Pages

Showing posts with label Mahabharata. Show all posts
Showing posts with label Mahabharata. Show all posts

Thursday, February 4, 2021

Bima Bothok

Warga desa Sendangkandayakan atau Kabayakan

sangat beruntung mempunyai Ibu Lurah Rara Winihan,

yang sanggup membesarkan hati warganya disaat ketakutan menghantui setiap hati.

(karya : Herjaka HS 2010)

Tidak misalnya umumnya, pagi itu dusun kabayakan kelihatan masih sepi, khususnya pada tempat tinggal kepala desa Kabayakan. Rara Winihan dan Lurah Sagotra belum bangun. Hanya terdapat dua orang sekabat atau pembantu Lurah yg sedang membersihkan meja kursi di pendapa. Baru setelah tabuh sepuluh, terdapat satu, dua orang yang mulai berdatangan untuk bertemu dengan Lurah Sagotra.

Sementara itu bepergian Bima pada mencari dua bungkus nasi buat adiknya Sadewa dan Nakula bertemu dengan para pengungsi. Dari para pengungsi itulah Bima menerima berita bahwa wilayah ini masih dibawah kerajaan Manahilan atau kerajaan Ekacakra. Yang bertahta adalah seseorang raja bertulang akbar & bergigi tajam, bernama Prabu Dawaka atau Prabu Baka. Pada setiap bulan sekali Prabu Baka meminta kepada rakyatnya untuk menghidangkan sajian istimewa berupa ingkung manusia (daging manusia utuh) Tentu saja hal tadi membuat rakyatnya hidup pada kecemasan & ketakutan. Banyak diantara mereka yg secara membisu-membisu mengungsi ke negara Pancala buat meminta perlindungan. Suasana di Ekacakra semakin sepi. Di sana-sini banyak dijumpai rumah tak berpenghuni. Mengetahui keadaan yang seperti itu, Prabu Baka berongsang. Ia menyerukan agar semua penduduk tidak boleh meninggalkan negara Manahilan. Bagi yang melanggar perintah tadi akibatnya akan lebih mengerikan.

Sejak diberlakukan anggaran itu suasana tambah mencekam. Para masyarakat semakin ketakutan. Mau meninggalkan Ekacakra takut apabila ketahuan oleh para perajurit. Tetapi bila tetap tinggal pada negara Ekacakra juga takut karena akan mendapat giliran korban keganasan raja. Pantas saja Desa-desa pada semua pelosok negeri bagaikan desa tewas, yg tidak mengungsi lebih memilih bersembunyi.

Para pengungsi yang ketemu Bima disore itu merupakan mereka yang merogoh langkah laba -untungan. Dari dalam tinggal di Ekacakra hidup dalam kecemasan terus-menerus, lebih baik segera meninggalkan negeri ini. Mereka mencari celah-celah yang kemungkinan akbar bisa lolos berdasarkan penjagaan perajurit.

Namun ternyata para pengungsi yg ketemu Bima tadi belum beruntung. Walaupun sudah memperhitungkan saat dan loka dengan cermat buat bisa lolos berdasarkan pantauan perajurit, ternyata meleset. Ditikungan desa para pengungsi dihadang oleh beberapa perajurit. Walaupun jumlah mereka nir lebih poly daripara pengungsi, mereka membawa senja lengkap yang siap merajam atau bila memungkinkan menangkapnya hidup-hayati buat dipersembahkan pada Prabu Dwaka

Melihat dan merasakan penindasan & penderitaan sesama, naluri Bima tergugah. Sebelum para perajurit menyerang para pegungsi yang ketakutan. Bima lebih dahulu menerjang perajurit yang homogen-rata berbadan besar dan bergigi tajam. Para perajurit sangat terkejut menghadapi keberanian Bima. Belum pernah warga pada negeri ini memiliki keberanian seperti Bima. Terjangan Bima yg menyeruak diantara para pengungsi membuyarkan para perajurit. Beberapa pengungsi yang bernyali menyaksikan sepak terjang Bima dengan penuh takjub. Sedangkan pengungsi yg lain lari bersembunyi. Bima tidak membutuhkan poly saat buat melumpuhkan para perajurit Ekacakra. Tidak ada satu pun yang bisa mengimbangi kesaktian Bima. Belum hingga lecet kulitnya, merela lari ketakutan.

Para pengungsi yang menyaksikan kesaktian Bima bersorak gembira. Sementara pengungsi yang lain keluar menurut persembunyiannya. Ucapan terimakasih terlontar tanpa disuruh berdasarkan ekspresi mereka. Wajahnya yg penuh dengan garis-garis ketakutan mulai terurai. Hampir bersamaan, para pengungsi yg sudah berkumpul itu menghaturkan sembah kepada Bima.

?Ampun Raden, hamba seluruh ini orang bodoh, sebagai akibatnya nir memahami bahwa dalam hari ini, desa kami sudah kedatangan tamu istimewa yg akan mengentaskan kami dari rasa ketakutan yg berkepanjangan. Maafkan hamba Raden atas kesalahan kami. Bolehkan kami mengetahui siapa sesungguhnya Raden ini??

?Namaku Bima. Aku adalah anak Prabu Pandudewanata yg nomor dua.?

?Ooo Raden Bima? Pantas saja memiliki kesaktian yang luar biasa. Sekali lagi maafkan hamba yang nir menghormat pada awal berjumpa. Sungguh kami tidak memahami sebelumnya bahwa Raden adalah salah satu pewaris tahta Hastinapura.?

?Sudahlah kami maafkan semuanya, namun jangan menghormatiku secara berlebihan seperti ini. Aku sampai ditempat ini sesungguhnya mencari 2 kemasan nasi buat saudara termuda aku yang lelaparan.?

Dengan bahagia hati para pengungsi tersebut berebut menawarkan sebagian bekalnya untuk adik Bima yang kelaparan.

?Dimanakah saudara termuda Raden Bima berada??

?Diujung desa yang berbatasan menggunakan Gunung??

?Ooo pada Giripurwa. Apakah di tempat tinggal Resi Hijrapa??

?Aku tidak tahu. Namun tempat tinggal itu kosong nir berpenghuni.?

Setelah menerima dua bungkus nasi, Bima segera meninggalkan para pengungsi yg mengagumi Bima tak berkesudahan.

Setelah Bima jauh meninggalkannya, para pengungsi tadi balik menyadari bahwa jiwa mereka belum bebas sepenuhnya menurut ancaman. Ketakutan mulai merambati lagi. Dikhawatirkan para perajurit yang dikalahkan Bima akan mengejar mereka pada jumlah yg lebih besar . Maka lebih baik mereka tidak meneruskan perjalanannya mengungsi ke Negara Pancala, namun mengikuti Bima menuju ke Giripurwa.

Siang itu, pendapa Kabayakan mulai menggeliat. Rara Winihan mendahului suaminya, menemui para warga yg butuh pelayanannya. Para rakyat yg datang pada intinya menyatakan keprihatinannya bahwa pada minggu ini, desa Kabayakan mendapat giliran buat menyediakan korban bagi Prabu Dwaka. Mendapat pengaduan itu Rara Winihan tidak menerangkan kecemasan. Wajahnya berseri, senyumnya tidak pernah meninggalkan bibirnya yg tipis merah.

?Para bebahu Desa yg saya banggakan. Jangan risi akan hal itu. Prabu Baka boleh saja mengirimkan hulu-balangnya ke desa kita untuk merogoh korban insan, tetapi kita pula punya hak buat nir menyediakan baginya.?

Rara Winihan memberikan pengharapan, bahwa nir usang lagi desa Kabayakan akan terbebas berdasarkan rasa cemas takut. Bahkan Desa ini akan menerima hadiah yang begitu akbar.

Tanda akan datangnya pemberian akbar itu pada sampaikan oleh Hyang Widi Wasa lewat mimpinya. Pada dini hari tadi, Rara Winihan bermimpi sedang melakukan perjalanan ke dusun-dusun, beserta Ki Lurah Sagotra, Para Bebahu, & beberapa orang yg dituakan. Sesampainya pada setiap dusun yg mereka kunjungi, para rakyat mengelu-elukan rombongan Lurah Sagotra. Suasana kunjungan tadi seperti sebuah bepergian pesiar. Diakhir perjalanannya, rombongan Lurah Sagotra memasuki jalur sungai. Keanehan terjadi, mereka berjalan diatas sungai & kakinya tidak menyentuh air.

Kunthi menghibur Nakula dan Sadewa yg kelaparan (karya Herjaka HS)

Mendengar penuturan mimpi Rara Winihan, para bebahu desa Kabayakan tersebut mulai muncul keberaniannya. Mereka putusan bulat buat tidak menyediakan korban bagi Prabu Baka. Rara Winihan menyarankan agar galat satu bebahu desa menghadap Resi Hijrapa pada padepokan Giripurwa, buat memohon agar Resi Hijrapa berani menolak korban buat Prabu Baka. Dua orang bebahu desa segera berangkat menuju ke rumah Resi Hijrapa.

Kembali pada Kunthi yg sedang menunggui anaknya Nakula dan Sadewa yg kelaparan. Hati Kunthi teriris-iris melihat Nakula dan Sadewa menangis kelaparan. Hingga terucap dalam bibirnya yg pecah & kering. Apabila pun aku wajib mengiris dagingku demi buat Nakula & Sadewa, saya akan lakukan. Kunthi semakin gelisah menghadapi tangis Nakula dan Sadewa yg semakin serak. Walupun Kunthi telah mengutus Bima dan Arjuna buat mencari makan bagi si kembar, Kunthi masih berupaya buat mendapatkan kuliner secepatnya, supaya tangis si kembar segera berhenti. Pada waktu mengbibur si Kembar, Kunthi mendengar terdapat suara di dalam rumah yang sebelumnya dikira tidak berpenghuni.

?Puntadewa ke sinilah, rupanya ada orang sengaja bersembunyi pada pada rumah ini. Coba dengarlah baik-baik. Tidak salahkah pendengaranku bahwa terdapat beberapa orang sedang berbicara? Tolong Punta temui mereka, siapa memahami terdapat makanan yang dapat dibagikan buat Nakula dan Sadewa. Puntadewa bergegas pulang menemui orang yang berdialog pada rumah dalam. Kunthi tinggal sendirian menunggui anak kembarnya yang merengek menyedihkan. Tak lama lalu Puntadewa datang dengan membawa sedikit kuliner & minuman. Makanan tersebut sedikit buat ukuran orang dewasa, juga belum mencukupi buat berukuran anak-anak. Tetapi kuliner yang didapat menurut pemilik tempat tinggal tersebut benar-benar dapat menolong buat sementara, sambil menunggu bisnis Bima & Arjuna.

Tak beberapa usang kuliner yang sedikit itu segera habis. Nakula & Sadewa masih lapar, tetapi telah nir menangis lagi. Kunthi sangat lega, ingin mengucapkan terimakasih kepada tuan rumah yang telah menyambung nyawa anak kembarnya. Dengan membawa Nakula Sadewa & diiringi Puntadewa, Kunthi menemui si pemilik tempat tinggal yg bernama Resi Hijrapa.

?Dengan apakah kami harus membalas? Apabila nir sekarang, nanti niscaya aku balas kebaikan Sang Resi. Lantaran bila kebaikan itu nir saya balas, saya seperti seorang pepriman yang kerjanya ke sana-ke mari hanya untuk minta-minta.

Resi Hijrapa tersenyum pahit mendengar pernyataan Kunthi. Di jaman seperti ini, masih adakah seorang yang merasa harus buat membalas budi? Tentu saja semua orang tua bisa berbicara misalnya apa yg dikatakan sang ibu 1/2 baya tersebut, atas nama kebaikan budi, manakala anaknya dibebaskan menurut bahaya kelaparan, kesakitan atau pun kematian. Tetapi apabila bahaya kematian masih mengacam anaknya, masihkah orang tua itu mampu berbicara mengenai kebaikan budi? Jikapun pernyataan ibu setengah baya tersebut benar-benar-benar-benar, nir sekedar basa-basi, apakah beliau bisa gantian membebaskan anaknya dari bahaya kematian? Jika dapat, tentunya gantian saya yang mebicarakan mengenai kebaikan budi.

Resi Hijrapa merupakan pengasuh sebuah Padepokan yg berada di daerah Giripurwa. Ia hidup bersama isteri dan 3 anaknya. Sebelumnya, rumah akbar ini menjadi pusat kegiatan cantrik-cantriknya. Tetapi sayang, kini rumah besar tadi menjadi nir terurus. Tidak ada lagi cantrik yg tiba. Tinggal Resi Hijrapa dan keluarga yang menunggui tempat tinggal itu. Itu pun bersembunyi di ruang paling pada, takut apabila diketahui sang perajurit Ekacakra.

Kelemahan Resi Hijrapa itulah yg menyebabkan para cantrik-cantriknya nir lagi berguru pada Resi Hijrapa. Mereka kecewa kepada gurunya yg takut membela para korban kekejaman Prabu Baka. Bahkan waktu Resi Hijrapa dalam gilirannya diharuskan mengorbankan salah satu anaknya untuk Prabu Baka, Resi Hijrapa nir berani menolak. Maka kecuali keluarganya, hampir semua warga giripurwa termasuk cantrik-cantriknya mengungsi ke negara Pancalradya

Oleh karena itu kedatangan enam orang asing di rumahnya menciptakan hati Resi Hijrapa berkurang ketakuatannya. Mereka buat sementara saat boleh menempati di tempat tinggal depan. Kunthi mengucap terimakasih atas kebaikannnya.

Menjelang sore hari Arjuna tiba dengan membawa 2 kemasan nasi. Kunthi tidak berkenan dengan cerita Harjuna. Dua kemasan nasi ditolaknya, lantaran 2 kemasan nasi tersebut didapatkannya dengan cara meminta belas kasihan dari seorang? Aku tidak mau darah anakku akan mengalir darah seorang pepriman yang pekerjaannya meminta-minta. Harjuna diam, dia meletakan 2 kemasan nasi tadi di depan kaki Ibu Kunthi. Sebelum Kunthi mengambil tindakan mau diapakan nasi hasil menurut minta-minta tadi, Bima tiba dengan membawa 2 kemasan nasi. Kepada Ibu Kunthi, Bima bercerita mengenai para pengungsi yg memberikan sebagian menurut bekalnya karena sudah ditolong dan diselamatkan. Kunthi mendapat dua bungkus nasi berdasarkan tangan Bimasena.

Sementara itu hampir bersamaan Nakula & Sadewa yang masih merasa lapar segera mengambil bungkusan nasi dan kemudian memakannya. Nakula merogoh bungkusan nasi yg dibawa Arjuna sedangkan Sadewa memakan nasi yang dibawa Bimasena. Kunthi membiarkannya nasi yg dibawa Arjuna dimakan sang Nakula. Tetapi hal itu merupakan hutang budi kepada orang yang memberi. Dan tentunya beliau akan beruasaha membalasnya misalnya yg akan dilakukan pada Resi Hijrapa

Resi Hijrapa bertanya kepada Raden Rawan, mengapa dirinya bisa

sebagai korban untuk Prabu Dwaka (karya Herjaka HS 2010)

Malam itu bulan menggantung sepenggal. Wilayah Giripurwa yg hampir separonya terdiri berdasarkan wilayah pegunungan, meniupkan hawa dingin yg berselimut kabut. Bunyi kentongan dari beberapa rumah masyarakat yang masih berpenghuni, bersusul bersautan dengan irama doro-muluk. Mulai menurut suara yg paling jauh hinngga bunyi yg paling dekat.

