Prabu Karimataya/Prabu Yudhistira, Suryakaca diangkat sebagai senapati negara Astina.

Friday, February 5, 2021

Suratimantra

DITYA SURATIMANTRA adalah adik Prabu Gorawangsa, raja negara Gowabarong. Ia naik tahta menjadi raja Gowabarong setelah Gorawangsa mati terbunuh oleh Arya Prabu Rukma di kerajaan Mandura, akibat dari perbuatannya beralih rupa menjadi Prabu Basudewa palsu dan menggauli Dewi Mahira/Maerah permaisuri Prabu Basudewa, raja negara Mandura.

Suratimatra sangat sakti. Ia memiliki kesaktian berwujud air/banyu semangka sebagai air kehidupan. Apabila mati, tubuhnya kemudian dimasukkan kedalam kolam air tadi ia akan hidup kembali. Dengan mengandalkan kesaktiannya, Suratimantra menghasut Prabu Kangsa, putra Dewi Maerah menggunakan Gorawangsa yg telah diakui sebagai putra oleh Prabu Basudewa dan diberi kedudukan pada kadipaten Sengkapura, merebut tahta negara Mandura menurut tangan Prabu Basudewa. Jalan yang ditempuhnya dengan cara adu jago insan dengan taruhan tahta negara Mandura & Sengkapura.

Suratimatra yang sebagai jago Sengkapura, akhirnya mati dalam pertempuran melawan Bima/Werkundara. Tubuhnya robek oleh Kuku Pancanaka, setelah terlebih dahulu daya kesaktian air kehidupan banyu semangka ditawarkan sang keris pusaka Arjuna, bahkan berubah sebagai air keras yg menghancurkan. Sedangkan Prabu Kangsa, tewas pada pertempuran melawan Kakrasana & Narayana, putra Prabu Basudewa menggunakan permaisuri Dewi Mahendra/Maekah.

Thursday, September 3, 2020

Mandradipa

PRABU MANDRADIPA merupakan raja negara Mandaraka. Ia masih keturunan Prabu Mandrakestu, raja negara Kidarba. Di dalam sarasilah Parisawuli, Mandrakestu disebutkan dengan nama Brahmakestu, putra Bathara Brahmanadewa (putra Sanghyang Brahma) dengan Dewi Srinadi, putri Sanghyang Wisnu dengan permaisuri Dewi Srisekar.

Prabu Mandradipa menikah menggunakan Dewi Ayutanayi, keturunan Prabu Ruryana, raja negara Maespati. Dari perkawinan tersebut beliau memperoleh seorang putra yang diberi nama, Arya Mandrapati. Prabu Mandradipa bersahabat baik dengan Resi Jaladara , berdasarkan pertapaan Dewasana. Persahabatan dan persaudraan ini terus dilanjutkan oleh putranya, Arya dengan gelar Prabu Matswapati, Arya Setatama permanen menjabat menjadi patih Wirata.

Arya Setatama menikah dengan Dewi Kandini, enam keturunan berdasarkan Batara Brahmanakanda putra Hyang Brahma. Dari perkawinan tadi beliau memperoleh seseorang putra yg bernama, Arya Nirbita, yang selesainya dewasa Mandrapati dengan Bambang Anggana Putra, putra Resi Jaladara. Dalam kisah selanjutnya, Bambang Anggana Putra yang sesudah menjadi brahmana di pertapaan Argabelah bergelar Bagawan Bagaspati akhirnya mangkat dibunuh oleh Narasoma/Prabu Salya putra Prabu Mandrapati.

Setelah usianya lanjut & merasa tidak mampu lagi mengendalikan tampuk pemerintahan, Prabu Mandradipa menyerahkan tahta kerajaan pada putranya, Mandrapati. Ia lalu hidup sebagai brahmana hingga akhir hayatnya.