Irama doromuluk merupakan irama memukul kentongan mulai dari pukulan lembut dan pelan menuju ke pukulan keras dan cepat. Setelah pukulan tadi mencapai taraf suara yang paling keras dan tingkat kecepatan yang paling cepat, irama dikembalikan lagi menuju ke irama semula, yaitu lembut & pelan. Apabila dirasakan, bunyi kentongan doro-muluk ini seperti sebuah irama kidung yang dibawa angin malam, menurut nir jelas sebagai semakin jelas & pulang lagi sebagai nir kentara & kemudian hilang. Kentongan irama doro-muluk ini umumnya sebagai pertanda bahwa suasana di sebuah wilayah loka kentongan itu dipukul, pada keadaan aman. Sehingga irama doro-muluk memberi suasana batin tentram.

Tetapi nir buat malam itu. Bunyi doro-muluk yg pada bunyikan masyarakat yg masih tersisa, nir buat menggambarkan bunyi hati yang kondusif dan tenteram, melainkan adalah sebuah jeritan permohonan buat dibebaskan berdasarkan rasa takut & cemas.

Ketakutan & kecemasan dirasakan sang seluruh masyarakat Ekacakra, termasuk famili Resi Hijrapa. Malam itu, famili Resi Hijrapa, yg terdiri berdasarkan isteri & ketiga anaknya belum bisa terlelap. Segunung rasa takut & cemas menindih hati mereka. Hal tersebut berkaitan dengan keputusan raja yang menetapkan bahwa galat satu dari 3 remaja anak Resi Hijrapa dikorbankan buat santapan raja.

Menurut tradisi negara Ekacakra, hari yang dipilih buat mengadakan korban bakaran secara akbar-besaran adalah hari Anggara Jenar atau Selasa Paing, yang jatuh pada bulan pertama pada setiap tahunnya. Dikatakan besar lantaran sesaji yang dikorbankan paling lengkap, termasuk satu antara lain adalah ?Ingkung? Insan.

Lima hari lagi waktunya telah tiba, Resi Hijrapa belum memastikan siapa diantara anaknya yg dipilih buat dikorbankan. Lantaran ketidak berdayaan buat menolak perintah raja dan pula ketidak teganya mengorbankan galat satu anaknya, ketenangan kewibawaan yang umumnya sebagai ciri spesial bagi para resi, tak sedikitpun tersisa. Resi Hijrapa gusar pikirannya dan bingung hatinya. Walaupun dalam hati ia memiliki kecenderungan buat menentukan, namun ia nir berani menyatakan dihadapan anak-anaknya. Oleh lantaran kesulitannya, Resi Hijrapa membiarkan isteri dan ke tiga anaknya mengalami kecemasan yang berkepanjangan.

Dalam situasi yg tidak berpengharapan itulah, tiba-tiba Raden Rawan anak angka 2 menyatakan kesanggupannya buat dijadikan korban bagi Prabu Dwaka. Mendengar kesanggupan Raden Rawan Resi Hijrapa, Nyai Resi & 2 saudaranya terharu. Apabila mau amanah, menggunakan pernyataan kesanggupan Raden Rawan tadi, Resi Hijrapa dibebaskan menurut ketidakberdayaannya buat memilih galat satu diantara ketiga anaknya. Tetapi bagaimanapun pula sebagai orang tua tentunya hatinya teriris, tatkala menyerahkan anaknya menjadi pangewan-ewan raja..

Dimata orang tua & keluarga, raden Rawan tidak memiliki keistimewaan. Selain tidak relatif tampan jika dibandingkan dengan saudara tertua dan adiknya Raden Rawan merupakan anak yang paling pendiam dan sederhana. Namun dibalik itu semua sesekali saat, terutama dalam saat-sat yg sulit, timbul eksklusif yg mengejutkan dan bahkan mecengangkan, yg tidak terduga sebelumnya

Seperti yang terjadi dalam waktu itu, malam dingin beku, & embunpun mulai turun, datang-datang dihanggatkan oleh keberanian Raden Rawan buat menghadapi Prabu Dwaka & siap mangkat menjadi ?Tawur agung.? Resi Hijrapa ingin memahami apa yang mendasari keberanian anaknya tadi. Dengan amanah raden Rawan mengatakan dihadapan Bapak, mak , saudara tertua serta adiknya.

?Bapak dan Ibu, maafkan anakmu ini, apabila pernyataanku menyakitkan hati Bapak dan Ibu. Aku berani menghadapi Prabu Dwaka dan siap tewas menjadi santapannya, kare pada keluarga ini saya merupakan anak yg paling tidak berarti. Menurut yang aku rasakan, bapak sangat menyayangi kakaku & Ibu sangat mencintai adikku. Sehingga bila aku yang dikorbankan keluarga ini akan segera lupa kesedihannya, lupa akan aku & cepat pulih pulang?

?Rawaaaan! Ooh Rawaaaan!?

Hampir bersamaan Resi Hijrapa & Nyai Resi menubruk Rawan anaknya. Kedua orang tua itu menangis misalnya anak kecil. Pernyataan Rawan yg jujur dan polos itu.Sungguh telah menyadarkan bahwa selama ini tanpa disengaja beliau sudah melakukan ?Mban cindhe, mban siladan.? Mengemban anaknya yang satu dengan kain cindhe empuk dan halus, dan mengemban anak yang lainnya menggunakan siladan, sesetan bambu hitam yang tajam & melukai. Resi Hijrapa dan Nyai Resi sudah pilih kasih pada mendidik dan mendampingi ke tiga anaknya. Layaklah jika padepokan Giripurwa ambyar diterpa badai ketakutan, lantaran pengajar utamanya saja nir berhasil dalam mengatasi ketakutan & membagi keadilan pada dalam keluarga. Akibatnya para cantriknya pada pergi mengungsi dan sebagian menjadi bebahu desa pada Kalurahan Kabayakan.

?Tidaaaak! Tidak anakku, engkau nir boleh menjadi korban. Biar saya saja, orang tua ?Balilu? Yg tidak memahami malu. Orang tua bangka yg tak poly guna?. Resi Hijrapa mengakui segala kedunguannya. Tetapi Rawan tetap dalam niatnya, bahwa ia ingin menjadi tumbal negara dan keluarga.

Suara gaduh di ruang tengah itu cukup menggangu Kunthi beserta anaknya yang numpang pada emper bagian depan. Bahkan pendengaran Kunthi telah mendengar seluruh yg dibicarakan Keluarga Resi Hijrapa.

Bersamaan dengan bunyi kokok ayam, ketegangan keluarga Resi Hijrapa mulai reda. Mau nir mau mereka wajib mengakui kebenaran Raden Rawan. Bahwa buat memperkecil bala famili, dirinyalah yg harus dikorbankan. Kecuali jika Resi Hijrapa berani dan tegas menentang keputusan Prabu Dwaka, dan berani mengatakan bahwa hal tersebut merupakan jahanam, aku tidak sudi buat melaksanakan. Huh!

Ketika fajar nampak merekah diufuk timur, & sinarnya mulai membagi terang & kehidupan bagi yg dursila, bagi yang baik dan bagi siapa saja tanpa kecuali, keluarga Resi Hijrapa justru baru mulai terlelap dalam tidur. Entah karena semalamnya belum tidur atau karena mereka enggan atau bahkan malu kepada Matahari yg saban hari memberikan teladan bagaimana seharusnya buat berlaku adil pada semua ciptaan.

Rara Winihan mengagumi Raden Rawan (karya Herjaka HS)

Pada hari-hari yang masih tersisa, sikap Resi & Nyai Hijrapa berubah 180 derajat terhadap Raden Rawan. Mereka ingin menebus kesalahan dalam mendampingi anak-anaknya. Raden Rawan sudah menyadarkan kedua orang tuanya, bahwasannya mereka telah pilih kasih pada memperlakukan ke 3 anaknya. Apabila sebelumnya Resi Hijrapa lebih memperhatikan dan menyayangi anak sulungnya, & Nyai Hijrapa lebih dekat dengan anak bungsunya, kini mereka lebih memperhatikan Raden Rawan anak yang lahir nomor 2.

Sesungguhnya Raden Rawan merasa risih atas perlakuan ke 2 orang tuanya yg berlebih. Tetapi ia nir akan mengungkapkannya pada ke 2 orang tuanya. Raden Rawan sendiri ingin mengisi hari-hari terakhirnya menggunakan kebaikan dan kedamaian. Beberapa hari sebelum ia siap mangkat buat menjadi korban keganasan Prabu Dwaka, beliau berpamitan kepada beberapa sahabat-temanya dan beberapa orang yg ia hormati, termasuk antara lain Lurah Sagotra dan Rara Winihan.

Di mata Raden Rawan, Rara Winihan merupakan pemimpin yg luar biasa. Ia sanggup memberikan semangat dan keberanian buat mengatasi ketertindasan dan memerangi ketidak adilan. Ia peduli terhadap warganya yg mengalami kesulitan. Beberapa hari yg lalu Rara Winihan mengutus dua bebahu desa menemui ayahnya, agar menolak menyediakan korban buat Prabu Dwaka. Tetapi ayahnya menolak usulan itu dengan halus. Ia tidak berani melawan Prabu Dwaka.

Keteladanan Rara Winihan itulah yg membuat Raden Rawan berani sebagai korban menggunakan dada membusung dan muka tengadah. Apalagi ia pula mempunyai keyakinannya bahwa keberanian dan ketulusan akan bisa menghancurkan kesewenang-wenangan.

?Aku bangga, engkau amanah & bagak. Terlebih engkau mempunyai keyakinan yang kuat bahwa kesewenang-wenangan akan hancur sang keberanian & ketulusan. Maju terus Rawan aku & para bebahu desa Kabayakan berada dibelakangmu.?

?Terimakasih Ibu Rara, saya mohon diri.?

Hari Anggara Jenar yg jatuh dalam bulan pertama pada setiap tahunnya, tinggal 3 hari lagi, Rara Winihan memutar otak, mencari taktik yang sempurna buat menghadapi Prabu Dwaka, dalam saat menghidangkan korban Raden Rawan.

Ketika malam menjelang, pada Kobongan Senthong tengah, Rara Winihan mendapat pencerahan. Tiba-tiba beliau teringat pada Harjuna yang memiliki jasa luar biasa dalam kehidupan tempat tinggal tangganya. Ia ingin menghadap Harjuna yang bersama keluarganya berada pada rumah Resi Hijrapa. Diajaknya Ki Lurah Sagotra buat menemui ibu dan saudara-saudara Harjuna.

Ki Lurah Sagotra & Rara Winihan ditemui oleh Ibunda Kunthi & para Putra.

?Dhuh Ibu Kunthi dan para putra, saya bersama suami, sebagai yg dituakan, mewakili semua warga desa Kabayakan membicarakan terimakasih. Kedatangan Ibu & para putra membawa berkat yg melimpah pada rakyat Desa Kabayakan dan Giripurwa. Saya beserta pasangan aku telah menerima berkah kerukunan itu melalui Raden Harjuna. Demikian pula beberapa masyarakat yang mengungsi pula sudah mendapatkan berkah pertolongan melalui Raden Bima. Aku meyakini bahwa Hyang Maha Agung sudah menuntun Ibunda Kunthi & para putra buat singgah pada wilayah ini & melimpahkan berkahnya bagi semua masyarakat.?

?Rara Winihan, saya & anak-anakku adalah orang orang yg numpang makan dan tidur pada tempat ini. Seharusnya kamilah yang mengucapkan terimakasih kepada seluruh warga Desa Kabayakan dan Giripurwa, lantaran mereka telah memberikan tempat dan makanan menggunakan ramah dan ikhlas. Aku secara pribadi mohon maaf karena telah bikin capek banyak orang.?

?Kerendahan hati seorang permaisuri Raja benar-benar menakjubkan. Dengan kerendahan hati seorang bunda sejati, aku berkeyakinan bahwa Ibunda Kunthi tidak tega melihat penderitaan putra-putrinya.?

?Benar katamu Rara Winihan, saya nir tega ketika melihat anakku kembar kelaparan. Tetapi apa yg dapat kulakukan? Aku hanyalah seorang wanita yg lemah dan miskin.?

?Bukankah ibu tinggal memerintahkan putra-putranya yang perkasa??

?Tetapi aku kecewa menggunakan Harjuna, ia hanya meminta-minta kuliner kepadamu?

?Ampun Ibunda Kunthi, 2 bungkus nasi bukanlah apa-apa apabila dibandingkan menggunakan berkah yg ditinggalkan. Oleh karena kehadiran Raden Harjuna, aku & suamiku boleh menikmati kebahagiaan suami isteri yang sudah kami tunggu hampir setahun lamanya.?

?Jika yang terjadi merupakan kebaikan, itu bukan karena Harjuna, melainkan lantaran kebaikan-Nya.?

?Iya Ibunda Kunthi, aku sependapat menggunakan Ibunda, termasuk jua berkat kebaikan-Nya yang akan dilimpahkan kepada seluruh masyarakat Kabayakan dan Giripurwa melalui putra-putra Ibunda yg perkasa. Baru beberapa hari Ibunda Kunthi & para putra tinggal di rumah ini, semakin banyak masyarakat yg datang di loka ini. Mereka yg telah mengetahui siapakah sesungguhnya Ibunda Kunthi & putra-putranya, ingin meminta proteksi atas kesewenang-wenangan Prabu Dwaka?

?Rara Winihan, saya sudah mendengarnya dari famili Resi Hijrapa yg menerima kewajiban mengorbankan salah satu anaknya kepada Prabu Dwaka. Aku nir tega saat Rawan akan dikorbankan. Aku telah membujuk anakku Bima buat menolong keluarga Hijrapa, menggunakan sebagai silih korban. Namun Bima belum menyanggupi, dengan alasan karena Resi Hijrapa tidak memintanya.?

Kecerdasan & kecekatan Rara Winihan sudah menangkap sebuah peluang yg sangat penting buat sebuah pengharapan yang membebaskan. Bermula berdasarkan rasa iba Ibunda Kunthi terhadap ketakutan & penderitaan famili Resi Hijrapa, khususnya Raden Rawan yg akan dikorbankan. Ibu Kunthi membujuk Bima supaya mau menolongnya. Bima mau menolongnya tetapi menggunakan kondisi, supaya Resi Hijrapa-lah yang meninginkan pertolongan tersebut. Ibunda Kunthi memakluminya kepada anak nomor 2 ini. Orangnya sederhana dan jujur, tentunya kalau tidak diminta, ia sungkan buat memberikan kemampuannya, karena hal tersebut akan menggiring pada kesombongan.

Rara Winihan tahu, tinggal satu hal lagi yg harus dikerjakan jika semuanya akan sebagai beres, yaitu Resi Hijrapa mau tiba memohon belaskasihan kepada Kunthi buat menolongnya.

?Ibunda Kunthi, apabila Resi Hijrapa memahami siapakah sesungguhnya orang-orang yang menumpang pada rumahnya, tentu tanpa diminta pun dia akan tergopoh-gopoh bersujud meminta proteksi. Tetapi lantaran waktu ini ia sedang mengalami tekanan yang luar biasa, Resi Hijrapa nir memperhatikan orang-orang disekitarnya. Baginya Ibunda Kunthi & para putra sebatas seorang penggembara yg numpang sementara pada rumahnya. Sehingga Resi Hijrapa beranggapan bahwa Ibunda Kunthi dan para putra nir bisa menolongnya. Oleh karenanya biarlah aku yang menghadap Resi Hijrapa buat mengungkapkan hal ini.?

Tanpa menunggu jawaban Ibunda Kunthi, Rara Winihan undur diri, dan segera menemu Resi Hijrapa.

Prabu Dwaka mendekati sesaji yang berupa manusia dibumbu bothok.

(karya Herjaka HS)

Rara Winihan tidak mau membuang ketika, sehabis mohon diri, Kunthi, Puntadewa, Bimasena, Harjuna & sikembar Nakula, Sadewa ditinggalkannya. Ia menemui Resi Hijrapa diruang dalam. Sebelum Rara Winihan masuk, Rawan mendahului keluar menyambut dengan wajah berseri-seri. Bocah remaja itu mengalami sukacita didatangi Ibu Lurah & Bapak Lurah yang sangat dia kagumi. Apalagi pada hari-hari terakhir sebelum beliau dikorbankan, kehadiran seseorang yang menjadi idola dapat sebagai kekuatan dan penghiburan.

?Bapa Resi, 2 bebahu desa yg kami utus menghadap Bapa Resi melaporkan bahwa Bapa Resi tetap akan mengorbankan Rawan, nir adakah jalan lain?

?Kami tidak menemukan jalan lain. Kecuali apabila kami menolak. Dan itu fatal akibatnya, seluruh keluargaku akan ditumpas.?

?Apakah nir meminta tolong?

?Orang yg mau menolong kami adalah beliau mau menjadi silih korban anakku. Saya nir percaya bahwa terdapat orang yg bersedia menolong kami menggunakan berani menggantikan anakku menjadi santapan Prabu Dwaka.?

?Bapa Resi, tahukah Bapa Resi siapakah sesungguhnya seseorang janda beserta ke lima anaknya yang numpang di rumah Bapa Resi??

?Ibu Lurah, hatiku gelap dan pikiranku kalut sehingga tidak pernah menanyakan siapakah mereka sesungguhnya.?

?Bapa Resi, merekalah yg akan sebagai yang kuasa penolong, jika Bapa mau menemuinya buat memohon pertolongan.?

?Ibu Lurah, siapakah sesungguhnya mereka??

?Mereka merupakan Ibu Kunthi dan Pandhawa Lima?

?Benarkah Ibu Lurah?

Rara Winihan mengganguk mantap. Pernyataan Rara Winihan bagaikan surya yg tiba-tiba ada memecah mendung kelabu. Wajah Resi Hijrapa berseri. Secercah asa baru menyembul dari sanubarinya. Dengan tergopoh-gopoh, Resi Hijrapa berjalan menuju ruang depan, tempat Kunthi dan anak-anaknya menumpang. Rara Winihan, Lurah Sagotra dan Raden Rawan mengikutinya.

Sesampainya di depan Kunthi, Resi Hijrapa bersimpuh & menghaturkan sembah di depan kaki Kunthi, buat memohon pertolongan.

?Ibu Prameswari maafkan hamba si tua bangka yg terbelakang ini, jauhkan dari tulah sarik, berdasarkan kutuk & berdasarkan sanksi, lantaran kesalahan hamba. Hamba telah memperlakukan Ibu Prameswari dan para pewaris tahta Hastinapura menggunakan sangat nir layak.?

?Bapa Resi janganlah merendahkan & menghinakan dirimu sendiri, duduklah, & bicaralah menggunakan wajar, katakanlah apa yg engkau inginkan menurut kami.?

?Dhuh Ibu Prameswari, ampunilah kesalahanku, karena penyambutanku pada tempat tinggal ini nir sinkron denga kedudukan Sang Ibu Kunthi bersama para putra.?

?Sudahlah Bapa Resi. Bapa Resi nir bersalah. Kamilah yang sudah membuat repot Bapa resi dan famili. Namun bukankah ada sesuatu yang lebih penting berdasarkan semuanya itu. Katakanlah Bapa Resi?

Karena kehalusan budi & kerendah hati & belas-kasih Sang Ibu Kunthi, Resi Hijrapa memberanikan diri buat menceritakan masalah berat yg dihadapi oleh keluarganya dan lalu memohon pertologannya. Dewi Kunthi yg sudah mendengar & mengetahui semuanya, bahkan telah berembug kasus ini dengan Bima anaknya, menyarankan kepada Resi Hijrapa supaya eksklusif meminta bantuan kepada anaknya yang nomor 2 yg bernama Bimasena. Lantaran dialah orangnya yang tepat buat melakukan pertolongan ini.

Bima merupakan sosok yang sederhana dan jujur, ia selalu siap menaruh pertolongan kepada siapapun yg membutuhkan, apalagi bila yang bersangkutan datang memohon eksklusif kepada dirinya, maka akan semakin mantaplah ia melakukan pertolongan. Ketika ditemui Resi Hijrapa, Bima bersedia dikorbankan menjadi ganti Rawan anaknya. Resi Hijrapa sangat lega, terbebas menurut beban berat yang menindihnya.

Sesaat sehabis Bima menyanggupkan diri sebagai sesaji yg akan dipersembahkan pada Prabu Dwaka, tiba serombongan perajurit Ekacakra menggunakan jumlah yang lebih poly berdasarkan jumlah perajurit yg kemarin lusa mencegat para pengungsi. Mereka melacak eksistensi seseorang tinggi perkasa yg sudah menolong para pengungsi & mengalahkannya. Ketika kemudian mereka menemukan orang yg dimaksud yaitu Bima di tempat tinggal Resi Hijrapa, maka kemudian mereka datang menggunakan maksud menawan Bima. Bima dengan dibantu oleh Harjuna bermaksud melawannya.

Tetapi sebelum peperangan terjadi Lurah Sagotrra didampingi Rara Winihan menyerukan kepada pemimpin perajurit Ekacakra, supaya mau bersabar. Kecerdasan Rara Winihan berhasil mempengaruhui pimpinan perajurit buat membatalkan niatnya nenangkap Bima. Dengan alasan bahwa Bima sudah menyanggupkan diri sebagai korban buat Prabu Dwaka.

?Di tempat tinggal ini segala sesuatunya sudah disiapkan. Jika pimpinan perajurit mau menangkap Raden Bima & Raden Bima melawan, maka akan terjadi pertempuran. Apabila pertempuran terjadi pada rumah ini maka semuanya yang ada bakal rusak dan hancur. Termasuk jua ubarampe sesaji yg sudah dipersiapkan. Apabila hal ini sahih-sahih terjadi, ialah para perajurit sudah menghancurkan persiapan sesaji yang akan dipersembahkan kepada raja, termasuk calon korbannya yaitu Raden Bimasena. Apabila pemimpin perajurit akan nekat memaksakan kehendak, saya menjadi lurah di daerah ini akan menghadap raja dan menghaturkan bahwa calon sesaji yang telah dipersiapan dirusak oleh perajurit Ekacakra sendiri.?

Mendengar seruan Ibu Lurah yg lantang tadi, pemimpin perajurit tanpa berucap sepatah kata pun membalikan kudanya bersama menggunakan pasukannya meninggalkan tempat tinggal Resi Hijrapa. Mereka takut jika tindakannya menangkap orang tinggi perkasa dipercaya mengacaukan persiapan korban terbesar sepanjang tahun yang akan diadakan besok lusa.

Kabar kesanggupan Bima mau menjadi korban santapan menggantikan Rawan cepat beredar di Desa Sendangkandayakan dan pertapaan Giripurwa. Mereka berdatangan pada rumah Resi Hijrapa. Ketika ditemuinya terdapat Lurah Sagotra & Rara Winihan, semakin mantaplah mereka bergabung.

Ketika datang saatnya, hari Anggara Jenar yg jatuh dalam bulan pertama pada setiap tahunnya, Resi Hijrapa telah siap menggunakan sesajinya. Rara Winihan berperan akbar dalam pembuatan sesaji. Ia sudah menutupi badan Bima dengan parutan kelapa belia yg dimasak bothok.

Pagi itu mereka membawa sesaji komplit meninggalkan Rumah Resi Hijrapa, menuju keraton Ekacakra. Selain Bima sendiri, yg mengiringi sesaji berdasarkan Giripurwa merupakan : Harjuna, Rawan, Rara Winihan, Lurah Sagotra, Resi Hijrapa, warga Sendangkandayakan dan Giripurwa. Dengan eksistensi Bima diantara mereka, mereka tidak takut, lantaran mereka percaya menggunakan nama besar Pandhawa Lima dan sebagian berdasarkan mereka sudah melihat kesaktian Bima saat menolong para pengungsi.

Sesampainya di balairung keraton Ekacakra, sesaji berdasarkan Giripuwa yang berupa Bima dibumbu bothok menarik perhatian poly orang termasuk Sang Prabu Dwaka, karena sosok Bima yg tinggi besar sepadan dengan Prabu Dwaka.

Setelah segalanya siap, upacara sesaji dimulai menggunakan pemukulan gong beri 3 kali. Selesai gaung gong yg ketiga, mereka mulai melakukan pembakaran berbagai daging dan ikan secara serentak. Di tengah-tengah membumbungnya asap bakaran, Prabu Baka berjalan keliling sebelum mendekati korban mausia yaitu Bima Bothok. Baru setalah langkahnya tertuju pada Bima Bothok, perutnya mulai keroncongan, & air liurnya mengumpul di ujung lidahnya.

Sitihinggil Ekacakra penuh dengan asap korban bakaran. Prabu Dwaka mulai merasa lapar mencium bau asap berdasarkan daging yg dibakar. Terlebih saat melihat Bima yg diberi bumbu bothok, beliau mengarahkan langkah & pandangannya menuju korban yg pada sajikan menurut Giripurwa. Selangkah demi selangkah kaki yg akbar & berat itu menginjak bumi, & menyebabkan getar disekitarnya. Bimasena, Arjuna, Lurah Sagotra, Rara Winihan, Rawan dan para pengiring mulai menaikkan kewaspadaan. Kecuali Bima & Arjuna, jantung mereka berdetak semakin cepat merasakan getar tanah yang disebabkan sang langkah Prabu Dwaka, hawa dingin mulai mengalir menurut ujung kaki dan telapak tangan mereka.

Prabu Dwaka semakin tidak kuasa menahan lapar, melihat sosok Bima yg berbadan tinggi besar , berotot kuat dan kencang, berlumuran bumbu bothok kesukaannya. Lantaran tertariknya dengan sosok Bima, Prabu Dwaka tidak memperhatikan rangkaian korban yg lain yg telah disiapkan oleh Rara Winihan pada pada sebuah gerobak. Tangan Prabu Dwaka yg akbar bertenaga, penuh menggunakan bulu, mendulit bumbu bothok di tubuh Bima.

?Hmm enaaak?

Bima nir gentar menghadapi Prabu Dwaka. Sejak ia sanggup menjadi korban buat menggantikan Rawan, ia sudah siap lahir batin. Ditatapnya Prabu Dwaka dihadapannya menggunakan ketajaman mata laksana burung hantu. Otot tubuh yang menjadi daya kekuatan Bimasena mulai dikencangkan.

Prabu Dwaka nir sabar, dengat cepat dia menyahut Bima. Apabila dalam korban sebelumnya, baik yang bulanan maupun yg tahunan, korban hanya dapat menjerit dan lalu diam, kali ini nir terdapat jeritan. Bima sanggup menepis tangan Prabu Dwaka dengan kekuatan yg lebih besar . Prabu Dwaka terkejut bukan kepalang, merasakan kekuatan besar yg keluar berdasarkan calon koorbannya. Ulah Bima yang belum pernah dilakukan oleh para korban sebelumnya, justru meningkatkan kesukaan Prabu Dwaka. Ia menggunakan tawa sinisnya mengelilingi Bima, ingin mempermainkan calon korbannya sebelum disantapnya.

Namun yang apa yg terjadi sungguh mengejutkan, terutama bagi Prabu Dwaka. Bima dengan cepat dan datang-tiba melayangkan kakinya ke dada Prabu Dwaka. Prabu Dwaka senggoyoran hampir jatuh. Ia baru sadar, bahwa korban yang tersaji kali ini bukan orang asal-asalan. Prabu Dwaka menatapnya Bima menggunakan kemarahan puncak . Bima tidak mau kalah, beliau balas menatapnya sembari berdiri teguh, seteguh batu karang. Dengan menghimpun kekuatan, Prabu Dwaka menerkam Bima. Kali ini Bima menghindar. Prabu Dwaka semakin murka . Dan sebentar kemudian terjadilah pertepuran yg dahsyat. Dikarenakan keduanya tidak merasa leluasa bertempur di pelataran sitihinggil, maka tanpa konvensi pertempuran bergeser keluar menurut sitihinggil menuju ke alun-alun.

Korban besar tahunan sebagai rancu. Para pelaku korban, petugas jaga, para perajurit dan pengawal raja, menghentikan aktifitasnya. Mereka bersama-sama menyaksikan pertepuran langka. Bahkan orang-orang mulai berdatangan ke alun-alun untuk menyaksikan pertempuran dahsyat sepanjang abad.

Para pajurit yg setia pada raja, ikut geram pada Bimasena. Namun dibalik kegeramannya, mereka mengakui keberanian Bima buat melawan raja mereka. Lantaran selama mereka mengabdi pada Prabu Dwaka, belum pernah ia menjumpai seseorang yang berani pada raja mereka. Barulah sekarang buat yg pertamakali beliau menyaksikan terdapat orang yang berani melawan raja mereka menggunakan nir menampakkan ketakutannya.

Walaupun diantara mereka pernah menyaksikan dan merasakan kesaktian Bima waktu menolong para pengungsi, mereka semakin tergetar keberaniannya menyaksikan kehebatan Bima saat melawan Prabu Dwaka.

Sementara itu, bagi mereka, baik para perajurit atau kawula Ekacakra yg selama ini nir bahagia dengan raja mereka, sangat berharap supaya Bima berhasil memenangkan pertempuran.

Hari semakin siang, surya sudah hampir berada pada tengah. Pertempuran berlangsung semakin seru. Keduanya saling mengeluarkan ilmu-ilmu andalan. Debu mengepul, mengelilingi & menutupi Prabu Dwaka & Bimasena. Para penonton nir bisa lagi melihat keduanya menggunakan jelas. Tetapi melalui bunyi yg disebabkan mereka dapat empati bahwa pertempuran tadi semakin dahsyat. Oleh karena itu para penonton semakin mundur dengan perasaan cemas, sebagai akibatnya tempat bertempur pun sebagai semakin luas.