Wednesday, September 2, 2020

Jamurdipa

Prabu Basumurti berdasarkan Wirata dalam suatu hari menyebutkan pada Patih Jatikanda, Arya Kandaka & Resi Wikiswara bahwa sang Raja akan berburu ke hutan. Jatikanda bersama Basukesti, Basunanda dan Brahmana Kestu mengadakan persiapan pada hutan. Sebelum berburu Prabu Basumurti mengadakan pesta pada Hutan Mandeki, serta menaruh hadiah pada warga di sekitar hutan tadi. Tetapi diantara penduduk itu ada keliru seorang yg bernama Janaloka tidak mau menerima bantuan gratis berdasarkan rajanya sang lantaran dia sebagai penjaga pohon sriputa. Adik raja yang bernama Basukesti menebang pohon keramat tadi dan keluarlah cahaya sinar yg merasuk ke badan Basukesti. Selanjutnya Janaloka menghormat dengan Basukesti serta mengungkapkan bahwa kelak oleh Pangeran akan sebagai raja.

Tak usang lalu Basukesti menerima keterangan dari Dewi Jatiswari istri Prabu Basumurti bahwa oleh Raja sakit keras. Segera oleh Pangeran menjenguk kakaknya, namun ketika beliau datang di istana kakaknya telah wafat. Selanjutnya Basukesti dinobatkan sebagai raja & ramalan Janaloka menjadi fenomena.

Setelah naik takhta, sang Raja memerintahkan untuk membuat instrumen gamelan yg digunakan pada peperangan diantaranya: gurnang, thang-thong grit, paksur, teteg, kendang, bendhe, gong dan beri. Pada suatu hari Patih Jatikanda melaporkan bahwa Brahmana Deta & Brahmana Kestu menghilang dan di rumahnya tumbuh Jamurdipa yg memancarkan sinar. Prabu Basukesti melihat hal yg aneh, setelah sampai pada tempat tinggal itu maka sinar terperinci yang terdapat dalam Jamurdipa merasuk di kepalanya Basukesti.

Tuesday, September 1, 2020

Pancatnyana

DITYA PANCATNYANA merupakan patih negara Surateleng dalam masa pemerintahan Prabu Narakasura. Selain sakti, beliau juga cerdik & mahir dalam tata gelar perang. Ketika Prabu Narakasura tewas dalam peperangan melawan Bambang Sitija, putra Prabu Kresna, raja negara Dwarawati menggunakan Dewi Pretiwi, & Bambang Sitija sebagai raja Surateleng, Pancatnyana permanen menduduki jabatan patih.

Pancatnyana jua yg mengatur taktik perang & menghancurkan angkatan perang negara Prajatisa di bawah pimpinan Prabu Bomantara yg menyerang negara Surateleng. Prabu Bomantara mati pada peperangan melawan Prabu Sitija/Narakasura. Ketika negara Prajatisa disatukan menggunakan Surateleng, kekuasaan Pancatnyana semakin besar , dia menjadi patih Surateleng/Prajatisa dan orang agama Prabu Bomanarakasura (nama gelar Bambang Sitija sesudah sebagai raja Surateleng dan Prajatisa).

Akhir riwayatnya diceritakan, Pancatnyana mati pada peperangan melawan Prabu Anom Gatotkaca, raja negara Praiggandani pada insiden persengketaan hutan Tunggarana.

Friday, July 17, 2020

Mandradipa

PRABU MANDRADIPA merupakan raja negara Mandaraka. Ia masih keturunan Prabu Mandrakestu, raja negara Kidarba. Di dalam sarasilah Parisawuli, Mandrakestu disebutkan dengan nama Brahmakestu, putra Bathara Brahmanadewa (putra Sanghyang Brahma) dengan Dewi Srinadi, putri Sanghyang Wisnu dengan permaisuri Dewi Srisekar.

Prabu Mandradipa menikah menggunakan Dewi Ayutanayi, keturunan Prabu Ruryana, raja negara Maespati. Dari perkawinan tersebut beliau memperoleh seorang putra yang diberi nama, Arya Mandrapati. Prabu Mandradipa bersahabat baik dengan Resi Jaladara , berdasarkan pertapaan Dewasana. Persahabatan dan persaudraan ini terus dilanjutkan oleh putranya, Arya dengan gelar Prabu Matswapati, Arya Setatama permanen menjabat menjadi patih Wirata.