Beberapa saat kemudian, debu yang membumbung perlahan-huma pergi dibawa angin. Dari kejauhan, tampaklah Bimasena & Prabu Dwaka berdiri berhadapan. Rupanya mereka putusan bulat untuk beristirahat sejenak sembari mengatur napas mereka masing-masing. Tidak beberapa usang kemudian, pertempuran dilanjutkan kembali.

Prabu Dwaka yang lapar karena belum berhasil menyantap korban, bertempur menggunakan membabi buta. Ia ingin segera mengakhiri pertempuran. Tetapi lawannya bukanlah orang sembarangan, beliau mempunyai ilmu taraf tinggi yg sporadis terdapat tandingannya. Oleh karenanya, Prabu Dwaka menjadi frustasi karena tidak dapat segera mengalahkan Bimasena. Sebaliknya, Bimasena sebagai semakin tenang & mantap. Sehingga dengan demikian ia bisa menggunakan jelas melihat kelemahan daya pertahanan lawannya. Pusaka Kuku Pancanaka andalan Bimasena sudah disiapkan. Dan pada ketika yang tepat, Bimasena berhasil menyarangkan Kuku Pancanaka ke dada Prabu Dwaka.

Terdengar bunyi teriakan menggelegar dan disusul menggunakan robohnya tubuh Prabu Dwaka yg tinggi besar . Sorak membahana gemuruh menyambut kemenangan Bimasena. Beberapa pengawal yg setia Raja mengarahkan mata tombaknya ke dada Bimasena, namun sebelum Bimasena luka, Arjuna menggunakan tangkas menarik busur & melepaskan anak panahnya pada jumlah banyak. Maka berjatuhanlah mereka. Pengawal yg lain tergetar hatinya, melihat kesaktian Arjuna dalam memananh.. Mereka mengurungkan niatnya membela rajanya, & meyerah dihadapan Bimasena.

Setelah dipastikan bahwa Prabu Dwaka sudah gugur, para kawula Ekacakra memohon agar badan Prabu Dwaka yg telah nir bernyawa dipisahkan, yang satu ditanam pada gunung gamping barat yg satu ditanam pada gunung gamping Timur. Menurut kepercayaan , hal tersebut dimaksudkan buat menghilangkan tenaga negatif yang akan disebabkan sang raga Prabu Dwaka.

Pada puncak korban tahunan kali ini, nir ada lagi kawula yg dikorbankan, melainkan Prabu Dwaka sendiri dan beberapa pengawalnya yang sebagai korban.

Prabu Baka atau Prabu Dwaka yang menjadi sumber ketakutan kawula Ekacakra telah dihancurkan oleh Bimasena. Para pejabat, pengawal perajurit dan pengikut yang selama ini berada di lingkaran pusat kekuasaan merasa terancam keberadaannya. Pengawal raja lapis pertama yang mengandalkan insting jika rajanya ada dalam bahaya dengan cepat menyerang Bima yang telah mencelakai tuannya, namun dengan cepat pula dilumpuhkan oleh panah Arjuna.

Walaupun tenaganya belum pulih, setelah mengalahkan Prabu Dwaka, Bima sendiri juga sudah bersiaga buat menghadapi para pengawal dan pengikut Prabu Dwaka yang nir terima akan kematian Rajanya. Tetapi tidak terdapat lagi yg menyerang Bima setelah serangan pengawal lapis pertama gagal total. Mereka keder jua menyaksikan kesaktian Bima yg menggetarkan.

Ditambah lagi bahwa rombongan pembawa korban dari Giripurwa masih ada orang sakti selain Bima, yg ahli menggunakan senjata panah. Kesaktiannya dalam memanah sudah ditunjukkan waktu membendung agresi para pengawal raja lapis pertama yang hendak mengeroyok Bimasena. Orang sakti tersebut merupakan adik Bimasena yg bernama Arjuna. Ia memang sengaja mennunjukan kesaktiannya supaya yang lain jera, sehingga dengan demikian akan mengurangi korban.

Kesaktian memanah yang ditunjukan Arjuna menggunakan melumpuhkan puluhan korban pada saat sekejab merupakan ilmu terbaik Sokalima. Ditambah jua dengan pusaka ali-ali ampal dari Prabu Ekalaya raja Paranggelung, menciptakan ilmu memanah Arjuna tidak tertandingi. Maka jika pun pengawal lapis dua berniat melawan Bima dan Arjuna dapat dipastikan nasibnya akan sama misalnya pengawal lapis pertama yg pada sekejap roboh bersamaan.

Untung saja gebrakan awal Arjuna berhasil menciptakan nyali para pengawal raja menciut, sebagai akibatnya mereka mengurungkan niatnya buat melawan Bima dan Arjuna. Lantaran sudah nir punya nyali buat melawan, para pejabat, pengawal dan pengikut setia Prabu Dwaka sekarang sudah nir setia lagi, mereka meletakan senjata dan menyerah.

Sorak sorai membahana. Kawula Ekacakra merayakan kemenangan. Korban bakaran yang sedianya diperuntukan buat kehormatan & kekuasaan raja sebagai korban sukacita dan pesta kemenangan warga Ekacakra. Bimasena dielu-elukannya dan pula Arjuna. Hal yg lebih membanggakan dirasakan sang rombongan korban berdasarkan Giripurwa. Karena berawal dari Bima yang hadir pada daerahnya dan bersedia menjadi silih korban menggantikan Rawan, akhirnya bisa menumbangkan angkaramurka dan menanamkan ketamakan Prabu Baka pada gunung Gamping yang beku.

Gugurnya Prabu Baka menciptakan keadaan negeri Ekacakra secara keseluruhan berbalik 180 derajat. Jika sebelumnya rasa takut & suasana mencekam melanda setiap hati kawula Ekacakra, kini setelah Prabu Baka gugur, suasana berubah sebagai sukacita dan tanggal bebas menurut takut dan cemas. Seluruh masyarakat sebagai tenteram karenanya.

Dengan perubahan itu, beberapa bebahu desa Kabayakan teringat akan istilah-kata Rara Winihan yg menaruh pengharapan, bahwa tidak lama lagi desa Kabayakan akan terbebas dari rasa cemas takut. Bahkan Desa ini akan mendapat pemberian yg begitu akbar.

Tanda akan datangnya anugerah besar itu pada sampaikan oleh Hyang Widi Wasa lewat mimpinya. Pada dini hari tadi, Rara Winihan bermimpi sedang melakukan bepergian ke dusun-dusun, beserta Ki Lurah Sagotra, Para Bebahu, dan beberapa orang yg dituakan. Sesampainya pada setiap dusun yang mereka kunjungi, para rakyat mengelu-elukan rombongan Lurah Sagotra. Suasana kunjungan tersebut mirip sebuah bepergian pesiar. Diakhir perjalanannya, rombongan Lurah Sagotra memasuki jalur sungai. Keanehan terjadi, mereka berjalan di atas sungai & kakinya tidak menyentuh air.

Dan benarlah, makna yg terselubung pada mimpi, bahwa jika orang yg bermimpi berjalan di atas air, akan menerima kabegjan pemberian yang luar biasa. Kini mimpi Rara Wunihan sudah sebagai kenyataan.

Selain Bima dan Arjuna nama Rara Winihan menjadi semakin berkibar. Banyak kawula Giripurwa menginginkan Ibu Lurah tadi menempati jabatan yang lebih tinggi lagi. Tetapi Rara Winihan menolaknya. Ia justru menjadi membuat malu, karena sesungguhnya ia hanyalah seseorang yang tidak berarti dibandingkan dengan Bimasena dan Arjuna, atau dengan Ibu Kunthi. Ia hanyalah istreri Lurah Sagotra, Kanca Wingking yg seharusnya hanya berada pada daerah belakang.

Ambisi para bebahu yg ingin mengangkat dirinya menduduki jabatan yg lebih tinggi, justru sudah menyadarkan dirinya, bahwa langkah yang dia jalankan selama ini telah kemajon, atau terlalu ke depan dibandingkan dengan kiprah yg seharusnya dia jalani, yaitu menjadi isteri Lurah, tidak lebih.

Pada keesok harinya ketika semuanya berkumpul di Rumah Resi Hijrapa, tidak satupun rasa takut menyusup di hati dan pikiran mereka. Sehingga yang nampak adalah wajah-paras ceria yang terbebas berdasarkan kecemasan. Dalam kesempatan tadi, Resi Hijrapa, Rawan, Lurah Sagotra dan Rara Winihan mengucapkan terimakasih yg tak terhingga kepada Ibu Kunthi, Bimasena & Arjuna. Selain itu Resi Hijrapa dan lalu diikuti sang Rawan, Ki Lurah Sagotra & Rara Winihan menyatakan diri, apabila kelak terjadi perang besar antara Pandhawa dan Korawa yang diklaim Bharatayudha mereka siap membantu Pandhawa menjadi tawur awal pada perang tadi. Kunthi dan Pandhawa sangat terharu mencicipi ketulusan yang dinyatakan mereka buat siap berkorban bagi Pandhawa.

Sepeninggal Prabu Dwaka, kerajaan Ekacakra komplang, tanpa raja. Untuk sementara sebelum hingga pada orang yg paling berhak menduduki tahta, kebijaksanaan kerajaan dipasrahkan pada Prabu Durpada yg memerintah pada negara Pancala. Lantaran wilayah Ekacakra bergandengan dengan wilayah Pancala.

Herjaka HS

Saturday, January 30, 2021

Parikesit

Peristiwa sebelum kelahiran

Saat Maharaja Parikesit masih berada pada kandungan, ayahnya yang bernama Abimanyu, turut serta beserta Arjuna dalam sebuah pertempuran akbar di daratan Kurukshetra. Dalam pertempuran tersebut, Abimanyu gugur dalam agresi musuh yang dilakukan secara curang. Abimanyu meninggalkan ibu Parikesit yg bernama Utara lantaran gugur dalam perang.

Pada pertempuran pada akhir hari kedelapan belas, Aswatama bertarung menggunakan Arjuna. Aswatama dan Arjuna sama-sama sakti dan sama-sama mengeluarkan senjata Brahm?Stra. Karena dicegah sang Resi Byasa, Aswatama dianjurkan buat mengarahkan senjata tadi pada objek lain. Maka Aswatama memilih agar senjata tadi diarahkan ke kandungan Utara. Senjata tersebut pun membunuh Parikesit yang maish berada dalam kandungan. Atas pertolongan dari Kresna, Parikesit dihidupkan kembali. Aswatama kemudian dikutuk supaya mengembara pada global selamanya.

Ramalan kehidupan

Raja parikesit mengalungkan bangkai ular di leher Bagawan Samit

Resi Dhomya memprediksikan pada Yudistira sesudah Parikesit lahir bahwa ia akan menjadi pemuja setia Dewa Wisnu, dan semenjak ia diselamatkan sang Bhatara Kresna, dia akan dikenal sebagai Vishnurata (Orang yg selalu dilindungi sang Sang Dewa).

Resi Dhomya memprediksikan bahwa Parikesit akan selamanya mencurahkan kebajikan, ajaran kepercayaan & kebenaran, dan akan sebagai pemimpin yang bijaksana, tepatnya misalnya Ikswaku dan Rama berdasarkan Ayodhya. Ia akan menjadi ksatria panutan seperti Arjuna, yaitu kakeknya sendiri, dan akan membawa kemahsyuran bagi keluarganya.

Raja Hastinapura

Saat dimulainya zaman Kali Yuga, yaitu zaman kegelapan, dan mangkatnya Kresna Awatara berdasarkan dunia fana, lima Pandawa bersaudara purna tugas berdasarkan pemerintahan. Parikesit telah layak diangkat sebagai raja, menggunakan Krepa menjadi penasihatnya. Ia menyelenggarakan Aswameddha Yaj?A 3 kali pada bawah bimibingan Krepa.

Kutukan Sang Srenggi

Pada suatu hari, Raja Parikesit pulang berburu ke tengah hutan. Ia kepayahan menangkap seekor buruan, lalu berhenti buat beristirahat. Akhirnya ia sampai di sebuah tempat pertapaan. Di pertapaan tadi, tinggalah Bagawan Samiti. Ia sedang duduk bertapa & diam. Ketika Sang Raja bertanya kemana buruannya pulang, Bagawan Samiti hanya membisu membisu lantaran pantang berkata-istilah ketika sedang bertapa. Lantaran pertanyaannya nir dijawab, Raja Parikesit marah & merogoh bangkai ular dengan anak panahnya, lalu mengalungkannya ke leher Bagawan Samiti. Kemudian Sang Kresa menceritakan insiden tersebut pada putera Bagawan Samiti yg bernama Sang Srenggi yg bersifat mudah marah.

Saat Sang Srenggi pulang, ia melihat bangkai ular melilit leher ayahnya. Kemudian Sang Srenggi mengucapkan kutukan bahwa Raja Parikesit akan tewas digigit ular selesainya tujuh hari semenjak kutukan tersebut diucapkan. Bagawan Samiti kecewa terhadap perbuatan puteranya tersebut, yang mengutuk raja yang sudah menaruh mereka tempat berlindung. Akhirnya Bagawan Samiti berjanji akan mengakhiri kutukan tersebut. Dia mengutus muridnya buat memberitahu Sang Raja, namun Sang Raja merasa malu buat mengakhiri kutukan tersebut dan memilih buat berlindung.

Kemudian Naga Taksaka pergi ke Hastinapura buat melaksanakan perintah Sang Srenggi buat menggigit Sang Raja. Penjagaan di Hastinapura sangat ketat. Sang Raja berada pada menara tinggi dan dikelilingi sang prajurit, brahmana, dan ahli bisa. Untuk dapat membunuh Sang Raja, Naga Taksaka menyamar menjadi ulat pada buah jambu. Kemudian jambu tadi diduguhkan pada Sang Raja. Kutukan tersebut sebagai kenyataan. Raja Parikesit wafat sesudah digigit Naga Taksaka yang menyamar sebagai ulat dalam butir jambu.

Keturunan Raja Parikesit

Parikesit menikahi Madrawati, & mempunyai seseorang putera bernama Janamejaya. Janamejaya diangkat menjadi raja dalam usia yang masih belia. Janamejaya menikahi Wapushtama, & memiliki 2 putera bernama Satanika & Sankukarna. Satanika diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya dan menikahi puteri berdasarkan Kerajaan Wideha, kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedhadatta.

Para keturunan Raja Parikesit tadi merupakan raja legendaris yang memimpin Kerajaan Kuru, namun riwayatnya tidak muncul dalam Mahabharata.

Parikesit pada pewayangan Jawa

Parikesit merupakan putera Abimanyu alias Angkawijaya, kesatria Plangkawati menggunakan permaisuri Dewi Utari, puteri Prabu Matsyapati dengan Dewi Ni Yustinawati dari Kerajaan Wirata. Ia seseorang anak yatim, lantaran waktu ayahnya gugur di medan perang Bharatayuddha, beliau masih dalam kandungan ibunya. Parikesit lahir di istana Hastinapura setelah keluarga Pandawa boyong menurut Amarta ke Hastinapura.

Parikesit naik tahta negara Hastinapura menggantikan kakeknya Prabu Karimataya, nama gelar Prabu Yudistira setelah sebagai raja negara Hastinapura. Ia berwatak bijaksana, amanah & adil.

Prabu Parikesit mempunyai lima (lima) orang permasuri dan 8 (delapan) orang putera, yaitu:

1. Dewi Puyangan, berputera Ramayana & Pramasata

2. Dewi Gentang, berputera Dewi Tamioyi

3. Dewi Satapi alias Dewi Tapen, berputera Yudayana dan Dewi Pramasti

4. Dewi Impun, berputera Dewi Niyedi

lima. Dewi Dangan, berputera Ramaprawa & Basanta.

Menurut wikipedia

Monday, September 7, 2020

Suryaputra (Suryatmaja) Rabi

Syahdan raja Mandraka prabu salya duduk pada singgasana dihadap sang putra mahkota raden Rukmarata & patih praja bernama Tuhayata. Raja membicarakan perihal perkawinan putra-putrinya yang bernama Dewi surtikanti & prabu Jayapitana menurut kerajaan Astina.

Selagi mereka berbincang-bincang, datanglah patih Astina Arya Sakuni. Kepada raja dilaporkan wacana persiapan Prabu Jayapitana mengenahi akan perkawinannya menggunakan putra-putri raja, & berdatang sembah memohon kapan kiranya temanten lelkai dapat diarak buat dipertemukan menggunakan calon temanten wanita. Raja menjawanya, bahwasanya sebelum dipertemukan, prabu Jayapitana harus melaksanakan permintaan syarat perkawinan puterinya, artinya diadakan patah (pengiringtemanten) temanten, artinya seseorang ksatria bagus , & tiada lagi cacat pada dirinya. Manakala persyaratan sudah diwujudkan, setiap saat prabu Jayapitana akan dipertemukan dengan Dewi Surtikanti. Banyak para tamu yang menyaksikannya, diantaranya prabu Baladewa raja Mandura, raja Amarta prabu Puntadewa bersama sudara-sudaranya, artinya raden arya Werkudara, raden Pinten & Tansen. Setelah raja bersabda, mundurlah patih skauni kembali ke praja Astina. Raja pun segera pulang ke dalam kraton, menemui prameswari Dewi Setyawati. Kepadanya diuraikan apa yg telah terjadi dipasewakan, usai raja berbincang-bincang, lajulah ke gelanggang pambojanan, diiringkan oleh permaisuri, tidak ketinggalan putra-putrinya Dewi Banowati.

Para tamu bersinggah dipemondokan mandraka, yg dipersiapkan oleh patih Tuhayata.

Di praja Petapralaya, prabu Radeya mengadakan perembugan menggunakan putranya yg bernama raden Suryanirada, Dewi Suryawati dan patih praja artinya Druwajaya. Masalahnya berkisar ihwal lolosnya putra sulung raja, yg bernama raden Suryaputra, karena kepadanya pernah diajukan saran, hendaknya mempersiapkan diri buat dikawinkan. Agaknya raden Suryaputra pergi meninggalkan praja Petapralaya, menggunakan alasan nir atau belum berkehendak dikawinkan oleh ayahanda raja. Kepada patih Druwajaya diperintahkan buat melacak kepergian raden Suryaputra, sekaligus menemukan membawanya kembali ke praja. Patih segera memohon diri, untuk segera melaksanakan tugasnya.

Tersebutlah raja yaksa bernama prabu Kalakarna, negaranya bernama Awangga. Raja yaksa sangat jatuh hati kepada putra-putrinya raja Mandraka Dewi Surtikanti. Semula raja bermaksud akan pergi sendiri ke praja Mandraka Dewi Surtikanti. Semula raja bermaksud akan pergi sendiri ke praja Mandraka, namun pengasuh raja yg setia bernama Kidanganti menyarankan, sebaiknya mengirimkan duta terlebih dahulu, sekaligus untuk menyampaikan surat lamaran raja. Prabu kalakarna menyetujuinya, & pada yaksa Kalakurenda, beserta teman-temannyaa Kalamamrang, Kalagutaka, diperintahkan buat segera berangkat. Dalam perjalanannya bertemulah para yaksa menggunakan wadyabala Mandraka, terjadilah perselisihan & peperangan, namun ke 2-duanya berusaha menghindarkan diri sebagai akibatnya ke 2-duanya melanjutkan perjalanannya masing-masing.

Resi Abiyasa dipertapaannya Wukir Retawu, dihadap oleh cucundanya bernama raden pamadi, tak lupa turut serta Kyai Semar, Nalagareng, & Petruk. Resi Abiyasa menyarankan kepada raden Pamadi buat segera kembali ke praja dikarenakan akan akbar manfaatnya. Kembalilah raden Pamadi diikuti sang panakawan, ditengah hutan bertemu dengan para yaksa berdasarkan Awangga, sehingga terjadilah peperangan. Raden Pamade dapat mebunuhnya, dan lajulah raden Pamade menuju Amarta.

Di Kahyangan Jonggringsalaka, Hyang Girinata yang sedang dihadap sang para dewa, tampak hadir resi Narada, oleh Hyang Brahma, Hyang Panyarikan. Hyang Girinata bersabda kepada Narada, hendaknya segera turun ke Marcapada buat meberikan pemberian pusaka yg bernama Kunta kepada raden Pamade. Turunlah Narada ke Madyapada dengan membawa senjata Kunta, buat dianugerahkan kepada raden Pamade.

Di kaki gunung Jamurdipa, raden Suryaputra yang sedang bertapa, didatangi resi Narada, yang mengiranya raden Pamade. Kepada Raden Suryaputra yang dikira raden Pamade , resi Narada menguraikan maksudnya, bahwa kedatangannya tak lain diutus oleh Hyang Girinata buat menemuinya dan memberikan anugerah yang kuasa senjata sakti berwujud Kunta, namanya Wijayadanu. Setelah raden Suryaputra menerima hadiah dewa, kepada resi Narada mengakulah bahwasanya dia bukan raden Pamade, melainkan putra raja Petapralaya, dan beliau sendiri bernama raden Suryaputra. Resi Narada mencicipi kekeliruannya, & berusaha minta pulang saenjata skti berwujud panah tersebut. Raden Suryaputra mempertahankan sehingga hanya tempatnya saja yg bisa direbut sang narada, selanjutnya kembalilah sang resi ke Kahyangan Jonggringsalaka buat melapor pada Hyang Girinata. Raden Suryaputra bertemu dengan patih Druwajaya, & mereka melanjutkan perjalannya.

Patih sakuni melapor kepada prabu Kurupati yg disaksikan juga oleh para kurawa, yakni raden Dursasana, Durmagati Citraksa dan Citraksi, bahwasanya raja Mandraka mengajukan persyaratan kelengkapan temanten laki, adanya patah temanten seseorang ksatriya yg mengagumkan & lagi pula wajib tampa cacat sedikitpun. Prabu Kurupati mendengarkan menggunakan penuh perhatian, tak ada upaya lain kecuali mengusahakannya. Kepada patih sakuni diperintahkannya Pamade dijadikan patahnya. Berangkatlah raden Sakuni bersama para Korawa menuju ke praja Amarta.

Dewi Kunti yang tinggal di istana Amarta, mendapat kedatangan raden Pamade bersama para Pnaakawannya. Tak lama tiba jua Sakuni, selesainya berdatang sembah diuraikannya maksud dan kehendak prabu Kurupati, bahwasanya raden Pamade dimohon bantuannya buat bersedia dijadikan patah bagi calon temanten laki, yang tidak lain prabu Kurupati. Dewi Kunti memperkenankannya, arya Sakuni memohon diri, kembali ke praja Astina diikuti sang raden Pamade, & para Panakawannyaa.

Kedatangannya patih arya Sakuni dengan mebawa juga raden Pamade sangat melegakan hati prabu Kurupati. Segera diperintahkan, buat mempersiapkan keberangkatannya ke praja Mandraka, tak lupa raden Pamade diikutsertakan sebagai patah.

Di kerajaan mandraka, prabu salya mendapat para tamu, adalah prabu Baladewa raja Mandraka, prabu Puntadewa raja Amarta, arya Bratasena, Pinten & tansen. Raja mendapat laporan bahwa pesanggrahan tempat buat calon temanten laki & rombongannya telah selesai.

Tak lama datanglah rombongan temanten laki dari Astina, raja Salya menerima calon temanten laki. Kepadanya & rombongan dari Astina, dan para tamu lainnya segera dipersilahkan buat beristirahat di pesanggrahan, raden Pamade dibawa eksklusif menuju ke kradenayon, diserahkan pada Dewi Banowati.

Dewi Banowati sebenarnya jatuh cinta pada raden Pamade, demikian juga raden Pamade melayaninya. Kepada Raden Pamade Dewi Banowati menceritakan, bahwa pada tempat peraduan kakaknya artinya Dewi Surtikanti terlihat terdapat seseorang ksatriya, yang sengaja ulah asmara dengan oleh dewi, tindakan tadi tak ubahnya sebagai pencuri asmara saja. Raden Pamade yg mendapat laporan berusaha buat mebuktikannya, & seteklah sampai pada kamarnya Dewi Surtikanti, tidak ayal lagi memang benar bahwasanya ditempat peraduan sang dewi terlihat terdapat bayangan insan berusaha melarikan diri, yang tidak lain raden Suryaputra. Raden Pamade segera mengejarnya diikuti sang raden Bratasena, dan Prabu Baladewa. Peperangan terjadi antara raden Bratasena dan pengikut raden Suryaputra merupakan patih Druwajaya, & raden Suryanirada bertemu dengan prabu Baladewa, akhirnya mereka menghindarkan diri buat berkumpul menggunakan raden Suryaputra.

Konon raden Pamade mengejar raden Suryaputra eksklusif ke praja Petapralaya, diterima sang Prabu radeya, diskasikan oleh putra-putri raja Dewi suryanawati. Sang Dewi nir menyangka akan raden pamade yg disangkanya raden Suryaputra. Dengan alasan telah rindu kepada saudaranya segera dipeluknaya, demikian jua raden Pamade menimbanginya. Kepada raja Radeya, raden Pamade melaporkan bahwasanya oleh raden sudah memboyongi putri Mandraka, bernama Dewi Surtikanthi kini pada perjalanan ke praja Petapralaya. Raden Pamade mengutarakan maksudnya, buat menemani oleh dewi, dewi Suryanawati dimintakan biar pada prabu radeya. Raj radeya memperkenankan & dibawalah sang dewi beserta-sama meninggalkan praja Petapralaya.

Seusai raden Pamade bermohon diri, datanglah raden Suryaputra, tentu saja sang raja terheran-heran, mengapa oleh raden cepat kembali. Lebih terheran-heran lagi raden Suryaputra pada hatinya telah menyangka bahwasanya tidak lain tentu ulah raden Pamade. Kepada ayahandanya diceritakan segala permasalahannya yang menimpa dirinya, dan bermohon diri untuk mengejar raden Pamade. Bertemulah raden Suryaputra menggunakan raden Pamade yang membawa Dewi Suryanawati, peperangan terjadi. Raden Suryaputra dapat dilukai pelipisnya oleh raden Pamade, selagi mereka berperang rame-ramenya Hyang Narada turun ke bumi buat melerainya. Kepada mereka dijelaskan, bahwa raden Suryaputra sebenarnya masih saudaranya sendiri, malahan dia yg tertua berdasarkan famili Pandawa, terlahir satu mak berdasarkan Ibu Kunti. Pada ketika bayi dihanyutkan pada samodra, ditemukan sang Prabu radeya, selanjutnya diangkat menjadi putra langsung. Kepada raden Pamade diminta bantuannya buat menuntaskan perkawinan saudara tuanya, ialah raden Suryaputa yang akan mempersunting putri Mandraka benama Dewi Surtikanthi, & rtaden Pamade menyanggupkan diri, keduanya berangkat, resi Narada balik ke kahyangan.

Dewi Surtikanthi yg sendirian ditempat peraduannya dengan didampingi sang emban malihan artinya super besar bernama Kidanganti, yg segera mnyergapnya membawa lari snag dewi. Seisi kraton geger, mencari hilangnya sang Dewi Surtikanthi, keliru satu inang pengasuhnya segera melapor pada praja wacana hilangnya sang dewi.

Selagi inang melapor, raja sedang mendapat kedatangan raden Pamade beserta Surayputra, segera raja memerintahkan pada Pamade buat menagkap pencuri & membawanya balik Dewi Surtikanthi, raden Pamade menyanggupkan diri dengan permohonan, nantinya jika sudah kembali sang dewi dimohonkannya buat diperjodohkan menggunakan raden Suryaputra, raja Salya menaruh kesanggupannya, raden Pamade berangkat mencari penyandera oleh dewi, diikuti oleh saudara tuanya raden Suryaputra & raden Burisrawaa.

Datanglah Ditya perempuan Kidanganti, Dewi Surtikanthi sgerera diserahkan kepada raja Awangga prabu Kalakarna, oleh raja sangat bersukacita mendapat Dewi Surtikanthi, segera diperintahkan buat segera diistirahatkan di iostana kraton Awangga. Akan halnya raden Pamade, raden Suryaputra & raden Bratasena lebih dahulu berada di Kraton Awangga.

Sunday, September 6, 2020

Bomantaka

Prabu Kresna raja Dwarawati, menerima kedatangannya prabu Baladewa raja Mandura, menghadap juga raden Setyaka dan raden Setyaki. Sri Kresna menyampaikan, kehendak putra mahkota Dwarawati, raden arya Samba, buat dijodohkan menggunakan Dewi Hagnyanawati. Datanglah utusan prabu Boma raja Trajutrisna, raksasa bernama Mahudara menghaturkan surat yang isinya prabu Boma sangat merindukan putra mahkota raden arya Samba, buat memenuhinya putra mahkota diundangnya kekerajaan Trajutrisna. Sri Kresna mengijinkan, demikian raden arya Samba tidak berkeberatan, berangkatlah mereka bersam-sama menuju kerajaan Trajutrisna.

Akan halnya embarkasi raden arya Samba, sri Kresna pada kraton memberitakan juga pada para permaisurinya, Dewi Jembawati, Dewi Rukmini, & Dewi Setyaboma.

Setelah keberangkatan Mahudara beserta raden arya Samba, di penghadapan luar Dwarawati, tampak prabu Baladewa memerintahkan kepada patih Pragota,Prabawa beserta segenap waduabalanya, buat berjaga-jaga, mengadakan pengamatan keamanan batas kerajaan Dwarawati. Mereka segera berangkat, menunaikan tugasnya.

Konon, super besar Mahudara yang menjadi utusan prabu Boma Trajutrisna,setelah sampai pada tengah hutan, raden arya Samba tidak luput dari naksud semulanya, dihajar, disakiti. Sangat

sedihlah raden arya Samba tidak menerka bahwa kedaan dirinya akan menemui keruwetan.