Arya Setatama menikah dengan Dewi Kandini, enam keturunan berdasarkan Batara Brahmanakanda putra Hyang Brahma. Dari perkawinan tadi beliau memperoleh seseorang putra yg bernama, Arya Nirbita, yang selesainya dewasa Mandrapati dengan Bambang Anggana Putra, putra Resi Jaladara. Dalam kisah selanjutnya, Bambang Anggana Putra yang sesudah menjadi brahmana di pertapaan Argabelah bergelar Bagawan Bagaspati akhirnya mangkat dibunuh oleh Narasoma/Prabu Salya putra Prabu Mandrapati.

Setelah usianya lanjut & merasa tidak mampu lagi mengendalikan tampuk pemerintahan, Prabu Mandradipa menyerahkan tahta kerajaan pada putranya, Mandrapati. Ia lalu hidup sebagai brahmana hingga akhir hayatnya.

Saturday, July 11, 2020

Jamurdipa

Prabu Basumurti berdasarkan Wirata dalam suatu hari menyebutkan pada Patih Jatikanda, Arya Kandaka & Resi Wikiswara bahwa sang Raja akan berburu ke hutan. Jatikanda bersama Basukesti, Basunanda dan Brahmana Kestu mengadakan persiapan pada hutan. Sebelum berburu Prabu Basumurti mengadakan pesta pada Hutan Mandeki, serta menaruh hadiah pada warga di sekitar hutan tadi. Tetapi diantara penduduk itu ada keliru seorang yg bernama Janaloka tidak mau menerima bantuan gratis berdasarkan rajanya sang lantaran dia sebagai penjaga pohon sriputa. Adik raja yang bernama Basukesti menebang pohon keramat tadi dan keluarlah cahaya sinar yg merasuk ke badan Basukesti. Selanjutnya Janaloka menghormat dengan Basukesti serta mengungkapkan bahwa kelak oleh Pangeran akan sebagai raja.

Tak usang lalu Basukesti menerima keterangan dari Dewi Jatiswari istri Prabu Basumurti bahwa oleh Raja sakit keras. Segera oleh Pangeran menjenguk kakaknya, namun ketika beliau datang di istana kakaknya telah wafat. Selanjutnya Basukesti dinobatkan sebagai raja & ramalan Janaloka menjadi fenomena.

Setelah naik takhta, sang Raja memerintahkan untuk membuat instrumen gamelan yg digunakan pada peperangan diantaranya: gurnang, thang-thong grit, paksur, teteg, kendang, bendhe, gong dan beri. Pada suatu hari Patih Jatikanda melaporkan bahwa Brahmana Deta & Brahmana Kestu menghilang dan di rumahnya tumbuh Jamurdipa yg memancarkan sinar. Prabu Basukesti melihat hal yg aneh, setelah sampai pada tempat tinggal itu maka sinar terperinci yang terdapat dalam Jamurdipa merasuk di kepalanya Basukesti.

Friday, July 10, 2020

Pancatnyana

DITYA PANCATNYANA merupakan patih negara Surateleng dalam masa pemerintahan Prabu Narakasura. Selain sakti, beliau juga cerdik & mahir dalam tata gelar perang. Ketika Prabu Narakasura tewas dalam peperangan melawan Bambang Sitija, putra Prabu Kresna, raja negara Dwarawati menggunakan Dewi Pretiwi, & Bambang Sitija sebagai raja Surateleng, Pancatnyana permanen menduduki jabatan patih.

Pancatnyana jua yg mengatur taktik perang & menghancurkan angkatan perang negara Prajatisa di bawah pimpinan Prabu Bomantara yg menyerang negara Surateleng. Prabu Bomantara mati pada peperangan melawan Prabu Sitija/Narakasura. Ketika negara Prajatisa disatukan menggunakan Surateleng, kekuasaan Pancatnyana semakin besar , dia menjadi patih Surateleng/Prajatisa dan orang agama Prabu Bomanarakasura (nama gelar Bambang Sitija sesudah sebagai raja Surateleng dan Prajatisa).

Akhir riwayatnya diceritakan, Pancatnyana mati pada peperangan melawan Prabu Anom Gatotkaca, raja negara Praiggandani pada insiden persengketaan hutan Tunggarana.