Patih Udawa yg diberi tugas khusus oleh prabu Baladewa, telah menghadap raden Janaka pada praja Madukara, disampaikan pesan prabu Baladewa, bahwa raden arya Samba diundang ke kerajaan Trajutrisna oleh prabu Boma, telah berangkat menggunakan dutanya super besar bernama Mahudara. Raden Janaka merasa bahwa terdapat gelagat yang buruk, segera mnyusul kepergian raden arya Samba. Di tengah hutan, bertemulah raden Janaka dengan raksasa Nahudara, kepadanya dititipkan surat tantangan dari raden Janaka pada Prabu Boma, akan halnya raden arya Samba diajklah balik menghadap ke kerajaan Dwarawati.

Kedatangan super besar Mahudara, tiba melapor pada prabu Bomanarakasura, bahwasanya tugas terselesaikan, di tengah hutan raden Janaka memaksanya raden arya Samba, bahkan kepadanya dititipi surat tantangan dari raden Janaka,buat dihaturkan pada prabu Bomanarakasura. Seisi kerajaan Trajutrisna, tampak hadir para narapraja, patih Pancadnyana, super besar Yayahgriwa, Ancakugra, dan Winisuda, mereka kesemuanya kelihatan meluap amarahnya, selesainya mendengar isi surat tantangan raden Janaka. Prabu Boma meledak amarahnya, segera mengutus super besar wadyabalanya, buat pulang meminta donasi ke kerajaan Astina, pula utusan dikirimkan lagi ke karajaan Awu-awu, raja Durbala diminta kesediaanya membantu Trajutrisna, menghadapi tantangan raden Janaka.

Di kerajaan Dwarawati, Prabu Kresna & Prabu Baladewa, menerima kedatangan raden Janaka, yang membawa serta raden samba, Sri Kresna selesainya mendengar laporan raden Janaka segera mengutus r ad en Arya Setyaki buat menaruh informasi kepada raja Kumbina dan dibutuhkan kedatangannya di kerajaan Dwarawati., demikian juga raden Setyaka diutus ke kerajaan Amarta, untuk menyampaikan pesan sri Kresna, memohon kehadirannya prabu Puntadwa pada Dwarawati . Berangkatlah mereka menunaikan tugasnya masing-masing.

Prabu Duryudana raja Astina, dihadap oleh pandita praja Dahyang Durna, path sakuni, dipati Karna, para Korawa raden arya Dursasana, raden arya Kartamarma, raden arya Citraksa, citraksi, mendapat utusan dari kerajaan Trajutrisna, super besar-super besar bernama Yayahgriwa & Ancakugra. Surat raja Bomanarakasura disampaikan, Prabu Duryudana telah memahaminya, bahwasanya bantuannya sangat dibutuhkan oleh raja Trajutrisna, dalam rencana menyerang kerajaan Dwarawati. Seundurnya utusan Trajutrisna, Prabu Duryudana segera memerintahkan kepada dipati Karna menjadi panglima perangnya beserta Kurawa, buat membantu kepada kerajaan Trajutrisna, dan berangkatlah bala donasi Astina.

Raden Arya Setyaki, berdatang sembah kepada raja Kumbina, prabu Bismaka, menyampaikan asa sri Kresna buat dimnta kehadiran pada kerajaan Dwarawati. Berangkatlah prabu Bismaka bersama adiknya prabu Setiajid raja Lesanpura menuju kerajaan Dwarawati, diringkan sang raden Arya Setyaki.

Konon, prabu Bomanarakasura telah mengerahkan wadyabalanya, bersama bala donasi menurut astina, & kerajaan awu-awulangit, segera berangkatlah menuju kerajaan dwarawati.

Prabu kresna, sudah berembug menggunakan Baladewa disamping tampak pula Bismaka, Prabu setyajid. Datanglah melapor wadya dwarawati, bahwasanya Trajutrisna telah tiba menyerang, wadyabala kerajaan dwarawati menyongsongnya, mereka terlibat dalam kancah peperangan yang rame & seru.

Agaknya Prabu Boma denagn naik tunggangan perangnya, bernama garuda Wilmuna, datang mengamuk dalam peperangan. Raden Gunadewa disambarnya mangkat demikian juga raden Samba dan raden Janaka. Prabu Kresna meluap amarahnya melihat kebuasan tindakan prabu Boma, segera dilepasinya denagn senjata sakti cakra, matilah Prabu Boma, akan tetapi memang sudah takdir dwa, selama Boma masih disangga bumi, hayati lagi. Segera prabu Kresna memerintahkan wadyabala untuk mempersiapkan penyangga, Boma dicakra lagi, sekarang matilah Boma nir mencium bumi, karena disangga sang anjang-anjang. Raden werkudara mengamuk residu wadyabala Trajutrisna dikalahkan seluruh.

Saturday, September 5, 2020

Antasena

Raden Antasena adalah putra Arya Wekudara yg ketiga dengan Dewi Urangayu, putri Sanghyang Baruna, dewi ikan yg berkedudukan pada Kisiknarmada. Pertemuan Bima menggunakan Dewi Urangayu terjadi ketika Resi Druna menguji siswanya di perguruan Sokalima. Saat itu Werkudara diadu menggunakan duryudana, lantaran kalah dalam memakai gada, Duryudana sakit hati. Ia menyuruh Dursasana supaya melenyapkan Werkudara.

Bersamaan lahirnya Antasena, kahyangan Suralaya sedang digempur angkatan dari Girikadasar di bawah kekuasaan raja Kalalodra. Namun raja super besar berwajah ikan itu dapat dibinasakan oleh Antasena yang waktu itu masih bocah. Dengan keberhasilan menumpas musuh dewa tersebut, Resi Mintuna (kakek Antasena) diangkat menjadi yang kuasa menguasai ikan menggunakan gelar Batara Baruna.

Ketika Resi Bisma menyelenggarakan perlombaan menciptakan sungai menuju bengawan Gangga, Kurawa dan Pandawa saling berlomba. Werkudara dibantu pasukan dari Kisik Narmada yang dipimpin sang Antasena berhasil menciptakan sungai yg kemudian sang Bisma diberi nama Sungai Serayu. Kurawa hanya mampu membuat sungai yg tembus ke kali Serayu, maka sungai itu dinamakan Kelawing atau terbalik. Nama Kelawing dalam pedalangan disebut Kali Cingcinggoling.

Ketika usai perlombaan, Kurawa yg sakit hati kembali berusaha ingin membinasakn Pandawa. Ia bersekutu menggunakan raja Girisamodra Prabu Gangga Trimuka. Atas bujuk Sengkuni, Gangga Trimuka akan menguasai Tribuwana bila bisa membunuh padanwa sebagai tumbalnya. Prabu Gangga Trimuka kemudian menangkap Pandawa & dipenjara ke pada gedung kaca bernama Kongedah, sehingga Pandawa meninggal lemas pada dalam penjara gedung kaca tadi.

Mengetahui Pnadawa dipenjara, Antasena melabrak raja Girisamodra. Prabu Gangga Trimuka dibinasakan menggunakan belai upas (sungut upas Jw.) dan Pandawa dimuntahkan berdasarkan Kongedah. Melihat syarat Pandawa mati lemas, Antasena segera menghidupkan pulang menggunakan air kehidupan Madusena. Atas kemufakatan Pandawa, negara Girisamodra lalu diserahkan pada Antasena.

Tidak berbeda menggunakan Antareja, kakaknya. Antasena juga mempunyai sisik pada kulitnya yg berfungsi buat menangkal senjata tajam. Keduanya pula bisa membenamkan diri ke pada tanah dan tidak akan meninggal bila tubuhnya masih menyinggung air ataupun tanah. Dalam pedalangan, Antasena kawin dengan Dewi Manuwati, putri Arjuna & Dewi manuhara.

Sumber : http://lembaga.Dtk.Com/wayang-raden-antasena-t961.Html

Friday, September 4, 2020

Di Saptapertala

Tidak misalnya berita yg tersebar luas pada negara Hastinapura dan sekitarnya, Kunthi dan anak-anaknya selamat dari kobaran api, berkat Kanana dan terowongan y...Ang dibuatnya. Mereka menyusuri lorong terowongan yg sempit & gelap, mengikuti cahaya putih kemilau. Semakin lama terowongan itu semakin lebar & jelas, sehingga cahaya putih yang semula nampak jelas, semakin lama semakin menjadi tidak jelas.

Ketika bepergian mereka sampai di alam terbuka yg terang benderang, mereka nir melihat lagi cahaya itu. Jika semula Kunthi & Pandhawa mengira bahwa cahaya putih itu adalah Kanana, nyatanya bukan. Bahkan Kanana sendiri melihat bahwa cahaya Putih itu adalah Batara Narada, Dewa yg bertubuh bulat pendek. Lalu siapa cahaya putih yg menuntun di pada kegelapan tadi?

Kunthi, Pandawa Lima & Kanana saling berpandangan. Mereka heran dengan apa yang baru saja mereka alami. Berawal berdasarkan insiden kebakaran di Bale Sigala-gala, lalu mereka dibukakan pintu terowongan sang Kanana, lalu Bima menggendong mereka & membawa masuk ke pintu terowongan. Di terowongan mereka mengikuti cahaya putih dan akhirnya selamat sampai di loka terbuka yang belum pernah mereka jumpai sebelumnya.

Tempat yg asing tersebut merupakan halaman pintu gerbang kerajaan. Kerajaan manakah ini. Pintu gerbangnya megah perkasa, dihiasi menggunakan gesekan bermotif hewan dan tumbuh-tanaman yg mempesona. Seperti kerajaan akbar lainnya, pintu gerbang tersebut dijaga oleh beberapa perajurit yang mengawasi orang yang keluar masuk kerajaan. Jika dirasa perlu para penjaga tadi berwenang memeriksa dan menggeledah tamu yang ingin masuk ke kerajaan. Kunti, Pandawa Lima dan Kanana disambut oleh ketua perajurit jaga menggunakan penuh hormat. Kemudian mereka dikawal beberapa perajurit buat masuk menuju kedaton, kecuali Kanana yang memilih tinggal beserta perajurit jaga.

Kunthi & Pandawa heran, para prajurit di kerajaan ini berkulit kasar saperti sisik, baunya amis seperti ular. Mereka membawa Kunti & anak-anaknya pada yang dikenalkan sebagai putra raja, bernama Nagatatmala. Orangnya gagah pakaiannya gemerlap beliau juga bersisik misalnya perajurit-perajurit yang lain. Nagatatmala memberi hormat & bertanya mengenai keselamatan mereka. Nagatatmala mempersilakan mereka beristirahat di loka yg telah disediakan, sebelum ketemu raja. Seorang gadis cantik dikenalkan oleh Nagatatmala, menjadi adiknya bernama Nagagini.

Kunthi & Pandawa tergoda melihat kecantikan Nagagini. Kulitnya halus bersinar tidak misalnya kakaknya dan para perajurit, yg berkulit kasar bersisik. Hamper tak berkedip, para Pandawa memandang Nagagini yg berperangai lembut & dagi. Nagagini memberi salam hormat pada Kunti & pada Puntadewa, Bimasena, Herjuna, Nakula & Sadewa. Tidak ada yg memahami bahwa saat Nagagini memberi salam hormat pada Bimasena, Nagagini bergetar gugup. Detak jantungnya berdegup keras. Bimasena adalah sosok yg pernah beliau jumpai dalam mimpinya. Bahkan pada pada mimpi tersebut Bimasena dan Nagagini telah saling memadu kasih.

?Oh Raden Bima?

Nagagini berkeluh pendek & segera meninggalkan ruangan loka Kunti & para Pandawa berada, takut bila gejolak hatinya terbaca. Gejolak hati yang tidak karuan ketika berjumpa menggunakan kekasih hatinya. Bagi Nagagini sulit membedakan antara mimpi & fenomena. Lantaran mimpinya belum lama ini sebagai kenyataan.

Nagagini menyadari bahwa dirinya dan Bima bukan adalah satu rumpun bangsa. Nagagini adalah keturunan tuhan berjenis ular Naga. Sedangkan Bima merupakan kesatria keturunan insan pada umumnya. Namun Bima bagi Nagagini merupakan keistimewaan. Ada getaran khusus yang belum didapatkannya pada manusia kebanyakan. Sejak perkenalannya menggunakan Bima, Nagagini tidak pernah melepaskan pikirannya atas Bima. Usaha buat menghapus bayangan Bima diangannya tidak pernah berhasil, bahkan semakin kentara tergambar.

Demikian halnya yang terjadi menggunakan Bima. Sejak pertemuannya menggunakan Nagagini, Bima gelisah luar biasa. Tidak ada yg tahu apa yang dirasakan Bima. Bahkan Bima sendiri tak habis mengerti mengapa tiba-datang saja terdapat perasaan aneh yang menggelayut pada angannya. Selama hayati belum pernah ia merasakan gejolak perasaan yg seperti ini. Bima tidak tertarik lagi menyampaikan tentang insiden Bale Sigala-gala, kejahatan Sengkuni dan tahta Hastinapura, kecuali pembicaraan tentang pertemuannya dengan Dewi Nagagini. Bima jua nir mempunyai impian buat makan saat dijamu & tidur saat larut malam, kecuali hasratnya buat selalu bertemu dan bersanding menggunakan Nagagini. Lain yang dirasakan Nagagini, Bima tidak mempedulikan bahwa dirinya & Nagani adalah tidak sinkron. Yang dirasakan Bima merupakan bahwa Nagagini sudah dagi seluruh logika budinya.

Sama-sama berangkat menurut kegerahan hati yg memuncak, mereka berdua dipertemukan di sebuah taman

?Raden Bima, belum tidurkah??

Pertanyaan Nagagini tidak membutuhkan jawaban, namun cukup mengejutkan Bima, yg nir menyangka bahwa Nagagini berada ditaman yg sama.

?Engkau jua belum tidur Nagagini??

Jika keduanya mau jujur niscaya jawabnya sama. Karena engkaulah yang mengakibatkan aku tidak bisa tidur malam ini.

?Raden Bima senangkah kamu tinggal pada sini??

?Sangat senang Nagagini?

?Sangat bahagia? Mengapa??

?Lantaran terdapat kau?

?Sungguhkah Raden? Lantaran saya??

?Sungguh Nagagini. Aku berkata menggunakan hati.?

?Engkau amat amanah Raden. Aku kagum kepadamu.?

?Sungguhkah Nagagini, kamu kagum padaku??

Sembari tersenyum Nagagini mengangguk. Dada Bima bergelora. Hatinya tumbuh seribu bunga.

?Nagagini ini negara mana??

?Apakah kakakku Nagatamala belum mengungkapkan kepadamu??

Bima menggelengkan kepala. Selanjutnya Ngagini memberitahukan bahwa ini adalah kahyangan Saptapertala, yg berpusat di dasar bumi lapisan ke tujuh. Rajanya adalah ayah Nagagini, bernama Sang Hyang Antaboga.

?Ibuku merupakan bidadari bernama Dewi Supreti. Kami sebenarnya adalah bangsa ular yg telah sebagai yang kuasa-dewi.?

Bima mencoba mengingat apa yg telah dilihatnya. Para perajurit dan orang-orang pada Saptapertala, termasuk Nagatatmala berbau amis, berkulit kasar misalnya sisik ular. Tetapi yg mengherankan adalah Nagagini. Kulitnya kuning halus bersinar.

?Apakah Sang Hyang Antaboga berujud Dewa? Atau Ular Naga??

?Berubah-ubah. Tetapi apabila ayahku murka , beliau berubah menjadi sebagai seekor naga ganas yang mengerikan. Apakah kamu takut Raden?

Tatapan mata Nagagini menyimpan kekawatiran yg amat dalam. Jika Bima takut, harapannya buat bersanding menggunakan Bima lebih usang, takan pernah kesampaian.

?Aku tidak takut Nagagini?

?Benarkah Raden??

?Aku pernah ditolong naga Aryaka penguasa Bengawan Gangga dan diberi minum Tirta Rasakundha. Setelah meminum Tirta Rasakundha, itu saya mencicipi daya yg luar biasa. Walaupun saya berada di dasar Bengawan Gangga. Rasanya berada pada atas daratan, napasnya lancar, badan serta pakaiannya nir basah.?

?Ah Bima, pengalaman luar biasa.?

Hampir saja Nagagini melompat kegirangan. Pengalaman Bima dengan naga Aryaka menyiratkan bahwa ta’aruf menggunakan Bima akan berlanjut lebih jauh.

Mata Nagagini berbinar-binar mendengar penuturan Bima. Pemuda di hadapannya yang pernah melintas di pada mimpi tadi benar-sahih istimewa. Di pada darahnya sudah mengalir Tirta Rasakundha, sebuah daya kekuatan yg hanya dimiliki sang bangsa Naga. Tirta Rasakundha ibarat benang merah yg menghubungkan insting mereka, maka pantas saja terdapat getaran khusus pada antara kedua hati yang saling menyenangkan, membahagiakan & menentramkan. Nagagini semakin percaya bahwasannya rendezvous ini sudah diatur sang Sang Hyang Widiwasa. Betapa indahnya hari itu. Saat mereka buat pertamakali saling bertemu, saling mengenal dan terutama saling mengembangkan cinta, cinta antara laki-laki dan perempuan yg baru pertama kali ini bersemi, bahkan bersemi dengan cepat.

?Raden Bima, kamu menyampaikan sangat bahagia tinggal pada Saptapertala ini, lantas apa rencanamu selanjutnya??

Bima kebingungan sebentar, kemudian dia menjawab:

?Aku nir mempunyai planning apa pun, lantaran bagiku tinggal di tempat ini dan berdampingan dengan kamu, adalah segalanya.?

?Ooh! Benarkah Raden Bima? Aku merasa tersanjung sang kata-katamu Raden. Alangkah bahagianya apabila kamu tinggal pada sini berada di sampingku & tidak akan pernah meninggalkanku.?

?Sesungguhnya aku pun merasakan hal yang sama, ingin selalu berada di sampingmu, Nagagini.?

?Benarkah Raden?! Oo alangkah bahagianya jika rendezvous ini terus berlanjut sampai waktu yang tidak terbatas.?

?Iya, aku setuju Nagagini, lalu bagaimana caranya??

?Nah, itulah yg tadi aku tanyakan pada Raden, apa planning Raden selanjutnya??

?Terserah engkau Nagagini, saya manut.?

?Manut bagaimana ta Raden? Tidak selayaknya dalam hal ini laki-laki mengekor wanita.?

Nagagini tersenyum geli atas keluguan & kejujuran Bima. Mereka berdua semakin akrab. Dunia sebagai milik mereka berdua termasuk taman Saptapertala yang asri. Sehingga tidak menyadari kehadiran Puntadewa dan Arjuna pada taman tersebut. Sejak tiba di taman Saptapertala beberapa waktu kemudian, Puntadewa dan Arjuna tidak enak buat menyapa Bima yang sedang berduaan menggunakan Dewi Nagagini. Puntadewa & Arjuna membisu-membisu mengagumi Nagagini yang memiliki kecantikan khusus yg belum pernah mereka lihat sebelumnya. Kecantikan Nagagini merupakan kecantikan yang memancar dari dalam keluar melalui matanya, senyumnya, mobilitas-geriknya & semua kulitnya. Sungguh luar biasa. Pantas saja Bima yg lugu-kaku terpana karena itu.

Rupanya Puntadewa dan Arjuna kalah betah dengan Nagagini dan Bima di taman Saptapertala berlama-usang. Mereka akhirnya terpaksa menyapa Bima yg memang sudah beberapa saat nir menyadari kedatangan kakak dan adiknya.

Baru setelah disapa Puntadewa, Bima tersadar bahwa mereka nir hanya berdua pada taman Saptapertala.

?Adikku Bima, dan kamu Dewi Nagagini, maafkan kami sudah mengganggu kalian berdua. Kedatangan kami di taman ini buat menemui Bima dan mengajaknya bersama ibu Kunthi dan saudara termuda-dikku yang lain menghadap Sang Hyang Antaboga, penguasa kahyangan Saptapertala ini, malam ini juga.?

Bima mempunyai perasaan nir lezat kepada Puntadewa kakaknya. Lantaran sampai saat ini Puntadewa belum pernah menjalin hubungan akrab degan seseorang perempuan . Tetapi apa mau dikata, Bima menyadari bahwa dirinya adalah insan biasa, yang nir kuasa menolak atau pun menghindar menurut apa yang telah diatur sang Sang Hyang Tunggal. Termasuk pertemuannya menggunakan Nagagini bukanlah secara kebetulan, akan tetapi sudah diatur oleh-Nya.

Nagagini tersipu malu. Ia mempersilakan Bima mengikuti Raden Puntadewa dan Raden Arjuna meninggalkan taman Saptapertala. Taman yang menjadi saksi, bahwa pada loka ini 2 sejoli telah mengawalinya, merenda benang-benang cinta.

Kunthi, Puntadewa, Bimasena, Herjuna, Sadewa & Nakula diantar Nagatatmala menghadap Sang Hyang Antaboga yg bertahta di kahyangan Saptapertala. Sang Hyang Antaboga mengucapkan selamat tiba. Pada Kahyangan dasar Bumi l...Apis tujuh. Kunthi dan para Pandhawa secara bergantian mengucapkan terimakasih atas kebaikan Sang Hyang Antaboga, Nagatatmala & Nagagini dan kerabat Saptapertala yang sudah menolong dan memberi tempat yang glamor & nyaman. Sehingga mereka dapat merasa hening & aman, jauh berdasarkan bencana yg hampir saja merenggut jiwa mereka. Rasa stress berat yang mencekam masih dirasakan terutama sang Nakula & Sadewa, yg sampai kini masih sering menangis ketakutan.

Nagatatmala dan Nagagini ditugaskan oleh Hyang Antaboga buat menciptakan Kunthi dan anak-anaknya betah tinggal pada Saptapertala. Tempat yang disediakan & kuliner yang hidangkan diusahakan membuat mereka nyaman dan bahagia. Sehingga dengan demikian usaha untuk memulihan mentalnya dari syok yang diderita, terutama Sadewa & Nakula cepat berhasil. Tetapi yg lebih penting merupakan, bahwa jangan hingga insiden Bale Sigala-gala nantinya amenimbulkan dendam pada hati Kunthi & para Pandhawa.

Sang Hyang Antaboga mengetahui akan keadaan yang diderita Kunthi & Para Pandhawa baik secara lahir maupun batin. Oleh karena itu Kunthi beserta anak-anaknya disarankan buat ad interim waktu tinggal pada Kahyangan Saptapertala. Dengan tinggal beberapa lama pada Kahyangan Saptpertala, Hyang Antagoba berharap supaya Kunthi dan anak-anaknya sanggup melupakan insiden mecekam pada Bale Sigala-gala.

Ketika kebakaran Bale-Sigala-gala, bumi terasa panas. Sebagai Dewa penguasa bumi, Hyang Antaboga mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Dan menimpa mereka. Nagatatmala diutus untuk menyelamatkan para korban kebakaran. Maka berangkatlah Nagatatmala menyusuri bumi menunjuk ke loka kebakaran. Bersamaan dengan itu, pada Kahyangan Jonggring Saloka Batara Pengajar dan para Batara dan Batari merasakan hawa panas yg menyesakkan. Maka diutuslah Hyang Narada turun ke marcapada, menuju ke sumber hawa panas. Pada saat yang hampir bersamaan Batara Narada dan Nagatatmala bertemu di pintu terowongan, loka Kanana, Kunthi & para Pandhawa berusaha menyelamatkan diri. Di dalam suasana panik, gelap, sesak dan sempit, Batara Narada dan Nagatatmala menggunakan caranya masing-masing berusaha menolong & menyelamatakan Kunthi dan Pandhawa. Nagatatmala berubah sebgai garangan Putih bercahaya & Batara Narada menuntun membukakan jalan menuju Kahyangan Saptapertala, loka yg paling kondusif pada Bumi lapis ke tujuh. Secara mistik memahami-tahu mereka sudah berada pada depan pintu gerbang kerajaan yg latif megah.

Hingga sekarang Kunthi & anak-anaknya pula Kanana belum memahami secara pasti siapa yg telah menyelamatkan mereka & mengantarnya hingga ke kahyangan Sapta pertala, kecuali Kanana yg mengawalinya membuka terowongan buatannya atas perintah Yamawidura.

Hyang Antaboga merasa Kasihan pada Kunthi dan anakaanaknya. Semenjak meninggalnya Pandudewanata derita mereka silih berganti. Hal tadi dikarenakan Sengkuni, Gendari & Para Korawa selalu berusaha menyingkirkan para Pandhawa. ?Kunthi tanamkanlah di hati anak-anakmu perilaku welasasih. Welas asih pada siapa saja termasuk juga kepada orang yang memusuhi engkau . Lantaran hanya menggunakan perilaku welasasihlah orang gampang mengampuni dan tidak akan pernah tumbuh benih-benih dendam dihati.?

?Terimakasih Pukulun atas nasihatnya yg berharga. Aku akan melaksanakannya. Namun maaf Sang Hyang Antaboga, sebenarnya apa yang sesungguhnya terjadi dibalik insiden Bale Sigala-gala??

?Kunthi, sebenarnya engkau telah tahu, atau paling tidak kamu telah mencicipi kejanggalan-kejanggalan sebelum pesta berlangsung.?

?Hyang Pukulun, aku orang yang kurang pandai dan tumpul, sehingga nir merasakan kejanggalan-kejanggalan sebelumnya.?

Sang Hyang Antaboga nir mau berterus terang. Ia justru mengajak Kunthi dan para Pandhawa bersyukur, lantaran telah terhindar dari marabahaya.

?Namun maafkanlah Pukulun, bila boleh memahami siapakah yg menyelamatkan kami & menuntunnya hingga ke tempat ini??

Hyang Antaboga nir menjawab pertanyaan Kunthi, namun sekali lagi beliau mengajak Kunthi & anak-anaknya merayakan syukur atas keselamatan yg masih boleh diterima.

Sudah beberapa bulan Kunthi dan para Pandhawa dan juga Kanana tinggal pada Saptapertala. Hubungan antara Bimasena dan Naga Gini semakin intim, seakan-akan mereka nir mau berpisah. Dari hari ke hari cinta mereka semakin bersemi. Betapa latif & ajaibnya hidup yg penuh cinta. Terlebih lagi cinta yang semakin menjadi paripurna. Seperti rembulan waktu Purnamasidi, yang mampu membuat malam menjadi romantis indah mempesona. Bagaikan kidung malam yang syahdu menyusup kalbu, sampai membuat setiap manusia merasa betapa berharganya hayati ini

Kunthi adalah sosok ibu yang baik. Ia ikut bahagia melihat anaknya senang . Saat ini anak angka dua yang bernama Bimasena sedang mengalami kebahagiaan. Semenjak tinggal pada Kahyangan Saptapertala, Bimasena telah menjalin asmara menggunakan putri Sang Hyang Antaboga yang bernama Dewi Nagagini. Namun dibalik kebahagiaan tersebut ada kekhawatiran dibenak Kunthi. Pasalnya, Bimasena merupakan anak angka dua, jika pertalian Asmara menggunakan Dewi Nagagini nantinya berlanjut ke jenjang perkawinan, kemudian bagaimanakah menggunakan Puntadewa anak Kunthi yg nomor satu? Apakah ia rela dilangkahi oleh adiknya?

Di sudut taman bunga, Dewi Kunthi duduk sendirian. Hatinya terombang-ambing oleh 2 perasaan yang saling bergelayut. Disatu sisi perasaan senang yang tumbuh lantaran ikut merasakan kebahagiaan anak angka dua yg bernama Bimasena. Di sisi lain, perasaan murung lantaran Kunthi membayangkan alangkah sedihnya anak angka satu yang bernama Puntadewa karena belum menerima kesempatan buat mencicipi kebahagiaan menjalin asmara misalnya yg dialami Bimasena dan Dewi Nagagini.

Puntadewa yg melihat Ibunda Kunthi duduk sendirian lewat pukul 11 malam berniat buat menemaninya. Kedatangan Puntadewa dipercaya Kunthi sebagai pembenaran atas perasaannya yg sedang menggelayut di kalbunya. Apa yg dirasakan Puntadewa tentunya tidak jauh tidak sama menggunakan apa yg dirasakan Kunthi. Dengan persepsi yg demikian, Dewi Kunthi membuka pembicaraan.

?Anakku Punta, apa yg engkau rasakan malam ini??

?Aku merasa tenteram pada Saptapertala ini Ibu?

?Apakah adik-adikmu jua mencicipi seperti yang engkau rasakan??

?Iya Ibu?

?Termasuk pula adikmu Bima??

?Iya Ibu?

Kunthi menatap lembut anak sulungnya yang menggunakan polos menjawab setiap pertanyaan tanpa gejolak perasaan sesuai menggunakan yg diperkirakannya. Benarkah Puntadewa nir tersinggung atas sikap Bimasena yg lebih dahulu menjalin hubungan asmara dengan seorang wanita?

?Punta, maksud Ibu adalah, apakah engkau bahagia melihat Bimasena menjalin asmara menggunakan Dewi Nagagini??

?Tidak sekedar bahagia Ibu, namun aku benar-benar senang melihat adikku Bima senang menggunakan Dewi Nagagini. Alangkah sempurnanya kebahagiaan adikku Bima jika Ibu berkenan membicarakan hubungan antara mereka berdua kepada Sang Hyang Antaboga, dan meresmikan mereka sebagai suami isteri.?

Perkiraan Kunthi bertolak belakang menggunakan perasaan Puntadewa yg sesungguhnya. Kunthi terharu atas sikap Puntadewa. Walaupun sejak mini Kunthi tahu bahwa Puntadewa memiliki watak tabah & sikap mengalah terhadap siapapun, tidak mengenai soal asmara. Lantaran berdasarkan Kunthi, perkara asmara bagi anak belia merupakan perkara yang peka menimbulkan perseteruan.

?Punta, semula saya berniat buat melarang Bima bergaul lebih akrab dengan Nagagini, dengan pertimbangan bukankah kita pada sini telah ditolong, & diperlakukan seperti layaknya tamu terhormat? Apakah kita tega bersikap nir sopan pada tuan rumah dan putrinya? Tetapi niat itu aku urungkan, saya nir sampai hati memisahkan mereka berdua, karena hal tadi akan menyakitkan hati Bima & membuatnya ia bersedih. Oleh karenanya, demi kebahagiaan mereka berdua saya akan mengungkapkan kepada Sang Hyang Antaboga, sinkron yang kamu usulkan.?

Semua menyetujui usulan Puntadewa, terlebih Bimasena yg menyambutnya menggunakan sukacita. Maka hari pun dipilih buat menghadap Sang Hyang Antaboga menggunakan tujuan mengungkapkan interaksi antara Bimasena & Dewi Nagagni

Sang Hyang Antaboga didampingi oleh Nagatatmala menyambut kedatangan Kunthi & Puntadewa. Mereka berempat menyetujui hubungan Bimasena dan Dewi Nagagini diresmikan sebagai suami isteri.

?Kunthi, kebahagiaan anak-anak kita merupakan kebahagiaan kita menjadi orang tua. Hubungan antara Bimasena & Nagagini sudah sebagai kehendak ?Dewa? Kita wajib menaruh restu supaya mereka selalu senang dalam senang & sedih, sakit dan sehat jauh & dekat?

Hyang Antaboga tersenyum senang , mengawali kebahagiaan calon pengantin berdua yang nir usang lagi diresmikan

Ketika matahari mulai menerangkan sinarnya kemerah-merahan, terdengar suara gamelan mengalun dari di sentra kotaraja Saptapertala. Dari kejauhan bunyi gamelan tersebut terdengar menyatu dengan suara serangga-serangga malam yang saling bersaut-sautan. Perpaduan aneka bunyi tadi bagaikan sebuah komposisi musik para ilahi tatkala sedang melakukan pujaasmara.

Malam itu bunda kota Kahyangan Saptapertala berhias menggunakan keindahan. Bak gadis dewasa yg sedang bersolek manja. Disetiap sudut kota dipasang umbul-umbul serta rontek, dan dipadu menggunakan penjor-penjor berhiaskan janur kuning. Hiasan-hiasan tadi ditancapkan ke pinggir jalan dengan sudut kemiringan enampuluh derajat, sehingga seakan menunduk memberi salam hormat pada siapa saja yang melewati jalan itu. Kawula Saptapertala yang hampir sebagian besar berkulit kasar seperti sisik, berduyun-duyun menuju pusat koata raja. Di dunia bawah tanah pada lapis ke tujuh yang disebut Kahyangan Saptapertala ini kehidupannya tidak jauh tidak selaras dengan kehidupan pada atas global atau di marcapada, yang membedakan merupakan orang-orang di Saptapertala berkulit kasar misalnya sisik.

Menjelang tabuh tujuh, alun-alun Kotaraja berubah menjadi lautan manusia mereka datang berdasarkan penjuru negeri, ingin menyaksikan insiden yang amat bersejarah, yaitu perkawinan antara bangsa manusia & keturunan dewa ular. Perkawinan antara Raden Bimasena dan Dewi Nagagini.

Sebelum ke 2 Calon Penganten dipertemukan pada upacara Panggih, pada pendapa induk yg terletak pada pinggir alun-alun, diadakan tarian sakral lingga-yoni yg melambangkan perkawinan agung antara Dewa Siwa dan Dewi Uma. Konon tarian tersebut diadakan, merupakan buat ritual penghormatan kepada ilahi Siwa. Tetapi saat ini tarian tadi dipentaskan buat menyambut dan menghormat calon pengantin berdua. Selain itu tarian Lingga-yoni jua merupakan doa pengharapan agar bumi Saptapertala mengalami kesuburan & kesejahteraan.

Setelah tari Lingga-yoni terselesaikan, mengumandanglah kidung malam yg berisi sebuah mantra buat mengingatkan agar semua makhluk, baik yg kelihatan juga yang nir kelihatan saling menempatkan diri pada tempatnya, sinkron menggunakan demensi mereka, sebagai akibatnya diantara mereka tidak saling mengganggu.

Singgah-singgah kala singgah

pan suminggah durga kala sumingkir

sing aama sing awulu

sing asuku sing asirah

sing atenggak kalawan sing abuntut

padha sira suminggah

muliha mring dari neki

Hening suasana, seluruh yg hadir diam. Mereka mencoba mengikuti dan menghayati tiap istilah yang ditembangkan dengan telinga dan hatinya sampai hingga menggunakan nada terakhir. Maka legalah batin mereka, sehabis tembang singgah-singgah usai. Mereka berkeyakinan bahwa upacara panggih pengantin akan lancar & baik adanya.

Seperti apa yg direncanakan & dilaksanakan, semuanya berjalan dengan baik Raden Bimasena & Dewi Nagagini sudah resmi dipersatukan sebagai suami istri. Hyang Antaboga amat gembira menyaksikan pasangan Raden Bimasena dan Dewi Nagagini. Bagi Dewa penguasa bumi ini, perkawinan antara Raden Bimasena & Dewi Nagagini tidaklah merupakan perkawinan dalam umumnya. Perkawinan mereka bagaikan symbol bersatunya antara bangsa insan & bangsa ular yg selama ini tidak saling bersahabat. Atau juga dapat dimaknai sebagai upaya buat membentuk pulang keharmonisan alam. Tetapi yg lebih krusial dan sangat disyukuri sang Dewi Kunthi & Sang Hyang Antaboga merupakan bahwa perkawinan tersebut telah mengalihkan perhatiannya Bimasena khususnya atas kejahatan Sengkuni & Korawa yg sudah mencelakai para Pandhawa.

Seandainya saja Bimasena tidak berjumpa dengan Dewi Nagagini, tentu saja panas hatinya akan semakin menjilat tidak terkendali dan membakar Sengkuni dan para Korawa. Namun syukurlah sebelum semuanya terjadi Dewi Nagagini sudah menyiram hatinya menggunakan kelembutan dan kesegaran. Sehingga malam itu Bimasena tak bisa lagi melepaskan pelukan Nagagini yang menentramkan.

Kebahagian Bimasena jua menjadi kebahagiaan Puntadewa & saudara termuda-adiknya. Tidak misalnya yang dikhawatirkan Kunthi, bahwa Puntadewa menjadi saudara sulung akan merasa di langkahi sang adiknya. Bimasena dan Dewi Nagagini menikmati masa bulan madu yg benar-benar membahagiakan. Namun ada saat berjumpa & terdapat waktu berpisah. Waktu buat menikmati sebuah kebahagiaan pada dunia mana pun tidaklah abadi, bahkan dapat dikatakan terbatas. Demikian halnya dengan pasangan temanten baru Bimasena & Nagagini

Mereka boleh puas menikmati ketika bercengkerama yg tidak genap satu tahun. Walaupun begitu, cinta diantara mereka sudah mengakibatkan benih pada rahim Dewi Nagagini. Berat rasanya buat meninggalkan isterinya yang sedang hamil. Tetapi apaboleh buat tugas sebagai kesatria dan pelindung Ibu dan saudara-saudara berada di atas kepentingan pribadinya. Bahkan sebagai salah satu pewaris tahta Hastinapura, Bimasena beserta Pandhawa berkewajiban berjuang untuk mengembalikan kekuasaan yg kini dikuasai oleh warga Korawa. Bagi masyarakat Pandhawa sesungguhnya bukan kekuasaan itu yg ingin dikuasai, melainkan menjadi bukti rasa baktinya pada warga Hastinapura yang mempercayakan tahta Hastinapura kepada putra-putra Pandudewanata. Suara masyarakat itulah yg sebagai tenaga usaha buat meraih kekuasaan.

Dengan alasan itulah Sang Hyang Antaboga menyarankan supaya Kunthi dan anak-anaknya, termasuk menantunya segera meninggalkan Kahyangan Saptapratala menuju Hastinapura, untuk menunaikan panggilannya sebagai pewaris tahta.

Pagi-pagi sahih, Kunthi, Puntadewa, Bimasena, Arjuna, Nakula dan Sadewa & jua Kanana seorang abdi menurut Panggomabakan pakar membuat terowongan meninggalkan Kahyangan Saptapertala. Perpisahan yang mengharukan antara Dewi Nagagini & Bimasena nir dapat dihindarkan. Namun diantara mereka terdapat janji buat saling bertemu pulang agar cinta mereka berdua semakin sempurnya adanya.

Mereka diantar sang Sang Hyang Antaboga dengan pethitnya atau ekornya. Dan tiba-datang saja mereka sudah berada dipermukaan bumi, yg dipanasi & diterangi oleh surya. Semakin lama bumi Saptapertala semakin jauh ditinggalkan. Kunthi & Para Pandhawa menuju jalan ke Hastinapura sedangkan Kanana menuju ke Panggombakan.

Dikisahkan perjalanan Kunthi & Pandhawa sampailah pada sebuah desa yang sangat fertile tanahnya. Namun ada keganjilan yg dirasakan. Banyaknya rumah kosong tanpa berpenghuni mengakibatkan dugaan terdapat hal yg tidak beres pada desa tersebut. Kunthi & anak-anaknya beristirhat pada galat satu tempat tinggal akbar yg tidak terurus. Rumput liar pada laman depan dan samping tempat tinggal mulai tumbuh lebat. Herjuna mengelilingi rumah tadi, siapa memahami terdapat orang yg mampu ditanya ihwal desa tadi. Tetapi nir terdapat satu pun orang yang nampak disekitar tempat tinggal . Sadewa dan Nakula merengek minta makan. Kunthi kebingungan. Disuruhnya Bimasena dan Harjuna mencari makan di dusun sebelah yang berpenghuni.

Wednesday, September 2, 2020

Wahyu Topeng Wojo

Lakon wayang topeng wojo yg menceritakan perjuangan oleh putra bratasena pada menerima topeng wojo, wahyu dari para dewa khayangan, yang diberikan pada gatotkaca karena jasanya membantu para dewa mindah khayangan. Nah tapi karena ada suatu halangan yaitu dari boma narakasura yang juga pingin terhadap wahyu tadi dia menghadap pada orang tuanya yaitu prabu kresna agar maw membantu dirinya merbut topeng wojo tadi dari pemiliknya yang sah. Maka menggunakan donasi yg ayah, boma narakasura malih rupa jadi gatotkoco, sayang rencana ini diketahui sang sodara sepupunya gatot, oleh manusia 1/2 ilahi Wisanggeni yg mencoba mengagalkan planning itu.

Ditengah jalan wisanggeni ketemu sama petruk yg sakit hati lantaran selalu jadi abdi, wong cilik sing disiak-siakne. Dia pingin kekahyangan alang-alang kumintir buat pradul sama para ilahi agar ia mampu tampan lagi & pulang jadi putra mahkota di keraja?Annya. Maka wisanggeni dan petruk kerja sama & berusaha bersama menggagalkan usaha kresna plus boma yang maw cidra terhadap wahyu topeng wojo. Nah singkat cerita duel-lah antara wisangeni & kresna yg sama-sama sakti.

Perang tanding ini ta da yg menang dan kalah lantaran kresna & boma eksklusif kabur & terbang ke kahyangan buat merebut wahyu topeng wojo secara halus dengan meminta dalam para tuhan. Dan tuhan pun tertipu karena sang boma yang menyamar menjadi gatotkaca. Setelah kresna dan boma pulang datanglah gatot kaca meminta hak nya yang ternya sudah keduluan oleh prabu kresna dan boma.

Nah kita balik dalam wisanggeni dan petruk tersebut petruk yang masih sakit hati dan kesal akan kondisinya pun ditanyai oleh wisanggeni kenapa ia pingin ke kahyangan dengan jujur petruk bilang beliau pingin disembah, menjadi ratu. Nah wisanggeni pun menyarankan kalo Cuma pingin jadi ratu gampang gimana kalo petruk nyamar/ malih rupa jadi boma narakasura dan pulang ke keraja?An Trajutrisna dan menjadi raja disana.

Wisanggeni pun membantu petruk buat mencuri gunakan?An boma narakasura yg disembunyikan pada bokor pada keraja?An dwarawati. Nah akhirnya petruk pun sanggup jadi ratu di keraja?An nya boma dan menerima sembah berdasarkan para prajurit & abdi keraton.

Nah balik lagi pada gatotkaca sang merasa sakit hati lantaran wahyu yg seharusnya beliau terima ternyata sudah pada cidra sang boma & kresna. Akhirnya gatotkaca ketemu dengan sang maling wahyu. Dan terjadilah duel antara gatotkaca kembar tadi, berhubung gatot kaca asli sakti mandra guna ora tedas tapak alune pande oleh boma pun berhasil beliau bunuh.

Karna oleh boma punya aji pancasona beliau selalu hidup lagi kalo depak tanah. Gatotkaca yg kebingungan bagaimana cara mengalahkan maling tadi menghadap sang ayah R. Werkudara. Lantaran kwatir kalo pandawa menghabisi putranya, kresna mengajak oleh putra menghadap para pandawa.

Untuk mencegah agar rahasianya tidak diketahui dan oleh gatot yg orisinil coba di rekaan. Nah waktu di depan bima kresna pun bilang bahwa yg bersamanya adalah gatotkaca yang orisinil dan yg datang duluan merupakan malingnya.

Bima pun diminta segera menghabisi atau menghukum gatot yg palsu sang kresna, tapi yang namanya bima yg jujur & apa adanya, ga dan merta percaya. Beliau minta tolong pada abang bedesnya sang anoman, anoman pun memberi kan jalan menggunakan syembara bahwa gatotkaca yg orisinil dapat masuk dalam kendi, nah akhirnya sayembara diadakan di alun-alun, disaksikan para sodaranya antareja & antasena.

Nah waktu dicoba ternyata sang boma lah yg mampu masuk kedalam kendi nah karena denger kata-istilah yg tadi antareja dan antasena pribadi menghajar gatotkaca untungnya dapat dicegah oleh anoman bahwa yg seharusnya dipukul yg pada dalam kendi, lantaran anoman taw bahwa gatotkaca yg asli ga bakalan bisa masuk ke dalam kendi, nah sang maling pun dihajar sang tiga sodara tersebut plus tuwek-tuwekane?Nah supaya anaknya slamet kresna pun membawa anaknya ke dwarawati buat pada ubah pulang menjadi boma, akan tetapi ternyata pakaiannya sudah dicuri sang wisanggeni & dipake oleh petruk di Trajutrisna.

Mereka pun ke Trajutrisna buat mengetahui siapa yg mencuri baju tadi. Akhirnya dia ketemu menggunakan petruk yg telah malih rupa. Ketika petruk ditanyai siapa botohnya muncullah wisanggeni dan oleh putra arjuna bertanya pada boma pilih sebagai raja atau wahyu topeng wojo, boma memilih sebagai raja lantaran nir rela kalo keraja?Anya dipimpin oleh petruk & lantaran topeng wojo memang bukan haknya??..

Kesimpulan cerita ini merupakan golek ono dewe??

Asal : http://masjagal.Wordpress.Com/2011/06/26/topeng-wojo/